Rabu, 21 Mei 2025

INDONESIA BERDAULAT JENDERAL..! AS Kritik Aturan Divestasi 51 Persen di Sektor Tambang Indonesia

JAKARTA — Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengancam kewajiban  divestasi sebesar 51 persen bagi perusahaan asing di sektor pertambangan Indonesia. Hal ini dinilai menjadi hambatan bagi masuknya investasi asing langsung (foreign direct investment /FDI).

Kritik ini disampaikan dalam laporan tahunan National Trade Estimate (NTE) 2025 yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR).

“Aturan divestasi 51 persen yang diwajibkan kepada perusahaan pertambangan asing menambah kompleksitas dan merusak iklim investasi di Indonesia,” tulis USTR dalam laporan tersebut, dikutip Selasa (22/4).

Adapun kebijakan ini diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 yang telah diubah melalui PP Nomor 25 Tahun 2024. Dengan demikian, perusahaan tambang asing yang mendapatkan izin usaha wajib melepas 51 persen sahamnya ke pemilik lokal.

Batas waktu divestasi dibedakan berdasarkan fasilitas pengolahan yang dimiliki, yakni 15 tahun bagi perusahaan tanpa fasilitas pengolahan terintegrasi dan 20 tahun bagi yang memilikinya.

Selain penambangan, laporan USTR juga menyoroti beberapa sektor lain yang masih dibatasi untuk kepemilikan sektor asing, meskipun Indonesia telah mencabut Daftar Negatif Investasi (DNI) 2016 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021, yang kemudian diperbarui dengan Perpres Nomor 49 Tahun 2021.

Beberapa sektor yang masih dibatasi antara lain penerbitan surat kabar dan majalah, layanan pos, serta transportasi darat, laut, dan udara, yang hanya memperbolehkan kepemilikan asing maksimal 49 persen.

Untuk penyedia layanan penyiaran dan jasa keuangan tertentu, batasan kepemilikan asing bahkan lebih rendah, yaitu hanya 20 persen. Sementara itu, kegiatan seperti pengolahan ikan dan pembangunan kapal sama sekali dilarang untuk investor asing.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, USTR menyatakan meskipun banyak sektor telah dibuka untuk investasi asing sepenuhnya, sektor-sektor tersebut tetap tunduk pada persyaratan dan batasan tambahan yang ditetapkan oleh kementerian teknis terkait.

“Kebijakan ini menciptakan cerahnya hukum dan regulasi yang dapat menahan laju investasi baru, terutama di sektor strategis seperti pertambangan,” tambah USTR di akhir laporannya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru