JAKARTA- Pada tahun 2013 Industri kreatif menyumbangkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 7,1% dengan nilai Rp 641 Triliun dan menyerap 11,8 Juta sumberdaya manusia. Diharapakan dalam tahun 2025 nilai industri kreatif mencapai Rp 1.400 Triliun dengan serapan sumberdaya manusia sebanyak 19,2 juta. dalam mencapai tujuan tersbut dibutuhkan regulasi yang mendukung capaian industri 2025. Indonesia membutuhkan semacam Korean Wave yang akan memacu percepatan pertumbuhan industri kreatif di Indonesia.
“Korean Wave bermula ketika budaya asing yang mematikan budaya lokal sehingga pemerintah memutuskan untuk mengucurkan dana 500 juta USA dollar untuk mendukung pertumbuhan komunitas ekonomi berkembang,” demikian sutradara film Irfan Asyari Sudirman ‘Ipang’ Wahid dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipimpin oleh Fahira Idris, Kamis (9/4).
Menurutnya, proses tersebut didikembangkan dan dipelihara sampai 15 tahun sehingga mampu merubah kondisi sebaliknya. Korea mampu mengalahkan budaya asing dan budaya korea mampu mewarnai budaya asing.
“Kesuksesan Korean Wave membuat pemerintah Korea tidak ragu mengucurkan dana 1 milliar dolar pada 2013 untuk promosi korean wave keseluruh dunia, yang akhirnya menghasilkan pendapatan sebesar 5 milliar dollar,” jelasnya.
Selanjutnya dalam bidang Media Ipang mengharapkan dibentuknya lembaga otoritas seperti MDA (Media Development Authority) di Singapura atau perusahaan investasi lainnya untuk menghidupkan industri ini.
“Tentunya masih banyak kendala dan permasalahan yang terjadi dalam pengembangan industri kreatif salah satunya permodalan. Tetapi permodalan saat ini sudah dapat diatasi dengan hak cipta yang sudah dapat dijadikan jaminan fidusia bagi pelaku industri kreatif dalam pengajuan kredit modal kerja di perbankan,” ujar Fahira Idris.
Dalam mendukung pertumbuhan Industri Kreatif di Indonesia Komite III Dewan Perwakilan Daereah (DPD) RI mengundang pelaku Ekonomi Krearif Irvan A Noe’man, M.ID anggota Dewan Kesenian Jakarta dan Irfan Asyari Sudirman Wahid yang lebih dikenal dengan Ipang Wahid, seorang sutradara dalam Rapat Dengar Pendapat Umum yang dipimpin oleh Fahira Idris, Kamis (9/4).
Dalam kesempatan itu, pelaku Ekonomi Krearif Irvan A Noe’man, M.ID yang juga anggota Dewan Kesenian Jakarta menjelaskan bahwa ekonomi kreatif merupakan kreatifitas yang seimbangan antara estetika, rasa dan rasio, produk reatifitas memiliki nilai estetika yang baik, bercitarasa tinggi dan rasional.
Ia menjelaskan bahwa ekonomi kreatif dapat dikembangkan dengan proses connecting quadra helix yang meliputi academia, bussines, goverment, community sebagai faktor industri selanjutnya mengkolaborasikan dalam art, design, engenering, creting process, tren, perlindungan sebagai proses kreatifitas dan diakhiri dengan pengkomersilan maupun pameran produk, pameran, pasar, dan selebrasi.
Selanjutnya dalam mengembangkan ekonomi kreatif dapat dimulai dengan pengukuran trend apa saja yang sedang atau akan berkembang, kemudian dilakuan proses decode/code dengan tool inovasi, kreatif dan desain dengan motto (good design good bussiness) yang diperkaya dengan budaya dan keunikan ethnik lokal kemudian dikomersilkan.
“Negara kaya dan maju sekaliber USA dan Inggris sudah meninggalkan hard power dan beralih menjadi soft power berupa intlektual, ekonomi dan budaya. Indonesia yang faktanya jauh dari mumpuni dalam melakukan hard power maka tidak ada pilihan lain bahwa satu satunya opsi hanya softpower,” ujarnya.
Dalam mendukung perkembangan ekonomi kreatif maka menurutnya harus ada sinergi antara pelaku ekonomi kreatif, pemerintah, komunitas kreatif, dan legislatif dalam pengembangan ekonomi kreatif kedepan. (Enrico N. Abdielli)