JAKARTA- tertinggal jauh di belakang China dalam hal energi nuklir, dengan negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini tertinggal 10 hingga 15 tahun dari raksasa Asia tersebut dalam meluncurkan reaktor generasi berikutnya
Cina memiliki 27 reaktor nuklir yang sedang dikembangkan, dengan rata-rata reaktor memerlukan waktu tujuh tahun untuk beroperasi, jauh lebih cepat daripada kebanyakan negara lain. Demikian ungkap Information Technology and Innovation Foundation dalam sebuah laporan yang dirilis pada hari Minggu.
Antara tahun 2008-2023, pangsa paten nuklir Tiongkok meningkat dari 1,3 persen menjadi 13,4 persen dan negara ini sekarang memimpin dalam jumlah aplikasi paten fusi nuklir, demikian ungkap lembaga penelitian yang berbasis di Washington tersebut.
Peningkatan pesat Beijing di bidang ini disebabkan oleh strategi nasional yang koheren untuk mengembangkan tenaga nuklir, termasuk pembiayaan berbunga rendah, tarif feed-in, dan persetujuan peraturan yang disederhanakan, demikian ungkap lembaga tersebut.
“Pemerintah Cina telah memberikan prioritas yang cukup besar pada pembangunan reaktor nuklir domestik sebagai bagian dari strategi energi Beijing yang lebih luas,” kata laporan tersebut.
Ke depan, Cina tampaknya akan menggunakan kapasitas domestik yang sudah mapan ini sebagai fondasi untuk ekspor reaktor yang kompetitif, seperti halnya strategi sirkulasi ganda yang telah dicapai di bidang-bidang lain, seperti kendaraan listrik dan baterai.
Narasi umum bahwa Cina adalah mesin fotokopi dan AS adalah inovator telah mendorong sikap lesu terhadap kebijakan industri, menurut lembaga tersebut.
“Pertama, asumsi ini salah kaprah karena inovator bisa saja kehilangan kepemimpinan karena mesin fotokopi yang memiliki struktur biaya yang lebih rendah, seperti yang telah kita lihat di banyak industri di AS, termasuk elektronik konsumen, semikonduktor, panel surya, peralatan telekomunikasi, peralatan mesin, dan, seperti yang telah disebutkan di sini, kemungkinan besar, tenaga nuklir. Kedua, tidak jelas bahwa China adalah mesin fotokopi yang lamban dan selalu ditakdirkan untuk menjadi pengikut,” kata laporan itu.
AS masih merupakan negara teratas untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, di depan Perancis dan Cina, dengan 94 reaktornya yang menyumbang sekitar sepertiga dari produksi global.
Tetapi negara ini hanya membangun dua reaktor baru dalam satu dekade terakhir, yang keduanya datang terlambat bertahun-tahun dan menghabiskan miliaran dolar lebih dari anggaran.
Bagaimana Indonesia?
Sementara itu, Pemerintah Indonesia telah memutuskan akan bekerjasama dengan Rusia untuk membangun PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). Menko Perekonomian telah mengunjungi Moskow dalam rangka membangun kerjasama denga perusahaan energi ROSATOM. Anehnya Dewan Energi Nasional buru-buru bawa proposal ke DPR dari Thor Con, perusahaan AS yang berencana membangun PLTN di Bangka Belitung.
Saat ini, pemerintah telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menempatkan nuklir setara dengan energi baru terbarukan (EBT) lainnya.
“Kita sudah memasukkan nuklir ke dalam RPP KEN. Yang tadinya di dalam PP 79/2014 itu nuklir menjadi pilihan terakhir, sekarang sudah tidak ada lagi. Sekarang nuklir sama posisinya dengan EBT lainnya,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto di DPR, Jakarta, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (18/6)
Meski demikian, dia mengatakan, pembangkit nuklir baru beroperasi pada 2032. Pembangkit itu dikembangkan oleh PT ThorCon Power Indonesia.
“Cuma nanti di kita nantinya COD-nya baru komersial di 2032. Itu sudah kita tulis, sekarang dalam tahap proses izin sementara di Bapeten,” katanya.
“Kalau kita kerjanya sama PT Thorcon, Amerika. Pulau Babel. Jadi dong. 500 megawatt. Teknologinya small modular reactor,” imbuhnya.
Djoko mengatakan, ThorCon saat ini sedang menyiapkan proposal ke pemerintah. Dia juga mengatakan, kajian tapak dan survei ke masyarakat sudah selesai.
“Teknologinya lagi dievaluasi Bapeten untuk mendapat izin sementara. Di samping itu kita sedang menyiapkan NEPIO organisasinya sama RUU EBT-ya. Jadi tiga itu sedang kita siapkan. Dari 19, kita sudah 16 sudah siap, sebagai syarat dipersyaratkan oleh IAEA,” katanya.
ESDM Juga Gadang Amerika Serikat
Rencana Indonesia untuk mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sudah di depan mata. Sebab, dari beberapa persyaratan yang diperlukan, Indonesia sudah melengkapi 16 persyaratan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyebut, dari beberapa persyaratan yang dibutuhkan untuk Indonesia mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), setidaknya tinggal dua persyaratan lagi yang perlu dipenuhi.
“Jadi secara persyaratan yang ada kita udah 16 itu kita tinggal dua kalau gak salah. NEPIO sama go nuklir. Kan pemerintah perlu menyatakan kita go nuklir. Apakah perlu ada Perpres, ini belum. Sama NEPIO. Ini sedang dibahas bolak balik,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Di sisi lain, Dadan menyebut bahwa pemerintah juga telah membuka komunikasi untuk kerja sama dengan sejumlah perusahaan asing yang tertarik membangun PLTN di Indonesia.
“Kita komunikasi tidak hanya Rusia, komunikasi dengan Jepang, Korea, Amerika ya dibuka saja semua. Nanti pada saatnya dipilih yang terbaik,” kata Dadan.
Indonesia Ajak Rusia Bangun PLTN
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan perusahaan JSC Rosatom diwakili First Deputy CEO for Corporate Development and International Business Kiril Komarov di Moskow, Rusia.
Pada pertemuan tersebut, kedua pihak melakukan diskusi terkait rencana kerja sama pengembangan energi nuklir untuk ketenagalistrikan serta untuk keperluan non-energi seperti kesehatan dan pertanian.
Airlangga menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sedang fokus beberapa hal terkait isu energi bersih sebagai bagian dari transisi energi, dan mengajak Rusia untuk bekerjasama dalam pengembangan energi baru terbarukan yang sedang diupayakan oleh Pemerintah RI.
“Energi nuklir dapat menjadi salah satu opsi bagi ketersediaan listrik bagi masyarakat tanpa harus mengotori lingkungan. Rusia juga diundang untuk bekerjasama dalam pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia,” jelasnya dalam keterangannya, Rabu, 12 Juni.
Airlangga menyampaikan hal itu sejalan dengan wujud dari komitmen Pemerintah RI dalam rangka mewujudkan proses transisi energi yang telah dimulai beberapa tahun lalu.
Deputi Komarov menyampaikan Rosatom memiliki pengalaman yang cukup panjang untuk dapat melakukan kerja sama yang baik dan komprehensif dengan Indonesia.
“Rosatom akan menyiapkan berbagai hal bukan hanya di sisi konstruksi, namun juga analisis detil dari sisi sosial ekonominya,” jelasnya.
Sebagai informasi, seiring dengan berbagai langkah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dengan beberapa negara dan upaya untuk mendorong ekspor guna menjaga surplus neraca perdagangan nasional, Pemerintah Indonesia melakukan kunjungan kerja dan berbagai pertemuan bilateral di Moskow, Federasi Rusia. (Web Warouw)