JAKARTA- Rangkaian sanksi yang dijatuhkan Barat kepada Moskow dalam beberapa bulan terakhir, tampaknya makin memperkuat kondisi ekonomi Rusia.
Hingga membuat negara pimpinan Vladimir Putin ini mengalami surplus perdagangan sebesar 70,1 Miliar dolar AS pada kuartal kedua 2022.
Pendapatan ini jadi yang tertinggi sejak tahun 1994 silam, melansir dari Business Insider lonjakan tersebut terjadi setelah AS dan para sekutunya ramai menjatuhkan sanksi embargo pada energi Rusia imbas dari invasi yang dilakukan Putin pada Ukraina.
Sayangnya sanksi yang diterapkan AS justru menyerang balik Barat dan mengantarkan mereka masuk dalam jurang resesi akibat inflasi.
Ini terjadi karena adanya krisis energi di tengah meningkatnya permintaan, hal tersebutlah yang membuat harga minyak dan gas yang dijual di pasar global dipatok dengan harga yang tinggi.
Situasi ini lantas dimanfaatkan Rusia dengan menjual stok energinya dengan harga yang jauh lebih murah ketimbang pasar global. Bahkan China dan India rela menggelontorkan miliaran dolar AS hanya untuk memborong pasokan minyak Rusia.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, tercatat sejak Mei lalu, penjualan migas Moskow naik 50 persen atau sekitar 20 miliar per bulan. Apabila permintaan ekspor terus meningkat, Bank Sentral Rusia memperkirakan surplus transaksi berjalan di negaranya dalam enam bulan kedepan bisa tembus mencapai 138,5 miliar dolar AS.
“Surplus perdagangan yang menggelembung mengatakan banyak hal tentang apa yang terjadi dengan baik untuk Rusia, dari harga komoditas yang tinggi hingga permintaan yang berkelanjutan dari banyak mitra ekspor,” kata ekonom Scott Johnson.
Sebagai informasi sebelum perdagangan Rusia mengalami surplus seperti sekarang, Rusia sendiri sempat mengalami penurunan pendapatan dimana pada kuartal pertama tahun 2022 ekspor anjlok dari 166,4 miliar dolar AS menjadi 153,1 miliar dolar AS. (Enrico N. Abdielli)