JAKARTA – Israel telah berjanji untuk merespons serangan drone dan rudal Iran yang diluncurkan pada akhir pekan lalu. Hal tersebut meningkatkan mengkhawatirkan banyak warga Iran yang sudah menghadapi kesulitan ekonomi dan kontrol sosial dan politik yang lebih ketat setelah protes besar-besaran pada tahun 2022-23.
Para pemimpin politik dan militer Iran telah berulang kali memperingatkan bahwa mereka akan menanggapi setiap pembalasan Israel dengan melakukan eskalasi lebih lanjut, yang berpotensi memicu lebih banyak serangan.
Seorang guru berusia 45 tahun dari Kota Amol di wilayah utara mengatakan eskalasi konflik dengan Israel hanya akan menjadi berita buruk bagi masyarakat awam.
“Tekanan ekonomi akan meningkat, keselamatan kita akan terancam… Kita harus menghindari konflik dengan cara apapun. Saya tidak ingin perang. Bagaimana saya bisa melindungi kedua anak saya? Tidak ada tempat yang aman,” tuturnya sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (16/4/2024).
Ibu rumah tangga, Parvaneh, khawatir serangan Israel bisa menjadi pukulan terakhir bagi perekonomian, yang dilemahkan oleh sanksi bertahun-tahun, salah urus, dan korupsi.
Suami saya adalah seorang pekerja pabrik. Kami bahkan tidak punya cukup uang untuk membeli bahan pokok apalagi menimbunnya,” kata ibu berusia 37 tahun itu di pusat kota Yazd.
Masyarakat Iran yang berpendapatan menengah dan rendah menanggung sebagian besar beban kesengsaraan ekonomi yang ada, dengan inflasi lebih dari 50%, kenaikan harga utilitas, pangan dan perumahan, serta nilai mata uang riil yang anjlok tajam.
Ada rasa bangga bercampur ketakutan atas pembalasan Iran terhadap apa yang disebut Teheran sebagai serangan Israel terhadap konsulatnya di Damaskus pada tanggal 1 April.
“Saya sangat bangga dengan serangan terhadap Israel. Mereka yang memulainya. Kami harus membalas. Israel tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tahu Iran sangat kuat,” Hossein Sabahi, 30, seorang pegawai pemerintah di kota Tabriz, mengatakan kepada Reuters.
Tak lama setelah serangan itu, TV pemerintah menayangkan demonstrasi kecil di beberapa kota untuk mendukung serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Teheran, dengan orang-orang meneriakkan “Matilah Israel” dan “Matilah Amerika.”
Namun pasar menunjukkan kenyataan ekonomi yang keras di balik penolakan tersebut.
Kegelisahan perang membuat permintaan mata uang keras melonjak. Rial sempat anjlok ke rekor terendah baru sekitar 705.000 per US$ selama serangan Sabtu menurut Bonbast.com, yang mengumpulkan data langsung dari bursa Iran.
Para penguasa Iran mungkin juga mempunyai sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Unit intelijen Korps Garda Revolusi Iran mengeluarkan pernyataan awal pada hari Minggu memperingatkan terhadap unggahan pro-Israel oleh pengguna media sosial Iran.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, beberapa penentang kelompok ulama di Iran, baik di dalam maupun di luar Iran, bahkan telah menyuarakan dukungannya untuk Israel secara online.
“Banyak orang yang frustrasi karena kesulitan ekonomi dan pembatasan sosial… Serangan Israel dapat melampiaskan kemarahan mereka yang terpendam dan menghidupkan kembali protes, yang merupakan hal terakhir yang kita perlukan ketika diancam oleh musuh asing,” kata seorang mantan pejabat di Iran.
Kecemasan secara keseluruhan makin meningkat ketika beberapa negara Barat mulai mengevakuasi keluarga diplomat mereka, mengingatkan orang-orang Iran yang lebih tua akan suasana yang panas ketika Irak menginvasi pada 1980 atau selama kekacauan revolusi tahun 1979.
“Orang asing yang meninggalkan Iran adalah tanda bahwa kita akan diserang oleh Israel… Kita akan makin terisolasi… kita akan makin sengsara,” kata insinyur Mohammad Reza di Teheran, yang seperti orang lain tidak mau menyebutkan nama lengkapnya. (Web Warouw)