KUPANG- Komisi III DPR RI memberikan perhatian serius pada masih tingginya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Terlebih saat ini Komisi III DPR RI bersama pemerintah sedang berupaya merampungkan RUU Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP), dimana masalah TPPO itu menjadi salah satu bagian yang akan diatur dalam RUU KUHP tersebut.
“NTT merupakan salah satu daerah yang tinggi sekali tindak pidana perdagangan orangnya. Seperti kasus yang terkenal yaitu Nirmala Bonar yang disiksa oleh majikannya di Malaysia,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI ke Kupang, NTT, Kamis (2/8).
Erma menyampaikan, ada hal yang dikritisi dalam kunjungan kerja Komisi III DPR RI kali ini, yaitu mengenai penggunaan pasal TPPO oleh pihak Kejaksaan dan Kepolisian. “Masih ada miss antara polisi dan jaksa dalam penggunaan pasal dalam kasus TPPO. Oleh karena itu kami sarankan agar ada koordinasi yang baik antar penyidik dari kepolisian dengan jaksa peneliti dari kejaksaan. Sehingga ketika kasus ini sudah masuk ke pengadilan, maka menjadi kasus yang kuat,” jelasnya.
Dengan demikian para pelaku TPPO bisa di hukum secara maksimal bukan lagi di hukum minimal, sambung politisi Fraksi Demokrat itu.
Kepada Bergelora.com dilaporkan juga, Komisi III melihat adanya persoalan infrastruktur yang dialami oleh mitra kerja Komisi III DPR RI di NTT. Seperti yang dialami oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTT yang menghadapi berbagai kendala dalam menjalankan tugasnya secara maksimal, karena wilayah NTT merupakan kepulauan.
“Labuan Bajo sebagai daerah destinasi wisata, potensi untuk bisa terpapar bahaya narkotikanya tinggi. Tetapi sampai sekarang belum ada kantor BNN-nya. Kami paham untuk membentuk satu kantor itu harus dengan persetujuan Kementerian PAN-RB,” ucap Erma.
Terkait jumlah Polres yang ada di NTT, Erma mengatakan bahwa dari 22 kabupaten kota, hanya ada 16 Polres. “Berarti masih ada kekurangan 5 Polres. Inilah yang harus menjadi perhatian ekstra buat kita,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Komisi III DPR RI juga ingin mendapatkan laporan tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap turis asing yang dilakukan oleh oknum warga di daerah Labuan Bajo.
“Kita tahu ini dampaknya buruk sekali bagi (sektor) pariwisata. Karena kalau kita sampai tidak bisa menjamin keamanan dari turis asing, maka bisa dipastikan bahwa banyak orang tidak akan tertarik datang ke daerah ini,” pungkas politisi dapil Kalbar itu. (Anton F.)