JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa Direktur PT Adaro Indonesia, Heri Gunawan, sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018–2023.
Pemeriksaan Heri dilakukan bersama dengan tujuh orang saksi lainnya pada Senin (04/08/2025), termasuk manajemen Pamapersada Nusantara Direktur Strategic Portofolio dan Pengembangan Usaha Pertamina periode 12 Juni 2020–28 Juni 2022 berinisial IR.
Mereka diperiksa dalam perkara tersebut atas nama tersangka Mantan SVP Integrated Supply Chain 2018-2020 Hasto Wibowo dan lain-lain.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna dalam siaran pers dikutip Bergelora.com di Jakarta, Kamis (14/8).
Itu kali kedua Heri dimintai keterangannya oleh kejagung.
Pada Senin, 28 April 2025, petinggi grup bisnis milik Boy Thohir itu telah hadir memenuhi panggilan Kejaksaan Agung sebagai saksi dalam kasus serupa.
Heri memberikan keterangan mengenai pembelian bahan bakar minyak untuk kegiatan operasional yang dilangsungkan secara grup, melalui proses tender yang kompetitif yang diikuti oleh Pertamina dan pemasok bahan bakar minyak lainnya, sejak 2015.
“Heri hadir dan memberikan keterangan yang diminta penyidik, meski tidak memahami korelasi antara kegiatan Perseroan dengan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah,” sebagaimana disampaikan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk dalam keterbukaan informasi.
Dalam perkara ini, Kejagung sudah menetapkan 18 orang tersangka, termasuk pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar mengatakan para tersangka diduga melakukan tindakan melawan hukum dalam pengadaan ekspor minyak mentah hingga praktik penjualan solar subsidi di bawah harga dasar kepada pihak swasta dan Badan Usaha Milik Negara.
“Setidaknya ada tujuh perbuatan melawan hukum dalam kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp285 triliun tersebut,” katanya dikutip Sabtu (12/7/2025).
Para tersangka dituduh melakukan penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan atau ekspor minyak mentah; penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan atau impor minyak mentah; penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan atau impor BBM; penyimpangan dalam pengadaan sewa kapal; penyimpangan dalam pengadaan sewa terminal BBM; penyimpangan dalam proses pemberian kompensasi produk pertalite; dan penyimpangan dalam penjualan solar nonsubsidi kepada pihak swasta dan pihak BUMN.
Atas beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung menaksir kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.
Klarifikasi Adaro
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Grup Adaro memberikan klarifikasi terkait pemanggilan Direktur PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) periode 2018–2025, Heri Gunawan (HG), oleh Kejagung.
Klarifikasi ini diberikan usai Bursa Efek Indonesia (BEI) turut menyoroti kasus tersebut.
Pemanggilan berlangsung pada Senin, 4 Agustus 2025, di mana HG hadir untuk memberikan kesaksian.
Manajemen Adaro Grup menyatakan, perusahaan bukan satu-satunya pihak yang diminta keterangan, melainkan juga terdapat sejumlah pembeli bahan bakar minyak (BBM) solar lainnya.
Dalam surat balasan kepada BEI, Selasa (12/8/2025), manajemen menjelaskan jika HG memenuhi panggilan penyidik sebagai bentuk kepatuhan hukum, meski tidak memahami keterkaitan kegiatan Adaro Indonesia dengan perkara tersebut.
Dalam pemeriksaan, HG menjelaskan bahwa pembelian BBM untuk operasional grup dilakukan melalui proses tender kompetitif yang diikuti Pertamina dan pemasok lainnya sejak 2015, dengan harga berpatokan pada Mean of Platts Singapore (MOPS) ditambah margin.
Adaro menegaskan pembelian BBM dilakukan tidak secara langsung, melainkan melalui entitas anak dengan kontrak terpisah. Perusahaan memastikan isu ini tidak berdampak pada keberlangsungan usaha, aspek hukum, maupun kondisi keuangan perseroan. (Web Warouw)