JAKARTA- Publik perlu diberi penjelasan tentang sistem pemilu terbuka terbatas. versi pemerintah yang terakhir yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI)-Perjuangan dan Partai Golkar sebagai sistem campuran adalah jalan tengah fanatisme penganut sistem terbuka dan sistem tertutup dengan kekurangan masing-masing. Demikian, Direktur Politik di Dalam Negeri, Ditjen Polpum, Kemendagri, DR. Drs. Bahtiar, M.Si kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (11/5)
Menurutnya, simulasi sistem terbuka terbatas yang diajukan pemerintah memberi peluang yang sama antara kinerja tiap calon legislatif (caleg) dan kinerja parpol secara kelembagaan dengan 3 cara penentuan kursi caleg terpilih.
“Jika yang coblos suara tiap caleg lebih besar dari yang coblos tanda gambar parpol maka suara yang coblos gambar di konversi menjadi suara caleg yang memiliki perolehan suara terbanyak pada dapil tersebut dan penentuan kursi berdasarkan suara terbanyak caleg,” ujarnya.
Sebaliknya menurutnya, jika yang coblos tiap caleg lebih kecil daripada yang coblos tanda gambar maka suara caleg tersebut dikonversi menjadi suara parpol dan penentuan caleg terpilih berdasarkan nomor urut.
“Jika yang coblos gambar dan yang coblos caleg jumlahnya sama maka suara di konversi menjadi suara caleg yang memiliki suara terbanyak dan penentuan kursi berdasarkan suara terbanyak,”
Dengan demikian keterbatasnya menurutnya adalah masih ada ruang keterpilihan berdasarkan nomor urut jika yang coblos gambar parpol lebih besar dari suara caleg.
“Selama ini parpol diperlakukan tidak adil karena sebanyak apapun yang coblos gambar parpol tidak ada nilai apapun karena secara otomatis, dengan sistem terbuka murni suara parpol tersedot menjadi suara caleg walaupun kinerja caleg tersebut lebih rendah dari kinerja parpol,” jelasnya.
Sistem terbuka terbatas menurutnya meningkatkan kinerja parpol secara kelembagaan dan kinerja caleg secara personil untuk meraih suara didapil masing.
“Penjelasan ini penting karena yangyg berkembang di publik tidak sama dengan konsep yang pemerintah ajukan terakhir dalam Pansus dan Panja DPR,” katanya.
Pilihan sistem pemilu yang tepat menurutnya adalah bagian dari upaya pembentuk Undang-Undang oleh DPR dan pemerintah untu mendorong kualitas Pemilu.
“Pilihan sistim Pemilu harus mampu mendorong penguatan sistem kepartaian. Jangan sampai sistem kepartaian dilemahkan,” tegasnya.
Publik menurutnya, harus diberi pemahaman yang berimbang bahwa perlu kecermatan dan kehati-hatian karena pilihan sistem pemilu yang keliru justru secara sistemik akan melemahkan sistem kepartaian yang pada akhirnya melemahkan sistem demokrasi dan sistem pemerintahan presidensial sesuai amanat konstitusi UUD 1945,” (Enrico N. Abdielli).