Oleh: Ratri W. Mulyani, CCPS*
Bagaimana vaksin dan obat palsu bisa sampai ke masyarakat? Vaksin dan obat palsu bisa sampai ketangan masyarakat ada yang peredarannya dengan metode penjualan secara online ada juga dengan penjualan langsung. Vaksin palsu yang ditemukan di Indonesia bulan Juni 2016 lalu,– beredar dengan mengunakan sarana dan prasana kesehatan yaitu dengan penjualan langsung.
Saat ini, vaksin dan obat sangat banyak dijual dengan mengunakan jasa online khususnya untuk obat obat life style misalnya obat kolestrol, obat darah tinggi, obat jantung obat kulit dan sebagainya. Khusus obat disfungsi ereksi dengan situs online penjualannya adalah yang paling banyak.
Berdasarkan sebuah operasi internasional termasuk di Indonesia tahun 2015 terdapat 23 situs diblokir oleh Menkoinfo. Sedangkan dalam tahun 2016 telah 300 situs diseluruh dunia yang diblokir karena menjual obat-obatan secara illegal yang sudah dipastikan diantaranya adalah obat palsu. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh WHO (World Health Organization),–obat palsu dan ilegal sebanyak 50% beredar melalui dari online.
Indonesia bukanlah satu-satunya yang melakukan pemberantasan obat palsu. Republik Rakyat China (RRC) negara yang diketahui sebagai “gudang pemalsuan” sudah pasti penindakan aparat dilakukan lebih banyak lagi. Tahun 2013, Polisi China menangkap lebih dari 1.300 orang yang menjual obat palsu di internet. Investigasi selanjutnya di 29 daerah provinsi di China, dan akhirnya penutupan 140 situs yang menjual obat-obatan ilegal melalui media online.
Bahkan untuk efek jera, pada tahun 2007 mantan Kepala Administrasi Makanan dan Obat RRC dihukum mati karena menerima suap sebesar USD 850 ribu. Bahkan dilakukan review terhadap 170.000 lisensi medis yang dikeluarkan selama menjabat, karena mengandung sarat korupsi dan nepotisme.
Modus beredarnya vaksin dan obat palsu lainnya adalah penjualan yang dilakukan kepada apotik, toko obat ataupun warung-warung dari seseorang yang biasa disebut ”freelancer”. Obat yang dibawa seorang freelancer tidak dapat dipertanggung jawabkan karena obat-obat yang dijual bukan dari sebuah Perusahaan Besar Farmasi (PBF) resmi dan obat dijual relatif lebih murah seperti yang terjadi pada peredaran vaksin palsu di Indonesia belakangan.
Saat ini pemerintah baru mengambil Langkah membentuk satgas yang terdiri dari Departemen Kesehatan melalui Dinkes dan BPOM dan POLRI. Seharusnya langkah kongkrit yang diambil adalah melibatkan beberapa pihak lain diantaranya, BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan), Kepolisian, Bea Cukai, Dinas Kesehatan setempat, YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Lembaga Perlindungan Anak dan juga lembaga investigasi yang terkait dengan kesehatan masyarakat dalam mendeteksi peredaran vaksin palsu. Karena peredaran vaksin palsu sudah berlangsung sangat lama dan mengurita. Kekehawatiran lain adalah bahwa sebenarnya di masyarakat juga beredar vaksin palsu yang berasal dari pihak-pihak lainnya bukan hanya dalam negeri tetapi juga vaksin impor palsu seperti banyak yang terdapat pada obat palsu yang berasal dari luar negeri atau biasa disebut pararel import.
Tugas Satgas
Satgas yang dibentuk harus bekerja super cepat bekerja mengantisipasi vaksin palsu yang masih beredar dipasaran baik di rumah sakit atau klinik di seluruh Indonesia dengan pemeriksaan secara intensif melalui dinas-dinas kesehatan setempat.
Satgas yang berada dilapangan dalam pemeriksaan harus benar-benar mengenali vaksin dari nomor kode kemasan vaksin asli (dari produsen asli), bentuk label dan juga warna cairan vaksin baik yang asli. Karena obat dan vaksin palsu yang dibuat secara illegal dengan sarana dan prasarana kesehatan yang tidak seharusnya, akan menghasilkan hasil kemasan yang tidak merata dan tidak standar. Sehingga dari kemasan saja akan mudah dikenali yang mana asli dan yang mana palsu.
Langkah Audit forensik seluruh data keuangan dan data penjualan seluruh pendistribusi vaksin juga adalah langkah yang utama Sehingga vaksin palsu dapat segera terdeteksi baik yang sudah digunakan maupun yang masih terdapat dipasaran. Dalam investigasi berdasarkan data penjualan vaksin yang didapatkan dari pemalsu yang dikhawatirkan adalah penjualan vaksin yang tidak tercatat. Karena manajemen pemalsu yang tidak rapi misalnya, tidak seperti Perusahaan Farmansi Besar (PBF) resmi.
Dalam penyelidikan oleh satgas, guna mendeteksi peredaran vaksin palsu tentu dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Karenanya harus komprehensif dan menyeluruh berdasarkan data dan berita acara perkara (BAP) dari pelaku-pelaku yang sudah tertangkap.
Berdasarkan data Badan Statistik Indonesia lebih kurang terdapat sejumlah 1.725 Rumah Sakit Umum, 503 Rumah Sakit Khusus dan 9.655 Puskesmas yang harus diperiksa. Belum lagi sarana kesehatan berupa klinik yang perijinannya didapat dari Dinas Kesehatan setempat. Di seluruh Indonesia juga terdapat ratusan klinik yang juga harus diperiksa. Jadi bisa dibayangkan dalam mendeteksi dan pemeriksaan vaksin palsu membutuhkan sarana dan prasarana serta waktu yang cukup.
Setelah investigasi pemerintah selesai, pemerintah wajib mengumumkan secara detail mana saja rumah sakit dan klinik yang pernah menggunakan vaksin palsu. Hal ini berguna untuk langkah pemerintah dan masyarakat selanjutnya dalam mengambil keputusan terutama untuk korban anak-anak yang telah mendapatkan vaksin palsu.
Semoga dengan ditemukannya vaksin palsu di masyarakat membuat pemerintah dan masyarakat semakin waspada terhadap obat dan vaksin palsu. Dalam hal ini pemerintah harus melakukan penguatkan peraturan terkait kebijakan pemberantasan obat dan vaksin palsu diikuti dengan pengaturan tentang pengadaan obat dan vaksin di Indonesia.
Pemerintah juga harus melaksanakan misinya melalui Kementerian Kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya kesehatan masyarakat yang merata, bermutu, dan berkeadilan. Selain itu pemerintah juga harus dapat Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan.
* Penulis adalah Praktisi Kesehatan Masyarakat