Sabtu, 5 Juli 2025

Ini Pakem Kejawen Presiden RI 2024: NoTo NaGoRo JoWo RaTu BuWoNo

Oleh: Doni Istyanto Hari Mahdi *

TINGGAL 1 pasangan Bakal Capres/Cawapres yang belum mendaftarkan diri ke KPU untuk mengikuti kontestasi Pilpres 2024, yaitu Pasangan Prabowo dan Gibran.

Sedangkan 2 Paslon yang lain, yaitu Anies – Muhaimin kemudian disusul Ganjar – Mahfud sudah mendaftarkan diri pada hari pertama pendaftaran Pasangan Calon yang akan mengikuti Pilpres 2024.

Strategi mendaftarkan diri pada hari terakhir penutupan pendaftaran Pasangan Calon dalam Pilpres 2024, mengikuti pakem cerita-cerita pewayangan, komik dan juga film-film Hollywood yang dikenal dengan pakem lakon menang kéri atau jagoan menang belakangan.

Hari terakhir pendaftaran Pilpres 2024 yaitu tanggal 25 Oktober 2023 jatuh pada Hari Rabu Wage.

Tonton Ramalan Joyoboyo oleh Doni Istyanto Hari Mahdi:

Kebetulan hari kelahiran Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto Djojohadikoesoemo adalah sama-sama hari Rabu Pon. Sehingga pemilihan waktu pendaftaran pada hari Rabu, sebenarnya merupakan suatu bentuk dan simbol penghormatan terhadap kepercayaan masyarakat Jawa, dimana untuk moment-moment penting dalam hidup seseorang biasanya diambil pada hari kelahiran yang bersangkutan.

Bentuk dan simbol penghormatan terhadap kepercayaan Jawa, adalah suatu hal vital dalam kehidupan politik di Indonesia, mengingat dalam komposisi penduduk Indonesia, suku Jawa adalah suku mayoritas yang memiliki jumlah sekitar 41,65% dari seluruh populasi di Indonesia.

Mempertimbangkan faktor kesukuan dalam Pilpres di Indonesia, merupakan suatu bentuk kecerdasan politik yang paripurna.

Faktor kesukuan adalah suatu kemanjuran politik (political efficacy) karena memiliki ikatan politik sekaligus hal yang dipertimbangkan sebagai karakteristik vital dalam masyarakat yang demokratis dan sangat mempengaruhi seorang pemilih dalam menentukan pilihannya dalam pilpres.

Sebagai contoh fenomena Haji Rawi (salah satu tokoh terkemuka dari etnis Madura) yang awalnya adalah salah satu pendukung pasangan Anies – Muhaimin (AMIN), meskipun Pasangan AMIN adalah Paslon yang pertama kali dideklarasikan dan secara teori memiliki modal 29,05% kursi di parlemen, pada saat Wakil dari Ganjar Pranowo diumumkan yaitu Prof. Mahfud MD, yang berasal dari suku Madura, seketika itu para pemilih dari etnis Madura, yang tadinya mendukung Pasangan AMIN langsung memutuskan untuk beralih mendukung pasangan Ganjar – Mahfud MD.

Gara-gara Mahfud MD dicalonkan menjadi Cawapres Ganjar Pranowo, maka Pasangan AMIN seketika kehilangan dukungan sekitar 3,37% yang adalah jumlah seluruh etnis Madura saja di Indonesia. Belum ditambah dengan faktor Mahfud MD sebagai loyalis GusDurian ditambah dengan faktor aktivis anti-korupsi.

Pada Pilpres 2024 mendatang, suku Madura bersama-sama sedang menciptakan sebuah sejarah baru di Indonesia, sehingga Paslon lain gak usah mimpi terlalu tinggi bisa menang Pilpres mengalahkan Pasangan Ganjar – Mahfud di Madura.

Secara teori Pasangan AMIN memperoleh dukungan 29,05% kursi di Parlemen, tetapi hampir di semua survey rata-rata perolehan suara dari Pasangan AMIN hanya 20%, ada selisih 9% tekor suara.

Pada 2014 saat pertama kali Partai NasDem ikut pemilu, Partai NasDem adalah parpol pertama yang mencalonkan Joko Widodo sebagai Calon Presiden 2014. Begitu juga pada Pemilu 2019, sekali lagi Partai NasDem mencalonkan Joko Widodo sebagai Capresnya. Sederhananya, perolehan suara NasDem 2014 dan 2019 sangat dipengaruhi oleh Jokowi effect.

Jokowi effect yang terjadi pada 2014, menginspirasi beberapa pihak untuk melembagakan organ-organ relawan Jokowi menjadi Partai Politik, maka hadirlah Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Uniknya oknum-oknum sentral yang membidani kelahiran Partai NasDem dan PSI, ternyata adalah orang-orang yang sama.

Karena keyakinan bahwa pada Pemilu 2024, yang adalah partisipasi kedua dari PSI akan mengalami sukses besar dalam pemilu, karena memanfaatkan Jokowi effect yang lebih masif, dengan cara menampilkan Kaesang Pangarep anak kandung Jokowi sebagai Ketua Umum PSI, maka Partai NasDem merasa perlu untuk mencari antitesa dari Jokowi, sebagaimana pengalaman dulu pada pilpres 2014 menghadirkan Jokowi, yang merupakan antitesa dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih dikenal dengan SBY.

SBY berasal dari militer, pendidikan S3 dan perawakan tinggi besar, maka antitesanya adalah Joko Widodo yang sipil, pendidikan S1 dan perawakan kurus-tinggi yang model-modelnya seperti Presiden Amerika Serikat yaitu Barrack Obama.

Seharusnya antitesa dari Jokowi adalah sosok militer, gelar akademiknya S3, postur tubuhnya kalaupun tidak bisa tinggi besar yang sebagai variasi gempal pun bisa, usianya pun kalo bisa tua seperti gambaran Presiden Amerika Serikat saat ini.

Apapun pertimbangannya, ternyata yang menjadi sosok Capres dari Partai NasDem bukan antitesa dari Presiden Joko Widodo, tetapi yang dihadirkan malah sosok yang anti-Jokowi yaitu Anies Rasyid Baswedan.

Sebenarnya agak aneh melakukan antitesa terhadap suatu pemerintahan dengan tingkat kepuasan rakyat kepada Presiden Jokowi yang mencapai angka lebih dari 80%.

Jokowi melakukan normalisasi sungai, sedangkan Anies naturalisasi sungai.

Jokowi sibuk menata kota, Anies sibuk menata kata.

Jokowi mau melanjutkan dan mempercepat pembangunan,
Anies ngotot hendak melakukan perubahan.

Sikap anti-Jokowi yang dipertontonkan secara vulgar itu, mau tidak mau menghadirkan sebuah bayangan buruk di benak Presiden Jokowi jika Ibu Kota Nusantara (IKN), bakal menjadi candi Hambalang yang kedua jika Anies terpilih menjadi Presiden RI.

Tidak mau hal itu yang terjadi, Jokowi bersikap tegas.

Presiden Jokowi yang tidak bisa mengintervensi kemandirian Yudikatif dalam penegakan hukum, dibuat bingung dengan berbagai langkah aparat penegak hukum dalam membongkar tindak pidana korupsi.

Kasus korupsi BTS kemenkominfo meledak, Menteri Kominfo sekaligus Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johny G. Plate ditetapkan oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka, kerugian negara Rp. 8 T lebih.

Saat ini, disaat rakyat Indonesia sedang sulit-sulitnya mencari rejeki yang halal, tontonan persidangan dalam kasus korupsi BTS ini, publik disuguhi bancakan duit puluhan miliar rupiah diantara para pelakunya.

Belum lagi selesai kasus BTS diputus dalam persidangan, disaat rakyat Indonesia sedang menikmati long weekend memperingati perayaan Maulid Nabi Muhammad, publik dikejutkan dengan penggeledahan di rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang berasal dari Partai NasDem oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

SYL diproses KPK, SYL melawan balik melaporkan Firli Bahuri sebagai tersangka pemerasan di Polda Metro Jaya. Foto pertemuan Firli Bahuri dan SYL di lapangan badminton beredar di publik. SYL ditangkap KPK, Firli Bahuri diproses di Polda Metro Jaya.

Belum juga SYL disidangkan karena kasus korupsi di kementan, Kejaksaan Agung tiba-tiba melakukan penggeledahan di Kementerian Perdagangan. Kasus yang dibidik adalah, kasus importasi gula rafinasi periode 2015-2023.

Jika dicermati dari periodisasi penyelidikan yang dilakukan dalam kurun waktu diatas, maka yang pernah menjabat menteri perdagangan secara berurutan adalah: Rahmad Gobel, Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita yang adalah politisi dari Partai NasDem.

Dilanjutkan kemudian oleh Agus Suparmanto dan Muhammad Lutfi dari jalur PKB, kemudian yang terakhir dan sampai saat ini menjabat sebagai menteri perdagangan adalah Zulkifli Hasan yang juga adalah Ketua Umum PAN.

Kasus-kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh para menteri yang berasal dari Partai NasDem, jelas menjadi biang kerok penurunan suara dari pasangan AMIN dan juga perolehan suara dari Partai NasDem.

Satu menteri dari Partai NasDem yang tersangkut korupsi seperti Johny G. Plate yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai, dampaknya sungguh luar biasa terhadap penurunan suara partai, apalagi ini ada dua orang petinggi dari partai NasDem, yang menjabat sebagai menteri sudah menjadi tersangka kasus korupsi, Johny G. Plate dan Syahrul Yasin Limpo.

Tidak pernah ada dalam sejarah politik di Indonesia, satu partai politik menjelang pemilu, dua orang kadernya yang sedang menjabat sebagai menteri pembantu Presiden, bersama-sama menjadi tersangka, yang satu diproses di Kejaksaan Agung dan satunya lagi di KPK.

Bayangkan saja jika dalam dugaan kasus korupsi gula rafinasi mendatang yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung, ternyata muncul lagi kader partai sebagai tersangka.

Ada tiga orang mantan menteri perdagangan dari Partai NasDem yaitu: Rahmad Gobel, Tom Lembong dan Enggartiasto Lukita. Apakah salah satu dari mereka, atau salah dua atau malah ketiga-tiganya sekaligus, persis seperti menonton serial drama korea. Tapi ini kasus korupsi. Atau malah ketiganya tidak terlibat dugaan tindak pidana korupsi dinkementerian perdagangan pada rentang tahun 2015-2022 dan menyasar sosok dari partai yang lain.

Ada lagi Agus Suparmanto dari PKB dan Muhammad Lutfi yang pernah menjadi menteri perdagangan RI pada rentang tahun 2015-2022.

Pengalaman Partai Amanat Nasional (PAN) dalam pertarungan politik berhadapan dengan Koalisi Pendukung Jokowi pada 2014 dan 2019, dapat menjadi pelajaran berharga.

Sebelum berhadapan dengan Jokowi, PAN memiliki 8 kursi DPR RI di Jawa Tengah. Hasil akhir setelah berhadapan dengan Jokowi pada pemilu 2019, kursi PAN di Jawa Tengah hilang seluruhnya alias mendapatkan “nol” kursi.

Pada 2019 itu kekuasaan Jokowi menjadi Presiden RI baru satu periode atau 5 tahun pemerintahan, sekarang ini kekuasaan Jokowi sebagai Presiden RI sudah 9 tahun.

Dalam upacara 17 Agustus 2023 di istana negara kemarin, Presiden Joko Widodo mengenakan baju daerah Ageman Songkok Singkepan Ageng. Ageman ini dipakai oleh para raja Pakubuwono Surakarta Hadiningrat dalam acara Enggar Eggar soho Tedhak Loji.

Enggar Eggar soho Tedhak Loji adalah sebuah acara di mana raja keluar dari keraton menaiki kereta kuda dan dikawal perangkat keraton untuk terjun langsung melihat kondisi masyarakat.

Diiringi 2 buah lagu yang dibawakan oleh Putri Ariani yang berjudul “Melati Suci” gubahan dari Guruh Soekarnoputra dan lagu “Rungkad” karya Vicky Prasetyo seorang warga dari Kabupaten Bantul.

Penafsiran dari simbol-simbol pesan yang ingin disampaikan oleh Presiden Jokowi, sebagai seorang politisi Jawa adalah demi memastikan Indonesia lolos dari jebakan “middle income trap” dan masuk kedalam jajaran negara-negara maju di dunia, dimana kesempatan itu hanya akan hadir satu kali dalam sejarah sebuah bangsa, maka Presiden Jokowi sendiri sebagai Panglima Tertinggi yang akan turun langsung memimpin pertarungan politik pada 2024, menghabisi anasir-anasir asing yang hanya menghendaki Indonesia sebagai “negara budak, bodoh dan melarat”, dengan semangat sebagaimana digambarkan dalam lirik lagu Rungkad yaitu “…entek-entekan…” atau pertarungan habis-habisan. Perang Puputan.

Namun disaat yang sama, penafsiran pesan dari lagu yang pertama adalah Presiden Jokowi tetap mengingat rasa hormat dan cintanya kepada Presiden Prof. Dr. Hj. Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri dengan mengambil simbol lagu “Melati Suci”, lagu yang digubah oleh Guruh Soekarnoputra sebagai sebuah penghormatan kepada ibu Fatmawati Soekarno, ibu negara Indonesia yang pertama.

Presiden Jokowi seakan ingin menyampaikan, bahwa dirinya tidak pernah terbersit untuk memulai apalagi membuka ruang konfrontasi dengan PDI Perjuangan, apalagi dengan Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umumnya.

Dari tiga pasangan calon dalam pilpres dua calon yaitu Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran bertekad melanjutkan program pemerintahan Presiden Jokowi. Sedangkan pasangan Anies-Imin menggaungkan slogan perubahan.

Koalisi Ganjar-Mahfud dan Prabowo Gibran akan bersatu kembali untuk membentuk suatu koalisi pemerintahan, sedangkan koalisi Anies-Imin akan berada di luar pemerintahan sebagai oposisi.

Dari dua pasangan yang akan berada di pemerintahan yaitu Ganjar-Mahfud dan Prabowo-gibran, siapakah yang akan memenangkan Pilpres 2024?

Siapapun yang akan menjadi Presiden RI dan memimpin Indonesia, namanya terikat dalam urutan nama pakem Jawa yang berbunyi:
NoTo NaGoRo JoWo RaTu BuWoNo
yang artinya menata negara agar Jowo atau Indonesia saat ini menjadi Pemimpin dunia.

Urutan Namanya adalah:
No untuk SoekarNO
To untuk SuharTO

Na untuk 2 nama Presiden, karena nama Presiden Habibie dan Abdurahman Wahid itu bukan asli nama Jawa, tetapi nama-nama serapan dari bahasa Arab. Untuk itu dilakukan pendekatan dalam arti dan cara penulisan namanya.
Habibie yang artinya cinta atau TresNO dalam bahasa Jawa.
Cara penulisan Arab ditulis dari kanan ke kiri sehingga nama Abdurahman itu tertulis menjadi NAmharudbA

Sehingga untuk NA ditujukan untuk Presiden Habibie dan Presiden Abdurahman Wahid.

Setelah NoTo Na kemudian berurutan nama Presiden berikutnya menggunakan Go yaitu MeGOwati, Presiden perempuan pertama di Indonesia.

Setelah NoTo NaGo kemudian diikuti oleh Ro, sedangkan nama Presiden berikutnya adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Keadaan yang paling manusiawi dalam melakukan pendekatan ini adalah jika terjadi slip of tounge dalam pengucapan ataupun keadaan cadel tidak jelas dalam mengucapkan huruf R sehingga kata NaGoRo saat diucapkan menjadi NaGoLo. Itulah mengapa Presiden setelah MeGo adalah SusiLO.

Setelah itu NoTo NaGoRo kemudian diikuti oleh JoWo, setelah SusiLO dilanjutkan oleh JOko Widodo, Presiden ke-7.

Sampailah kepada Presiden ke-8 yangbakan dipilih pada Pilpres 2024 mendatang adalah yang namanya mengandung suku kata Wo, ada dua orang yang dalam namanya memiliki suku kata WO, yaitu PraboWO dan Ganjar PranoWO.

Maka kita harus kembali kepada ciri-ciri Presiden sebelumnya dalam pakem NoTo NaGoRo JoWo RaTu BuWoNo, yaitu

Dalam kata NoTo ditemukan jika:
SoekarNO adalah sipil
SuharTO adalah militer

Dalam kata NaGoRo ditemukan bahwa:
Habibie, Abdurahman dan Megawati adalah sipil
SusiLO adalah militer

Demikian pula dalam kata JoWo akan diikuti juga dengan:
JOko Widodo adalah sipil, sehingga
WO berasal dari militer, yaitu PraboWO.

Dengan demikian menurut pakem Jawa telah menuntun kita mengenali siapa yang akan menjadi Presiden Indonesia ke-8 insyallah adalah PraboWO Subianto Djojohadikoesoemo.

NoTo NaGoRo JoWo RaTu BuWoNo.

Bagaimana menurut anda?

*Penulis Doni Istyanto Hari Mahdi, pengamat politik dan intelejen intelejen

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru