PALU – Direktur Celebes Institute Sulawesi Tengah, Adriany Badrah mendorong semua pihak, khususnya pemerintah daerah agar tidak lagi menjadikan alam sebagai obyek utama yang harus selalu dieksploitasi demi dan atas nama pembangunan dan pengembangan kawasan kota.
Pasalnya, bercermin dari model dan pendekatan pembangunan yang dilakukan selama ini, semua itu nampak tidak ada artinya. Jauh dari pendekatan mitigasi bencana. Dan jika kita ingin jujur semua itu terbukti keliru.
Bencana gempa, tsunami dan likuifaksi 28 September 2018 menjadi bukti sejarah betapa model pemerintah daerah melalaikan semua catatan sejarah dan hasil kajian ahli terkait potensi bencana di Sulawesi Tengah, sebut Adriany.
“Bencana dan duka mendalam ini menyadarkan kita bahwa menjadikan alam sebagai sahabat hidup merupakan sesuatu yang tidak bisa didebat lagi, dengan alasan apa pun. Terlebih jika hal tersebut terkait dengan rekonstruksi dan penataan pembangunan kota pasca bencana. Saya kira kunci utamanya ada di pemerintah daerah; gubernur, Walikota dan Bupati,” sebut Adriany.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, menurutnya, salah satu hal yang penting didorong dari sekarang adalah Gerakkan Tanam Bakau di sepanjang kawasan pesisir pantai Teluk Palu. Gerakkan Tanam Bakau ini dipandang penting dilakukan karena dari banyak aspek banyak manfaatnya.
“Semua kita pasti tahu itu tapi selama ini diindahkan karena lemahnya perspektif mitigasi bencana di para pemangku kebijakan daerah,” sebut Adriany.
Oleh karenanya ia berharap Gerakan Tanam Bakau ini bisa segera direspon oleh pemerintah daerah, sehingga bisa segera direalisasikan.
Selain itu, Adriany juga mengatakan, Gerakkan Tanam Bakau ini dapat diintegrasikan ke dalam program pembangunan dan penataan kawasan, tentunya melalui pendekatan sistem mitigasi bencana sebagai landasan utamanya.
“Sehingga tidak sekedar jadi program’an sich tapi menjadi kebutuhan bersama, tutup Adriany,” katanya. (Lia Somba)