JAKARTA- Aktivis Lintas Angkatan mulai gerah melihat gelagat Polri tidak ada niat serius lakukan reformasi dalam tubuh Polri. Untuk itu mereka telah melayangkan surat kepada DPR RI, Jumat 9 September 2022 meminta diselenggarakan publik hearing terbuka.
Dalam kesempatan itu para aktivis akan menyampaikan bukti ketidakseriusan Polri dalam melakukan reformasi walaupun saat ini lembaga tersebut sedang mengalami pembusukan.
“Fenomena mabes dalam mabes merupakan ancaman institusional Polri sebagai garda keamanan masyarakat,” Ucap Penasehat Jaringan Aktivis Lintas Angkatan (JALA), Indro Tjahyono.
Indro Tjahyono adalah aktivis 1978, anti kediktaktoran Militer Orde Baru. Pleidoinya dikenal berjudul ‘Di Bawah Sepatu Lars’
Sedang Jumhur Hidayat selaku koordinator JALA dihubungi secara terpisah mengatakan, niatan tersebut didasari oleh masukan sebagian besar aktivis dan pegiat masyarakat pun juga kalangan akademisi agar prahara Sambo ini bisa dijadikan momentum untuk menata ulang Polri agar benar-benar kembali sebagai pengayom rakyat.
Secara langsung surat diantar oleh sekretaris JALA In’AM eL Mustofa dan Penasehat JALA Indro Tjahyono.
Polri senyatanya memang harus segera berbenah karena memang diduga kuat banyak terlibat dalam politik praktis dan bisnis yang menguntungkan segelintir orang.
“Dua hal tersebut tampaknya harus segera diwujudkan agar Polri netral,” Ujar In’AM.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo curhat sulitnya menaikan citra Polisi dan tiba-tiba harus terjun bebas karena kasus Ferdy Sambo.
Curhat Kapolri terkait citra kepolisian itu disampaikan kepada jurnalis senior Harian Kompas Budiman Tanuredjo yang tayang di Kompas Tv Kamis (8/9/2022).
Kapolri mengatakan bahwa peristiwa penembakan yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo itu menjadi pukulan berat untuk institusi Polri.
Apalagi, kasus tersebut terjadi saat Polri tengah memperbaiki citra di tengah masyarakat.
Listyo pun curhat tentang prosesnya yang menjadi Kapolri dan menjabat selama beberapa tahun di institusi tersebut.
Kata Listyo, saat ia masih menjalani fit and proper test di DPR RI, citra Kepolisian ada di angka 74 persen.
Kemudian, ia melaksanakan berbagai program transformasi Polri usai dilantik menjadi Kapolri.
Program tersebut kata Listyo diawali dari mendengar aspirasi masyarakat. Citra kepolisian pun kata Listyo akhirnya naik menjadi 76 persen.
Kata Listyo, kenaikan 2 persen itu bukannya mudah. Dibutuhkan kerjasama semua pihak di institusi Polri mulai dari bawah hingga atas.
“Angka naik ke 76 persen itu pekerjaan berat, dan ini dilakukan oleh kita semua dari atas sampai bawah bareng-bareng,” curhat Listyo.
Namun kata Listyo, saat kasus Ferdy Sambo terjadi, citra kepolisian merosot tajam menjadi 54 persen.
Maka dari itu kata Listyo, peristiwa Ferdy Sambo merupakan pukulan berat bagi institusi kepolisian.
“Begitu ada peristiwa sambo turunnya luar biasa jadi 54 persen dan ini pukulan buat kita,” ucapnya.
Listyo juga mengungkapkan bahwa tidak mudah mengungkap kasus yang melibatkan jenderal bintang dua kepolisian itu.
Selain memiliki pengaruh besar, di awal Ferdy Sambo juga menyusun sejumlah skenario terkait keterlibatannya dalam pembunuhan terhadap Brigadir J. (Web Warouw)