JAKARTA – Komnas HAM meminta keterangan kepada sejumlah pihak, termasuk penyidik dari TNI, terkait kasus mutilasi warga Papua yang melibatkan sejumlah prajurit. Komnas HAM mendapat informasi soal penjualan amunisi yang melibatkan anggota TNI pada 2019 dan kini sudah diproses hukum.
“Ada informasi adanya praktik penjualan amunisi oleh anggota Brigif R 20/IJK/3 pada 2019. Tetapi informasi ini, ada jual beli amunisi ini sudah ada proses penegakan hukumnya oleh TNI,” kata komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Selasa (20/9/2022).
Beka juga menjelaskan anggota TNI yang terlibat kasus mutilasi warga Papua memiliki rekam jejak buruk. Selain itu, ada pelaku yang disebut mempunyai senjata rakitan.
“Dari TNI pokoknya menerangkan informasi antara lain informasi soal pelaku anggota TNI memiliki catatan pelanggaran disiplin. Jadi, sebelum peristiwa mutilasi ini, pelaku ada yang sudah mendapat atau kemudian memiliki record buruk soal pelanggaran disiplin. Terus juga ada informasi pelaku anggota TNI memiliki senjata rakitan,” ujar Beka.
Lebih lanjut, Komnas HAM menduga ada tindakan penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan merendahkan martabat manusia hingga hilangnya nyawa di kasus mutilasi tersebut.
“Ini yang penting menjadi highlight dari Komnas adalah informasi dugaan penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan merendahkan martabat manusia sampai hilangnya nyawa. Jadi ada dugaan penyiksaan, kekerasan, dan juga perlakuan lain yang merendahkan harkat dan martabat manusia,” kata Beka.
Beka mengatakan tim Komnas HAM sudah melakukan sejumlah tindakan di kasus mutilasi warga Papua. Komnas HAM sudah meninjau beberapa lokasi terkait kasus mutilasi warga Papua.
Selain itu, kata Beka, Komnas HAM memeriksa sejumlah pihak di kasus mutilasi warga Papua. Mereka yang dimintai keterangan mulai penyidik dari polisi, penyidik TNI, hingga keluarga korban.
“Permintaan keterangan dan informasi hingga laporan ini disusun tim pemantau dan penyelidikan telah memeriksa sembilan belas orang saksi,” ujar Beka.
Pemeriksaan juga dilakukan kepada sejumlah pelaku yang terdiri atas anggota TNI dan pelaku sipil. Saat ini satu orang pelaku juga masih jadi buron.
“Terus kemudian enam orang pelaku anggota TNI dan tiga orang pelaku sipil, jadi kan ada 10 ya. Enam anggota TNI dan tiga warga sipil. Satunya, Saudara Roy, masih DPO sampai saat ini,” ujar Beka.
Bisnis Minyak
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Komnas HAM menemukan pelaku mutilasi di Mimika memiliki tempat khusus untuk berkumpul menjalankan bisnis minyak atau solar yang disebut dengan Mako.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, awal mulanya Komnas HAM mengetahui adanya markas tersebut setelah mengikuti proses rekontruksi yang dilakukan oleh penyidik.
“Tim Komnas HAM RI Perwakilan Papua hadir langsung dalam proses rekonstruksi pada hari Sabtu, 3 September 2022. Rekonstruksi menghadirkan sembilan pelaku dengan mempraktikkan 50 adegan di TKP, termasuk yang disebut sebagai Mako,” ujar Beka di Kantor Komnas HAM, Selasa (20/9/2022).
Markas tersebut berada di bengkel las dan penampungan solar di Nawaripi milik salah satu pelaku pembunuhan.
“Ini Mako ini tempat berkumpulnya para pelaku untuk juga melakukan bisnis,” tutur dia.
Beka juga menerangkan, terdapat salah satu pelaku yang masih dalam buron yakni Roy Marten Howay.
“Ada beberapa adegan dalam rekonstruksi yang kemudian mengarahkan pada peran Saudara Roy Marten Howay yang saat ini statusnya masih DPO dari pihak kepolisian,” pungkasnya. (Web Warouw)