JAKARTA- Sebanyak tujuh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara diduga terlibat dalam upaya menggelembungkan perolehan suara Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Kasus ini mencuat saat kubu AMIN tengah melakukan upaya gugatan sengketa pemilu di Mahmakah Konstitusi (MK)
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sinta Dewi Napitupulu mengungkap bagaimana modus 7 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tapteng menggelembungkan suara Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada Pemilu 2024.
Sinta menjelaskan, mulanya para pelaku ini dengan sengaja membatasi masyarakat, saksi dan petugas partai untuk mendekati tempat pemungutan suara (TPS) 02, di Desa Muara Ore, Kecamatan Sirandorung, Kabupaten Tapanuli Tengah.
“Jadi mereka kasih batas agar masyarakat tidak bisa masuk ke areal TPS saat penghitungan suara. Dari situ kemudian dilaporkan ke Bawaslu, dan saat tim tiba di sana, proses penghitungan suara sudah selesai mereka lakukan,” kata Sinta pada, Senin (14/3/2024).
Berdasarkan hasil C1 plano TPS, tertulis jika pasangan Anies dan Muhaimin menang dengan perolehan suara 315 suara.
Sementara pasangan presiden nomor urut 02 dan 03 tidak mendapatkan suara sama sekali.
Sinta mengatakan, dari jumlah DPT yang tertera di C1 hasil plano, Bawaslu menemukan adanya perubahan data yang mengarah pada kecurangan pemilu.
“Karena di C1 plano suara paslon 01 mendapatkan 315 suara, sementara DPT di TPS 02 hanya 215. Dari situ kami mulai curiga dan kemudian kami memberi rekomendasi kepada KPU agar melakukan penghitungan suara ulang,” lanjut Sinta.
Atas usulan itu, KPU Kabupaten Tapteng kemudian melakukan penghitungan suara ulang di Kantor Kecamatan Sirandorung.
Hasilnya, ditemukan perbedaan data yang signifikan.
Dari hasil penghitungan ulang, paslon 01 hanya mendapatkan 37 suara.
Sementara paslon 02 Prabowo dan Gibran mendapatkan 102 suara dan paslon 03 Ganjar dan Mahfud mendapatkan 19 suara.
“Dari situ kami ketahui adanya kecurangan. Sebenarnya untuk Kecamatan Sirandorung ada 3 TPS yang kami lakukan penghitungan ulang. Dan di TPS 02 kami temukan kecurangan dan kemudian kami proses di Gakkumdu. Sekarang 7 anggota KPPS sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian atas laporan masyarakat dan temuan Bawaslu di lapangan,” kata Sinta.
Identitas Pelaku
Adapun identitas para pelaku yang menggelembungkan suara Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yakni:
Triwono Gajah (34),
Sulastri Novalina Siregar (22),
Rudi Kartono Lase (27),
Nunut Suprianto Simamora (21),
Bikso Hutauruk (23),
Abwan Simanungkalit (50), dan
Doni Halomoan Situmorang (21).
Ketujuh pelaku ini sekarang tengah diburu polisi.
Mereka melarikan diri ketika dipanggil polisi yang berdinas di Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk diklarifikasi ulang.
Saat diinterogasi di awal pengungkapan, para pelaku ini sempat berdalih tidak ada melakukan pecurangan.
“Mereka tidak mengakui jika melakukan kecurangan dan bilang ya ada kelalaian,” kata Ketua Bawaslu Tapteng Sinta Dewi Napitupulu.
Selain menggelembungkan suara calon presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, para pelaku juga mengubah perolehan suara calon Anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten Kota.
Para pelaku mengubah suara tidak sah menjadi sah pada surat suara pemilihan DPRD Kabupaten dan DPRD Sumut.
“Untuk suara DPRD Provinsi dan Kabupaten yang diubah itu dari suara tidak sah menjadi sah,” kata Sinta.
Namun, Sinta tak menjelaskan lebih lanjut siapa calon Anggota DPRD yang diuntungkan dalam kecurangan ini.
Meski kini berstatus buron, empat dari tujuh tersangka itu diketahui bekerja di sebuah perusahaan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah.
“Jadi kami sedang berkirim surat kepada perusahaan tersebut,” ujar Sinta.
Ada pun tujuh anggota KPPS pelaku kecurangan itu dipersangkakan atas Pasal 532 junto 554 UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang pemilihan umum.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran Pemilu berupa penambahan jumlah pemilih yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia.
Hal tersebut diungkap Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro.
Penetapan tersangka itu atas dasar Laporan Polisi Nomor: LP/B/60/II/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 20 Februari 2024.
Lalu Surat Perintah Kabareskrim Polri Nomor: Sprin/1635/II/RES.1.24./2024/Bareskrim, tanggal 28 Februari 2024.
Gelar perkara tersebut kemudian dilakukan pada 28 Februari 2024.
“Menambah jumlah yang sudah ditetapkan ditambah lagi jumlahnya. 7 tersangka (per hari ini),” ujar Djuhandani, Kamis (29/2/2024).
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, ia menuturkan, untuk enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka atas atas dugaan tindak pidana Pemilu berupa dengan sengaja menambah atau mengurangi daftar pemilih dalam Pemilu setelah ditetapkannya daftar pemilih tetap dan/atau dengan sengaja memalsukan data dan daftar pemilih.
Sedangkan tersangka lain atas dugaan tindak pidana Pemilu dengan sengaja memalsukan data dan daftar pemilih.
“Terjadi di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia dalam kurun waktu sekitar tanggal 21 Juni 2023 sampai dengan sekarang,” kata Djuhandani.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu)