JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memerintahkan empat kementerian untuk mengkaji sejumlah opsi dan skema penyelamatan pekerja raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dari ancaman PHK usai dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Keempat kementerian yang dimaksud yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Tenaga Kerja.
“Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi, Jumat (25/10).
Menurut Agus, prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan perusahaan agar tetap memiliki penghidupan.
“Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK,” ujarnya.
Pada Rabu (23/10), PN Semarang memutus pailit Sritex setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditor perusahaan tekstil tersebut.
Salah satu debitur PT Sritex, yakni PT Indo Bharat Rayon, mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian atas kesepakatan penundaan kewajiban pembayaran utang pada 2022.
“Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada Januari 2022 lalu,” kata Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Jawa Tengah.
Atas putusan itu, perusahaan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
GM HRD Sritex Group Haryo Ngadiyono menyebut operasional perusahaan masih berjalan hingga hari ini, meski ada putusan pailit.
“Hari ini sudah melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung,” ujar Haryo di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, Jumat (25/10).
Dalam permohonan kasasi tersebut, pihak Sritex menjelaskan para karyawan masih bekerja dan manajemen belum akan mengambil langkah PHK.
“Tidak akan melakukan PHK massal manakala kondisi ini masih bisa dilakukan upaya hukum tadi (kasasi). Karena bukan perusahaan (Sritex) yang mempailitkan, ini kan perusahaan masih jalan, yang mempailitkan pihak ketiga. Tentu ada upaya-upaya untuk penyelesaian masalahnya,” terang Haryo.
Putusan Pailit
Raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. Sritex diketahui harus menanggung utang menggunung dan kesulitan melunasinya.
Raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. Sritex diketahui harus menanggung utang menggunung dan kesulitan melunasinya.
Keputusan Sritex pailit itu berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor padai Senin 21 Oktober.
Perusahaan yang berbasis di Sukoharjo ini digugat pailit oleh vendornya PT Indo Bharta Rayon karena polemik utang yang belum terbayarkan.
Adapun perkara ini telah didaftarkan sejak 2 September 2024. Sritex bersama dengan perusahaan afiliasinya, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dianggap telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon.
Rugi dan Utang Menggunung
Banyak publik yang mungkin terkejut dan belum percaya bagaimana perusahaan tekstil terintegrasi terbesar di Asia Tenggara ini bisa dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Utang yang menggunung selama bertahun-tahun disebut-sebut jadi penyebab utama rontoknya bisnis raksasa tekstil ini. Sritex pailit karena harus menanggung utang pokok plus bunga yang besar, sementara pendapatannya seret.
Melansir laporan keuangan terbaru perseroan, yakni Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024 yang dirilis perusahaan, total utang Sritex mencapai 1,597 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600).
Jika dirinci, utang jumbo yang ditanggung Sritex ini meliputi utang jangka pendek sebesar 131,41 juta dollar AS, dan utang jangka panjang 1,46 miliar dollar AS.
Untuk utang jangka panjang, porsi terbesar adalah utang bank yang mencapai 809,99 juta dollar AS, lalu disusul utang obligasi sebesar 375 juta dollar AS. Di sisi lain, aset perusahaan juga mengalami penurunan.
Per 30 Juni 2024, perusahaan mencatatkan aset 617,33 juta dollar AS, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni 648,98 juta dollar AS. Dengan demikian, jumlah aset perusahaan jauh di bawah kewajiban yang ditanggung Sritex.
Keuangan Sritex yang berdarah-darah dengan tanggungan utang sangat besar ini, semakin diperparah dengan penjualan perusahaan yang sempoyongan. Masih merujuk pada laporan keuangan terbarunya, perusahaan hanya bisa mencatatkan penjualan sebesar 131,729 juta dollar AS pada semester I 2024, turun dibandingkan periode yang sama pada 2023 yakni 166,9 juta dollar AS. Di sisi lain, beban penjualannya lebih besar yakni 150,24 juta dollar AS. Artinya, uang yang masuk dari penjualan tekstil tak mampu menutupi ongkos produksinya. Sepanjang semester pertama 2024, Sritex praktis mencatat rugi sebesar 25,73 juta dollar AS atau setara dengan Rp 402,66 miliar.
Sementara pada tahun 2023, Sritex juga menderita kerugian sangat besar yaitu 174,84 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,73 triliun. Di tahun 2022 Sritex juga merugi 391,56 juta dollar AS, bahkan di 2021 perusahaan ini merugi hingga 1,06 miliar dollar AS.
Terkait dengan kondisi di PT Sritex, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku bakal mempelajari masalah yang terjadi. Termasuk isu yang menyebut perusahaan itu bangkut.
“Itu harus kita pelajari mengapa bangkrut,” kata Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
Ia menuturkan, Kemenperin akan melihat model bisnis yang dijalankan perusahaan berkode saham SRIL tersebut. Agus ingin mempelajari masalah Sritex bangkrut murni karena masalah industri tekstil atau masalah lain yang dihadapi kantor pusat.
Nasib Buruh Sritex
Setelah dinyatakan pailit, masa depan ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menjadi perhatian utama, terutama terkait kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pembayaran pesangon.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi memaparkan beberapa skenario yang mungkin terjadi berdasarkan pengalamannya menangani perusahaan yang mengalami kepailitan.
Menurut Ristadi, ada dua skenario utama yang mungkin terjadi terhadap karyawan Sritex.
Yang pertama, karyawan akan tetap dipekerjakan. Namun, mereka akan dianggap sebagai pegawai baru dengan masa kerja yang dimulai dari nol atau dengan sistem kontrak.
“Yang pertama, jika pemilik baru memutuskan untuk melanjutkan usaha yang sama, biasanya pekerja existing akan dipekerjakan kembali. Namun, hubungan kerja mereka akan direset, artinya masa kerja sebelumnya tidak dihitung,” ungkapnya pada Jumat (25/10).
Kemungkinan kedua yang lebih mengkhawatirkan; pemilik baru Sritex tidak menggunakan tenaga kerja existing.
“Mereka mungkin memilih mempekerjakan fresh graduate, pekerja baru yang lebih muda. Ini tentu berdampak pada PHK bagi pekerja lama,” lanjutnya.
Persoalan pesangon juga menjadi perhatian besar dalam kasus pailit ini. Berdasarkan data yang dimiliki KSPN, Sritex memiliki utang sekitar Rp25 triliun..
“Selisih utang ini menyebabkan ancaman besar bahwa pekerja yang ter-PHK tidak akan mendapatkan pesangon sesuai aturan yang berlaku,” ujar Ristadi.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan pengalamannya menangani kasus serupa, seringkali pekerja hanya menerima sekitar 2,5 persen dari pesangon yang seharusnya.
“Ini sangat memprihatinkan. Bahkan, dalam beberapa kasus, ada pekerja yang tidak menerima pesangon sama sekali, yang akhirnya memicu aksi unjuk rasa untuk menuntut hak mereka,” katanya.
Saat ini, sekitar 20 ribu pekerja di Sritex Group terancam PHK, dan menurut Ristadi, secara bertahap sudah ada sekitar 5.000 pekerja yang telah diberhentikan.
“Namun, belum ada kepastian apakah mereka sudah menerima pesangon atau tidak. Kami masih mendalami hal ini,” ujarnya.
Dengan situasi finansial Sritex yang semakin sulit, nasib ribuan karyawan masih tergantung pada keputusan lebih lanjut dari pihak manajemen dan kurator.
Sritex sendiri mengajukan kasasi atas putusan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
GM HRD Sritex Group Haryo Ngadiyono menyebut operasional perusahaan masih berjalan hingga hari ini, meski ada putusan pailit.
“Hari ini sudah melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung,” ucapnya di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, Jumat (25/10) dikutip Detik Jateng.
Dalam permohonan kasasi, pihak Sritex menjelaskan para karyawan masih bekerja dan manajemen belum akan mengambil langkah PHK.
“Tidak akan melakukan PHK massal manakala kondisi ini masih bisa dilakukan upaya hukum tadi (kasasi). Karena bukan perusahaan (Sritex) yang mempailitkan, ini kan perusahaan masih jalan, yang mempailitkan pihak ketiga. Tentu ada upaya-upaya untuk penyelesaian masalahnya,” ujar Haryo.
PHK Karyawan
Kepada Bergelora.com di jakarta dilaporkan, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Indah Anggoro Putri merespons status prusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang baru-baru ini dinyatakan jatuh pailit.
Indah meminta PT Sritex dan anak-anak perusahaannya tidak buru-buru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan. Penundaan PHK disarankan hingga ada putusan Mahkamah Agung (MA) soal status perusahaan asal Sukoharjo, Jawa Tengah itu.
“Kemnaker meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaannya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga agar tidak terburu-buru melakukan PHK kepada pekerjanya, sampai dengan adanya putusan yg inkrah atau dari MA,” ujar Indah dalam pernyataannya sebagaimana dilansir pada Kamis (24/10/2024).
“Kemnaker meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaannya untuk tetap membayarkan hak-hak pekerja terutama gaji/upah,” tegasnya.
Selain itu, Indah meminta agar semua pihak terkait, yaitu menejemen dan serikat pekerja di PT Sritex dan anak perusahaan tetap tenang dan menjaga kondusifitas perusahaan.
“Serta segera menentukan langkah-langkah strategis dan solutif untuk kedua belah pihak. Utamakan dialog yang konstruktif, produktif dan solutif,” tambah Indah. (Enrico N. Abdielli)