JAKARTA – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto tetap tegas menolak adanya diskriminasi kebijakan negara mitra dagang melalui European Union Deforestation – Free Regulation (EUDR) dan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Menurut Airlangga, kebijakan dari Uni Eropa tersebut dapat mengganggu upaya Indonesia memitigasi perubahan iklim. Di samping itu, Indonesia juga telah berkomitmen dan terikat dalam Paris Agreement dan UN 2030 Sustainable Development Goals (SDGs) agenda.
“Kemarin dalam kunjungan di Uni Eropa, kita melihat bahwa komoditas kelapa sawit, kopi, kakao, sapi, rubber dan timber itu juga dikenakan diskriminasi melalui EUDR, serta selanjutnya juga akan ada pemberlakuan yang namanya CBAM yang akan dilakukan di tahun 2026. Industri besi dan baja akan jadi subjek kebijakan itu,” kata Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu.(7/6)
Hal itu ia sampaikan dalam forum diskusi Bisnis Indonesia Green Economy Forum 2023: Realizing Sustainable Growth through Green Economy Commitment yang digelar secara daring pada Rabu.
Kebijakan EUDR merupakan rancangan regulasi Uni Eropa yang bertujuan mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap tujuh komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk kelapa sawit.
Kewajiban tersebut sebagai upaya membuktikan bahwa barang yang masuk pasar Uni Eropa merupakan barang yang bebas dari deforestasi.
Sedangkan kebijakan CBAM merupakan kebijakan Uni Eropa yang memberlakukan para importir besi dan baja Uni Eropa harus dikenakan kewajiban tambahan untuk membayar tarif pajak karbon sesuai dengan besaran jumlah besi atau baja yang diimpor.
Seminggu yang lalu, Menko Airlangga Hartarto bersama dengan Deputy Prime Minister/Minister of Plantation and Commodities of Malaysia Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof telah melakukan lawatan ke Uni Eropa sebagai langkah Joint Mission dalam menolak adanya regulasi baru tersebut.
Dalam agendanya, Menko Airlangga menemui beberapa pejabat kunci Uni Eropa, yang di antaranya High Representative of the European Union for Foreign Affairs and Security Policy Josep Borrell-Fontelles, Commissioner for the Environment, Oceans and Fisheries Virginijus Sinkevicius.
Selain itu Executive Vice President – European Green Deal and Commissioner for Climate Action Policy Frans Timmermans, Vice President of the European Parliament MEP Heidi Hautala, serta Chair of International Trade/INTA Committee MEP Bernd Lange.
Dalam upaya diplomasinya, Indonesia bersama Malaysia membicarakan perihal implementasi atau dampak dari EUDR terhadap akses pasar kelapa sawit ke Uni Eropa.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya Menko Airlangga juga telah menyampaikan penolakan yang sama dalam pertemuan dengan perwakilan Organisasi Non-Pemerintah (NGOs) dan Organisasi Masyarakat Sipil (CSOs).
Ia menilai EUDR akan merugikan banyak komoditas perkebunan dan kehutanan Indonesia dan Malaysia.
Selain itu, kebijakan EUDR juga mengecilkan semua upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan, perjanjian dan konvensi multilateral, seperti Paris Agreement. (Enrico N. Abdielli)