Kamis, 3 Juli 2025

Jejak Bung Karno di Ruang Belajar Berkawan Sekebun di Pasar Cihapit

Oleh: Martinus Ursia *

PASAR Cihapit Bandung hanya pasar tradisonal lama. Walaupun lebih banyak pasar kering daripada basah, tetaplah beraroma bawang, cabe, ayam, sedikit aroma khas lain. Tetaplah pasar tradisional.

Menurut anak dari Mak Eha yang sekaligus jadi nama rumah makan Sunda, pasar ini sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Bung Karno pun ketika masih pejuang kemerdekaan kerap nongkrong dan makan di Mak Eha. Hal ini terkonfirmasi dari kutipan koran lama terpampang di dinding warung.

Karya anak-anak di Ruang Belajar Berkawan Sekebun, Pasat Cihapit, Bandung:

Sekitar 7 tahun ini berkembang kuliner di kios 2×3 meter dengan berbagai jenis makanan. Dari selera lidah kolonial dan milenial kumplit.

Di ruang sempit itulah dimulai kios alternatif Berkawan Sekebun oleh Dinda dan Ferri. Mereka menawarkan bacaan alternatif seperti Zine yang diproduksi oleh individu dan kelompok, dengan harga dari 5.000 – 35.000 rupiah. Bahkan jadi aktivasi ruang berkarya untuk anak-anak pasar yang orang tuanya pedagang pasar, maupun anak dari sekitar Cihapit.

Karya gambar anak-anak dijadikan Zine (majalah kecil, berisi gambar dan minim kata) dan master gambar disimpan bunda Dinda lalu direproduksi oleh Dinda dalam bentuk zine lalu dipamerkan. Jika ada yang berminat membeli, dananya diserahkan ke anak-anak.

Menuju Ruang Belajar Berkawan Sekebun, Pasar Cihapit, Bandung. (Ist)

Maka berkumpulah anak-anak nyaris setiap hari. Mereka berkumpul menggambar, mewarnai dengan riang gembira.

Rupanya di pasar tradisional biasa, kita masih menemukan jejak Bung Karno pada wajah anak-anak, remaja, pemuda, mahasiswa, nongkrong berdiskusi di kios pasar Cihapit Berkawan Berkebun. Salut 😇

*Penulis, Martinus Ursia, pendeta Gereja Baptis di Bandung, Ketua DKR (Dewan Kesehatan Rakyat) Jawa Barat.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru