Senin, 28 April 2025

Vonis Anas 14 Tahun Perkuat Pemberantasan Korupsi

JAKARTA- Vonis terhadap Anas Urbaningrung (AU) perlu diapresiasi. Putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap AU hukuman 14 tahun atau dua lipat kali lebih lama dibanding putusan PN Jakarta hukuman 7 tahun, termasuk kewajiban bayar ganti rugi Rp 57 milyar dan pencabutan hak politik, perlu diapresiasi. Demikian Mantan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Laode Ida kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (10/6).

“Karena bisa berefek jera pada para koruptor atau para pejabat dan politisi serta pengusaha yang suka rampok uang negara atau rampas hak rakyat untuk akumulasi harta pribadi,” ujarnya.

Menurutnya para koruptor itu menurutnya harus siap-siap menghadapi hukuman berat yang akan jadi bagian yang akan siksa batin dan keluarganya selama hidup di dunia ini. Menurutnya putusan MA itu akan jadi acuan bagaimana mendeteksi harta dan atau sumber harta para koruptor. “Koruptor memang perlu dimiskinkan atau dirampas hartanya oleh negara, karna harta yang dimiliki itu bukan hak sahnya, melainkan bagian milik rakyat,” tegasnya.

Hal ini menurutnya juga bisa merangsang untuk dilakukannya pendekatan baru dalam pemberantasan korupsi yakni cara pembuktian terbalik, sehingga para pejabat dan atau politisi harus siap-siap pertanggung jawabkan harta miliknya sekarang. “Karena sunggu tak adil jika para koruptor ternyata masih terus saja menikmati harta yang diperoleh dengan cara-cara tidak wajar,” ujarnya. Menurutnya, anak-anak muda yqng potensial harus berhati-hati jangan sampai terjebak kasus korupsi. Kerana jika itu terjadi bukan mustahil akan mengalami nasib sama dengan AU, yakni akan kehilangan hak politik, yang berakibat tak akan diberi ruang untuk masuk dalam dunia politik dan pemerintahan.

“Kendati demikian, putusan MAitu sekaligus jadi tantangan bagi MA ke depan. Sebab jangan sampai putusan terhadap koruptor yang adil seperti itu hanya karena faktor figur Hakim Agung Artidjo yang memang memiliki komitmen kuat untuk berantas dan beri sanksi berat pada para koruptor,” ujarnya.

Ia kuatir jika nantu Artidjo tidak lagi di MA atau jika kasus kasasi korupsi ditangani oleh figur lain, maka bukan mustahil ceritanya akan berbeda atau terbalik.

“Maklum, para hakim agung juga adalah manusia biasa yang kantung baju dan celananya masih menengada ke atas, dan masih mau bermewah-mewah dengan memanfaatkan kesempatan,” jelasnya. (Dian Dharma Tungga)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru