JAKARTA – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengungkapkan bahwa Indonesia dipermalukan dalam pertemuan Confederation of Societies of Author and Composers (CISAC), Konfederasi Pencipta Lagu dan Komposer Internasional.
Pasalnya, Indonesia hanya mampu mengumpulkan royalti sebesar Rp 55 miliar dari para pengguna atau user, jauh di bawah ekspektasi global.
“Tahun kemarin, kita hanya bisa mengumpulkan Rp 55 miliar. Jadi di seluruh dunia memalukan. Mereka tanya, ‘kok Indonesia seluas itu, penduduk begitu banyak, dan menggunakan lagu begitu luas, itu kok hanya Rp 55 miliar?’” ujar Komisioner LMKN Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi, Johnny William Maukar, di kantornya, Rabu (16/10/2024).
Johnny menambahkan, Indonesia bahkan kalah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia.
“(Mereka bilang) ‘Kalian tidak menghargai pencipta-pencipta lagu’. Itu kita dipermalukan dalam pertemuan-pertemuan dari asosiasi pencipta lagu sedunia, CISAC,” kata Johnny.
Menurut dia, masalah utama terletak pada pengguna lagu yang enggan membayar royalti.
Sejak 2016, LMKN telah berupaya menagih pembayaran melalui surat, namun banyak pengguna yang masih belum memenuhi kewajiban mereka. Beberapa kasus bahkan telah dibawa ke ranah hukum.
“Yang utama adalah para user yang tidak mau bayar. Ini yang menjadi hambatan terbesar dalam menghargai karya para pencipta lagu di Indonesia,” jelas Johnny.
Johnny juga menjelaskan bahwa royalti untuk pencipta lagu terbagi menjadi dua jenis, yaitu mechanical rights dan performing rights. Mechanical rights mencakup penerbitan, penggandaan, dan distribusi ciptaan, sementara performing rights terkait dengan pertunjukan, pengumuman, dan komunikasi ciptaan.
“Pertunjukan itu seperti konser musik, pengumuman lagu diputar di hotel atau restoran, dan komunikasi seperti radio dan televisi,” katanya.
Kepada.Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan, Johnny menekankan bahwa tiga unsur tersebut adalah sumber ekonomi utama bagi para pencipta lagu dan pemegang hak cipta di Indonesia, yang akan didistribusikan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di seluruh Indonesia sesuai Undang-Undang yang berlaku. (Calvin G. Eben-Haezer)