JAKARTA- Johnson & Johnson kembali menggegerkan publik, karena kembali terseret dalam skandal besar produknya.
Hal ini kembali menjadi perhatian publik, setelah Pengadilan Kepailitan Amerika Serikat menolak usulan perusahaan untuk menyelesaikan tuntutan hukum terkait produk bedak bayi mereka yang diklaim menyebabkan kanker. Dengan keputusan tersebut, Johnson & Johnson terpaksa menghadapi ribuan tuntutan hukum dari para korban yang mengalami kanker ovarium akibat pemakaian produk mereka.
Perusahaan raksasa farmasi ini, bersedia membayar ganti rugi sebesar Rp67 triliun kepada para penggugat, hal ini tentu membuat pihak korban mendapatkan kejelasan hukum setelah bertahun-tahun menunggu.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, salah satu korban, Linda Thompson, yang kini berusia 58 tahun, berbagi kisah tragisnya. Ia mengaku telah menggunakan bedak bayi Johnson & Johnson sejak kecil dan terus menggunakannya hingga dewasa.
Lima tahun lalu, Linda diagnosis menderita kanker stadium lanjut. Ia harus menjalani operasi besar dan kemoterapi melelahkan, yang tidak hanya menguras kesehatannya tetapi juga menghancurkan kondisi finansial keluarganya ini.
“Saya tidak pernah menyangka bahwa produk yang dipercaya jutaan orang ternyata bisa membunuh saya perlahan,” ujar Linda dengan suara bergetar, dikutip Sabtu, (5/3/2025) lalu.
Dalam beberapa dekade terakhir, bukti-bukti ilmiah telah dikumpulkan, dan menunjukkan bahwa kandungan talc dalam produk Johnson & Johnson dapat terkontaminasi asbes, zat yang telah lama diketahui sebagai penyebab kanker. Bahkan, perusahaan tetap membantahnya, meski para ahli kesehatan telah memperingatkan risiko dari kandungan berbahaya itu.
Hal lain yang mengejutkan, di mana perusahaan Johnson & Johnson memilih menutup fakta atas bahaya dari campuran bedak sejak 1970-an, demi menjaga keuntungan mereka, hal ini diketahui dari dokumen internal yang bocor dan beredar luas.
Disisi lain, langkah Johnson & Johnson untuk menghindari tanggung jawab penuh terhadap korban masih menjadi kekhawatiran besar, bahkan setelah pengadilan memutuskan untuk memberikan keadilan bagi para korban.
Pasalnya, perusahaan ini pernah mencoba mengajukan status kepailitan pada anak perusahaannya agar dapat menghindari kewajiban membayar ganti rugi uang terbilang cukup besar.
Namun, hakim dengan tegas menolak taktik tersebut, dan menyebut sebagai upaya licik untuk melindungi aset perusahaan tersebut.
Penting untuk diketahui bahwa, Talc merupakan mineral alami yang terdiri dari magnesium, silikon, dan oksigen. Sementara, bahaya dari kandungan talc dalam produk bedak perlu diperhatikan, terutama karena beberapa risiko kesehatan yang terkait dengan penggunaannya, seperti berikut:
– Talc dapat meningkatkan risiko kanker ovarium dan endometrium, terutama jika digunakan di area genital wanita.
– Partikel talc yang terhirup juga dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru.
– Kontaminasi asbes dalam talc dapat menyebabkan mesothelioma, kanker langka yang terkait dengan paparan asbes.
– Talc bersifat comedogenic, artinya dapat menyumbat pori-pori kulit wajah dan menyebabkan jerawat.
Penggunaan talc yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi dan ruam kulit.
Kalah Lagi di Pengadilan
The New York Times melaporkan, Hakim menolak upaya untuk menggunakan pengadilan kepailitan guna menyelesaikan puluhan ribu klaim bahwa produk bedak talc perusahaan menyebabkan kanker.
Pada hari Senin (31/3), hakim kepailitan federal di Houston menolak permintaan Johnson & Johnson untuk menyetujui penyelesaian senilai $9 miliar dengan puluhan ribu orang yang menggugat perusahaan atas klaim bahwa produk bedak taleknya menyebabkan kanker.
Usulan tersebut akan menyelesaikan hampir semua klaim saat ini dan masa depan bahwa produk talek perusahaan mengandung asbes dan menyebabkan kanker. Seperti dua upaya sebelumnya — pada 2021 dan 2023 — kesepakatan ini mencoba menggunakan unsur sistem kepailitan untuk menyelesaikan klaim.
Johnson & Johnson menyatakan bahwa produknya tidak mengandung asbes dan tidak ada hubungan terbukti antara produknya dengan kanker, tulis Hakim Christopher Lopez dalam putusannya. Johnson & Johnson selama ini membantah klaim tersebut, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah menghentikan penjualan bedak bayi berbasis talek di seluruh dunia.
Lebih dari 90.000 klaim terhadap Johnson & Johnson dan pihak lain masih tertunda, jumlah yang terlalu banyak untuk dapat diproses secara individual oleh pengadilan.
Hakim menyatakan bahwa upaya penyelesaian oleh perusahaan dan pengacara para penggugat yang mengajukan klaim tersebut ditentang oleh wali amanat kepailitan Departemen Kehakiman serta pengacara penggugat lainnya.
Dalam pernyataan pada hari Senin, Johnson & Johnson mengatakan, “Sayangnya, pengadilan mengizinkan beberapa firma hukum dengan motif yang bertentangan secara finansial, yang telah mengakui bahwa mereka belum mendapatkan sepeser pun untuk klien mereka dalam satu dekade litigasi, untuk menggagalkan keinginan besar para penggugat.” (Web Warouw)