JAKARTA – Militer Amerika Serikat mulai menggunakan pesawat C-17 untuk mendeportasi migran dari negara itu pada Jumat (24/1/2025), menyusul perintah dari Presiden Donald Trump.
Sementara itu, Pentagon bersiap mengirim lebih banyak pasukan ke perbatasan selatan, termasuk dari Divisi Lintas Udara ke-82 yang terkenal elite.
Menurut seorang pejabat AS, dua pesawat militer AS, masing-masing membawa sekitar 80 migran, telah diterbangkan dari AS ke Guatemala.
“Guatemala dan Amerika Serikat berkomitmen untuk mengakhiri migrasi ilegal dan memperkuat keamanan perbatasan. Dimulai dengan dua penerbangan hari ini,” kata Kementerian Luar Negeri AS dalam pernyataan resmi, dilansir Reuters.
Penggunaan pesawat militer untuk deportasi migran merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.
Biasanya, pesawat militer digunakan untuk operasi evakuasi, seperti saat penarikan pasukan dari Afghanistan pada 2021.
Seorang pejabat AS mengatakan, “Ini adalah pertama kalinya dalam ingatan baru-baru ini pesawat militer AS digunakan untuk menerbangkan migran keluar dari negara ini.”
Pada hari pertamanya menjabat, Trump mendeklarasikan imigrasi ilegal sebagai keadaan darurat nasional.
Ia memerintahkan militer AS untuk mendukung keamanan perbatasan, melarang permohonan suaka secara luas, dan membatasi kewarganegaraan bagi anak-anak yang lahir di AS dari orang tua migran.
Melalui perintah eksekutif pada 20 Januari, Trump menginstruksikan Pentagon untuk mengirim pasukan sebanyak yang diperlukan demi mencapai kontrol operasional penuh atas perbatasan selatan Amerika Serikat.
Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengonfirmasi dimulainya deportasi ini melalui unggahan di platform X.
Pentagon menyatakan bahwa militer akan menyediakan penerbangan deportasi untuk lebih dari 5.000 migran yang ditahan di El Paso, Texas, dan San Diego, California.
Selain itu, pemerintahan Trump juga mengumumkan rencana pengiriman 1.500 pasukan aktif tambahan ke perbatasan AS-Meksiko.
Menurut laporan, gelombang kedua pasukan, termasuk dari Divisi Lintas Udara ke-82, diperkirakan tiba minggu depan.
Meskipun jumlah pastinya belum diputuskan, para pejabat memperkirakan tambahan pasukan bisa mencapai ribuan.
Meksiko Tolak Izin Mendarat
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Pemerintah Meksiko menolak izin pendaratan pesawat militer Amerika Serikat (AS) yang membawa rombongan imigran yang dideportasi dari AS pada Kamis (23/1) waktu setempat.
Pesawat militer tersebut bertujuan ke Guatemala dan membawa sekitar 80 orang rombongan imigran yang hendak dideportasi.
Seorang Pejabat Gedung Putih mengklaim penolakan izin mendarat itu sekadar permasalahan administratif.
“Urusan penerbangan itu adalah permasalahan administratif dan telah diperbaiki secara cepat,” ujar pejabat yang tak disebutkan namanya itu, seperti dikutip dari NBC News.
Kedutaan Besar Meksiko sendiri belum memberikan konfirmasi atau penjelasan terkait penolakan izin pendaratan.
Saat ini hubungan antara AS-Meksiko memanas setelah Donald Trump dilantik sebagai presiden dan menerapkan sejumlah kebijakan anti imigran.
Kurang sepekan sejak dilantik, Trump bahkan telah memulai operasi menangkap ratusan imigran, yang sebagiannya kemudian dideportasi pada Kamis (23/1).
“Pemerintahan Trump pada hari Kamis menangkap 538 penjahat imigran ilegal,” kata Sekretaris Gedung Putih Karolina Leavitt di platform X.
Dia juga mengatakan ratusan imigran dideportasi dengan pesawat militer.
“Operasi deportasi massal terbesar dalam sejarah sedang berlangsung,” ujar Leavitt, dikutip Channel NewsAsia.
Trump juga menandatangani sejumlah perintah eksekutif untuk menindak keras imigran ilegal di AS, yaitu memperluas hukuman mati bagi kriminal dan imigran, mengusir imigran gelap, dan menangguhkan kedatangan para pencari suaka.
Kebijakan anti imigran telah dijanjikan selama Trump berkampanye. (Web Warouw)