KETAPANG- “Pak Jokowi, BBM kau naikkan, kami transmigran makin sengsara” Demikian kalau boleh warga transmigran di Ketapang boleh bersuara. Pertumbuhan ekonomi di pemukiman transmigrasi semakin berat oleh efek domino dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akibat dicabut subsidinya oleh presiden Joko Widodo. Di lokasi sekitar pemukiman warga transmigrasi di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) 1 Sungai Besar, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, harga eceran bensin yang menjadi bahan bakar utama operasional kendaraan warga transmigrasi sempat mencapai Rp 13.000,- per liter. Hal itu diperparah lagi dengan seringnya terjadi kelangkaan bahan bakar tersebut.
Sebagian besar warga transmigrasi berasal dari luar pulau Kalimantan. Perekonomian keluarga transmigran di UPT 1 pada umumnya belum terbangun secara maksimal, maka masih sangat membutuhkan berbagai bantuan dari semua pihak yang bersangkutan dengan ketransmigrasian, terutama bantuan untuk menanggulangi efek domino dari kenaikan harga BBM ini.
Di lokasi pemukiman transmigran sudah berjalan pembagian kartu peserta dan penerima bantuan keuangan yang berhubungan dengan kenaikan harga BBM tersebut seperti tahun sebelumnya.
“Yang disayangkan oleh warga adalah hal tersebut menciptakan rasa kecemburuan diantara sesama warga transmigrasi di lokasi tersebut, padahal kasus inipun pernah terjadi di tahun sebelumnya,” ujar Didik (bukan nama asli) warga setempat.
Mengapa? Karena pembagian kartu penerima hak bantuan dari dampak kenaikan BBM di tahun ini dan tahun sebelumnya tetap tidak mencerminkan keadilan. Bahkan cenderung mengandung unsur diskriminasi bagi warga transmigrasi di Unit Pemukiman Transmugrasi (UPT) 1 Desa Sungai Besar kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Karena di lokasi tersebut secara teknis ada 2 gelombang penempatan yaitu tahun 2010 sebanyak 200 kepala keluarga dan tahun penempatan 2011 sebanyak 150 kepala keluarga. Tidak semua mendapatkan kompensasi kenaikan BBM, warga yang mendapatkan subsidi tersebut hanya warga penempatan tahun 2010 saja. Sedangkan warga dari tahun penempatan 2011 yang berasal dari luar Kalimantan tidak mendapatkan subsidi tersebut. Padahal secara teknis strata ekonomi warga transmigrasi relatif pada level yang sama, masih sangat membutuhkan bantuan, sama dengan warga tahun penempatan 2010 di lokasi tersebut.
Berdasarkan informasi dan pemerintah setempat di Ketapang, memang warga transmigrasi asal luar Kalimantan tahun penempatan 2010 tidak semua mendapatkan subsidi tersebut. Sedang warga transmigrasi asal luar Kalimantan tahun penempatan 2011 semuanya tidak mendapatkan bantuan tersebut.
Warga yang tidak mendapatkan bantuan tersebut bingung untuk mengurus hal ini. Karena waktu adanya bantuan serupa pada program sebelumnya merekapun tidak mendapatkannya. Ketika mereka bertanya ke pihak yang mereka anggap dapat membantu, warga transmigran hanya mendapatkan janji janji kosong,
Jadi saat ini mereka sudah tidak percaya lagi dengan birokrasi yang ada. Hal ini tentulah berdampak buruk terhadap pemerintajan Jokowi.
“Coba aja kalo bapak Presiden mau blusukan ke sini (UPT1), aku mau laporkan semua yang ada disini, biar kapok mereka itu,” ujar seorang warga ditengah obrolan sore hari. (Halomoan M. Aritonang)