JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka-bukaan soal permasalahan platform pelaporan pajak Coretax yang banyak dikeluhkan warga RI. Ternyata, kualitas programnya buruk bahkan selevel anak SMA.
Permasalahan soal Coretax membuat Purbaya merekrut staf ahli di bidang teknologi untuk mencari permasalahan dan memperbaiki platform Coretax.
Namun, tim ahli belum bisa merombak secara penuh karena Kemenkeu masih terikat kontrak dengan perusahaan dari Korsel sebagai developer.

“Saya bilang 1 bulan [bisa perbaiki], tapi karena kendala tadi kita enggak bisa masuk, karena ada kontrak. Jadi ini kan dibangun 4 tahun, dengan segala macam kendala yang ada ya, tapi saya yakin nanti begitu dikasih ke kita, Januari, Februari udah selesai itu. Januari udah selesai harusnya,” katanya.
Oleh karena itu, tim dari Kemenkeu baru bisa meminta kode sumber (source code) tanpa mengutak-atik platform yang sudah berjalan.
“Komentarnya lucu deh, begitu mereka dapet source codenya, dilihat sama orang saya, dia bilang, wah ini programmer tingkat baru lulusan SMA, jadi yang dikasih ke kita bukan orang jago-jagonya kelihatannya,” kata Menkeu, Jumat (24/10/2025).
Purbaya menilai kualitas pengerjaan LG sebagai kontraktor tidak lebih baik dari perusahaan lokal, meskipun infrastruktur yang disiapkan untuk Coretax sudah yang terbaik.
“Jadi ya memang Indonesia lah sering dikibulin asing, begitu asing wah, apalagi K-pop, wah K-pop nih, tapi di bidang programmer beda ya, di K-pop, di film sama di nyanyi. Program beda,” katanya.
Purbaya mengatakan perbaikan Coretax akan dilakukan oleh tim ahli dari Indonesia, sehingga tidak lagi tergantung kepada pihak asing. Ditjen Pajak padahal sudah sangat serius menggarap program Coretax, bahkan dengan sistem keamanan jauh lebih tinggi dari yang dibutuhkan.
“Jadi pajak cukup serius belanja untuk Coretax ini, ini dalam hardware-nya ya, security terlalu overkill, mahal dan ribet, tapi banyak obsolete dan tidak perlu,” katanya.
“Jadi, pada dasarnya, orang Indonesia punya kemampuan, dan kita akan memanfaatkan itu dengan serius ke depan. Jadi, itu mungkin dari Coretax, belum sempurna, tapi ada kemajuan yang signifikan sekali, saya yakin begitu kodenya dikasih ke kita, dan kita bisa ubah sendiri, itu akan cepat diberesin.”
Bukan Mustahil Di-markup
Persoalan yang membelit aplikasi Coretax perlu dilihat secara komprehensif. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, menganalisis kegagalan sistem ini melalui pendekatan Input-Process–Output untuk memahami di mana letak persoalan sebenarnya.
Menurut Prianto, ketika output atau hasil yang didapat bermasalah, maka akar penyebabnya dapat dilacak dari dua tahapan sebelumnya.
“Dengan kata lain, input diproses menjadi output. Ketika output bermasalah, penyebabnya bisa berasal dari tahapan,” ujarnya, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Minggu (26/10/2025).
Tahapan pertama yang krusial adalah input. Prianto menduga, masalah di tahap ini bisa berasal dari proses pengadaan yang tidak sehat.
“Permasalahan di tahapan input, dapat berasal dari proses pengadaan konsultan karena di antaranya ada markup nilai kontrak dan/atau kongkalikong untuk memenangkan rekanan tertentu,” tuturnya.
Tahapan berikutnya yang tak kalah penting adalah proses. Di sinilah, kompetensi dari para pelaksana teknis memegang peranan kunci. Prianto menyoroti kemungkinan adanya kelemahan dalam hal ini.
“Kemudian, kata dia, tahapan kedua yakni proses. Permasalahan di tahapan ini berasal dari kompetensi programmer yang tidak memadai. Sebagai akibatnya, pemrograman bahasa Coretax menjadi masalah seperti apa yang terlihat sekarang ini,” tambahnya.
Prianto menekankan pentingnya tindakan sistematis dan mendalam. Ia merekomendasikan serangkaian audit untuk mengidentifikasi kegagalan di setiap tahapan. Ditekankan, solusi yang diberikan tidak boleh bersifat tambal sulam, tetapi menyentuh akar permasalahannya.
“Berdasarkan dua tahapan di atas, sangat urgent bila dilakukan audit operasional, audit forensik, dan/atau audit teknologi informasi,” pungkas Prianto.
Merekrut Hacker
Sebelumnya, pengakuan mengejutkan datang dari Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, yang mengakui Coretax tak mumpuni untuk digunakan. Bahkan dia menggandeng peretas putih alias White Hacker untuk menguji aplikasi warisan eks Menkeu Sri Mulyani, usai dilakukan sejumlah perbaikan.
“Kita juga sudah panggil hacker kita, yang jago-jago, ini bukan orang asing. Orang Indonesia tuh hacker-nya jago-jago banget, saya panggil yang ranking-ranking dunia itu yang jagoan, enggak payah sih. Dan sudah di-test, sudah lumayan,” ujar Purbaya kepada wartawan, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Purbaya mengatakan, sistem Coretax yang telah dikembangkan selama empat tahun oleh pihak asing rupanya sering bermasalah. Bahkan dia menyebut, pihak asing, LG CNS, yang ditunjuk untuk menyelesaikan sistem Coretax juga tak menemukan jalan keluar.
“Kesimpulannya yang saya bilang tadi, dari problem kritis yang sering dialami pengguna, itu sudah cukup banyak terasa sih, sesuai dengan target awal kita ya, target awal anak buah saya sih, karena depan bisa diberesin, tengah bisa diberesin, yang di bawah yang di LG enggak bisa,” kata dia.
Lebih lanjut, Purbaya menceritakan pengalamannya merekrut hacker. Kata dia, semakin pintar seorang hacker maka semakin tidak jelas sekolahnya. Adapun hacker yang direkrut untuk mengatasi Coretax pernah menangani permasalahan serupa di Kemenko Polhukam.
Hacker tersebut kata dia pernah dilatih di Rusia selama 6 bulan ditempat khusus. Selain itu hacker tersebut pernah bekerja bersama dirinya saat di LPS dan di Kementerian Maritim dan Investasi.
“Dia dilatih di Rusia 6 bulan kali. Khusus di tempat tertutup di sana. Jadi kayaknya KGB juga dia. Saya pakai di pertahanan kan aman. Jadi saya percaya dia,” ucapnya.
Purbaya juga pernah mengetes hacker tersebut dengan meretas jaringan LPS. Dia juga mengatakan, pernah memanggil satu grup hacker berjumlah 8 orang yang merupakan ranking 6 besar dunia.
“Jadi mereka biasa dipakai ngehack untuk tes Google dan lain-lain. Yaudah, datang ke tempat saya,” tuturnya. (Web Warouw)

