JAKARTA- Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur transportasi di kawasan timur Indonesia. Hal ini terlihat pada alokasi anggaran program kerja milik Kementerian Perhubungan di tahun 2017 yang dinilai masih belum berpihak pada pemerataan pembangunan di wilayah yang belum berkembang, wilayah perbatasan, dan daerah terpencil.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Komite II dengan Sekretaris Jenderal Kemenhub hari Selasa (6/12), Ketua Komite II Parlindungan Purba meminta agar di tahun 2018, alokasi anggaran program kerja Kemenhub dapat memprioritaskan pemerataan pembangunan di wilayah-wilayah tersebut. Alokasi anggaran di tahun 2017 dinilai tidak sebanding dengan kebutuhan pembangunan infrastruktur transportasi di daerah-daerah tersebut.
“Komite II meminta agar pada tahun anggaran 2018, besaran anggaran harus mencerminkan adanya keberpihakan pada pembangunan kawasan timur Indonesia, wilayah perbatasan, dan daerah terpencil, sebagaimana disebutkan dalam Nawacita”, ujar Parlindungan Purba.
Senator dari Sumatera Utara ini juga menilai bahwa spesifikasi pembangunan di daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat. Tujuannya agar hasil pembangunan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat di daerah.
Senator dari Sulawesi Barat Pdt. Marthen berpendapat bahwa komitmen pemerintah untuk membangun kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan masih belum terlihat. Dirinya menilai alokasi anggaran masih didominasi oleh pembangunan di Sumatera dan Jawa. Dirinya mempertanyakan alokasi anggaran 155 M untuk Sulbar dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan transportasi di wilayahnya.
“Saya senang penjelasan pembangunan diarahkan ke timur. Tetapi saat saya lihat angka-angka keuangan tadi, alokasi anggaran tidak benar bahwa pembangunan diarahkan ke Indonesia timur dan di kawasan pinggiran. Saya melihat 60% anggaran diarahkan ke Sumatera dan Jawa,” tegasnya.
Sedangkan Senator dari Bengkulu, Riri Damayanti, juga menilai bahwa perhatian dari pemerintah terkait pembangunan infrastruktur transportasi di Bengkulu masih rendah. Terbukti dengan alokasi anggaran di Provinsi Bengkulu yang sangat minim. Untuk program kerja Kemenhub tahun 2017, Provinsi Bengkulu hanya dialokasikan dana sebesar 92 M. Dirinya meminta agar kedepannya pemerintah, dalam hal ini Kemenhub mengalokasikan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan transportasi di Bengkulu. Termasuk dalam hal pembangunan jalur kereta Trans-Sumatera.
Sekretaris Jenderal Kemenhub, Sugihardjo menjelaskan bahwa anggaran di tahun 2017 cukup terbatas. Tetapi dirinya menjelaskan bahwa Kemenhub sudah mulai memprioritaskan proses pembangunan di wilayah timur Indonesia.
“Untuk pembangunan dan investasi di wilayah yang sudah maju, pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan regulator, sehingga mendorong BUMN, investor untuk melakukan investasi. Sehingga angggaran yang terbatas ini bisa dialokasikan untuk kawasan timur, perbatasan yang memang kawasan ini belum bisa menarik investasi dari luar,” ucapnya.
Sugihardjo juga menjelaskan untuk saat ini program kerja Kemenhub sedang fokus pada pembangunan di Papua. Anggaran sebanyak Rp 2,5 T dialokasikan dalam program kerja Kemenhub tahun 2017 untuk pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
“Kami akan juga mendorong Papua. Disamping disatu sisi juga ada prioritas dari pemerintah dan investor, sudah ada rencana untuk penambahan runway di Dekai. Juga mengkoneksikan tol laut lewat selatan. Nanti akan masuk kearah Mumugu. Dari Mumugu ke Wamena sendiri, PU sudah membangun jalan,” ucapnya.
Ia menilai untuk program kerja pembangunan infrastruktur transportasi di daerah menyesuaikan kondisi dan tahapan pembangunan di setiap daerah. Oleh karena itu anggaran di setiap daerah juga akan berbeda-beda.
“Pembangunan disesuaikan dengan kegiatan pembangunan, dimana saat ini pembangunan kereta api dimulai dari Sulawesi Selatan. Di Kalimantan kami masih melihat visibility-nya, sedangkan di Sulawesi sudah mulai di mulai bangun,” ujarnya. (Calvin G. Eben-Haezer)