PONTIANAK– Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, menilai, pembangunan jaringan infrastruktur telekomunikasi di kawasan perbatasan Kalimantan sudah menyangkut harga diri bangsa.
“Tidak bisa di tawar-tawar. Tidak boleh lagi jaringan telekomunikasi seperti telepon dan internet di sepanjang perbatasan Kalimantan dikuasai Federasi Malaysia selama hampir empat puluh tahun terakhir,” kata Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, Rabu (19/10/2016).
Hal itu dikemukakan Cornelis di sela-sela kunjungan kerja Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudianta di Provinsi Kalimantan Barat selama lima hari, 15 – 19 Oktober 2016.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, kunjungan kerja Menteri Rudianta di Provinsi Kalimantan Barat, mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka Sail Selat Karimata di Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Sabtu, 15 Oktober 2016.
Pada Senin, 17 Oktober 2016, Menteri Rudianta meletakkan batu pertama pembangunan proyek Palapa Ring Barat di kawasan Pantai Pasir Panjang Indah, Kota Singkawang.
Proyek senilai Rp3,48 triliun dan masa konsesi selama 15 tahun, membangun jaringan serat optik 2 ribu kilometer.
Rabu, 19 Oktober 2016, Menteri Rudianta, mengunjungi pembangunan Base Transceiver Station (BTS) atau menara pemancar jaringan seluler di Desa Pala Pasang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau.
Dikatakan Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, pembangunan jaringan infrastruktur telekomunikasi dan informasi, tidak kalah strategisnya dengan jaringan infrastruktur transportasi darat, sungai, laut dan udara.
Cornelis menuturkan, Kalimantan Barat sudah berjuang sangat panjang. Masyarakat didesak terus meningkatkan produktifitas secara ekonomi, sehingga negara menerimaan pendapatan dari sektor pajak sesuai harapan.
“Berkat pajak meningkat, hasilnya sekarang, kita berhasil pembangunan jaringan telekomunikasi dan informasi yang yang bisa menjangkau 514 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia secara bertahap. Sekarang tinggal 114 kabupaten dan kota di Indonesia belum sepenuhnya dilayani jaringan, tapi segera terkoneksi,” kata Cornelis.
Melalui groundbreaking proyek Palapa Ring Barat di kawasan Pantai Pasir Panjang Indah, Kota Singkawang, Senin (17/10), secara keseluruhan pemerintah akan membangun 12 ribu kilometer jaringan serat optik dalam Proyek Palapa Ring.
Jaringan serat optik membentuk “cincin backhaul” yang akan menghubungkan dan menyatukan Indonesia. Palapa ring sebagai tol informasi akan menjadi pintu gerbang bagi pemerataan dan meningkatkan jangkauan broadband di seluruh Tanah Air.
Proyek Palapa Ring dilaksanakan dengan skema Kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) dan merupakan KPBU pertama dengan menerapkan skema pembayaran ketersediaan layanan atau Availability Payment (AP).
Ketersediaan Layanan
Skema availability payment diprakarsai oleh Kementerian Keuangan dan sumber dana AP berasal dari dana kontribusi Universal Service Obligation (USO).
Skema AP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK 08/2015 merupakan pembayaran secara berkala selama masa konsesi berdasarkan pada ketersediaan layanan infrastruktur yang telah dibangun oleh badan usaha.
Komponen biaya yang dapat dibayarkan oleh AP adalah biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan wajar yang diinginkan oleh badan usaha. Dengan Skema ini risiko permintaan (demand risk) dari tersedianya layanan infrastruktur akan ditanggung sepenuhnya oleh PJPK yaitu Kemkominfo.
Dengan diambilnya risiko, badan usaha mendapat pengembalian investasi mereka jika berhasil memenuhi kriteria layanan sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam Perjanjian Kerja sama.
Adapun kelangsungan pembayaran dari PJPK kepada Badan usaha akan dijamin oleh Pemerintah melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII). PT PII merupakan pelaksana single window policy penyediaan penjaminan pemerintah untuk proyek infrastruktur yang dikerjasamakan dengan swasta.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Rudianta, selalu menegaskan, dengan hadirnya Palapa Ring, pemerintah berharap, akan memberikan peluang bisnis baru bagi industri Usaha Kecil Menengah (UKM) di pelosok daerah, meningkatkan pendidikan melalui fasilitas internet dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat lewat kegiatan ekonomi digital.
Proyek Palapa Ring Paket Barat akan menjangkau lima kabupaten di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, yaitu Kabupaten Bengkalis, Kepulauan Meranti, Natuna, Lingga, dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Kelima wilayah tersebut merupakan wilayah yang dianggap tidak layak secara finansial.
Selain lima kabupaten tersebut, proyek Palapa Ring Paket Barat menjangkau enam kabupaten/kota yang merupakan titik interkoneksi dengan jaringan tulang punggung serat optik yang telah dibangun oleh operator telekomunikasi. Salah satunya adalah Kota Singkawang yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan, sebanyak 30 BTS atau menara pemancar jaringan seluler yang tersebar di seluruh wilayah perbatasan di Provinsi Kalbar mulai beroperasi Januari 2017.
“Kami targetkan, sebanyak 30 BTS sudah bisa beroperasi awal Januari 2017, sehingga masyarakat yang berada di kawasan perbatasan Kalimantan yang sebelumnya terisolir, bisa menikmati jaringan seluler,” kata Rudiantara.
30 BTS
Sebanyak 30 BTS di Kalimantan Barat dibangun pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk masyarakat yang terisolasi menggunakan dana Kewajiban Pelayanan Umum (KPU).
“Dari sebanyak 30 BTS, juga dibangun sejumlah BTS yang di desa-desa yang belum teraliri listrik sehingga menggunakan pembangkit listrik tenaga surya,” ungkapnya.
Menurut Rudianta, pembangunan 30 BTS tersebut, karena pemerintah melihat adanya daerah-daerah yang dianggap tidak layak secara bisnis oleh operator atau “provider”, sehingga mereka tidak membangun BTS di daerah tersebut.
“Sehingga untuk yang seperti itu, pemerintah masuk ke daerah tersebut dalam memberikan pemerataan pembangunan komunikasi dan informasi. Jangan sampai karena dianggap layak secara bisnis yang hanya dilayani operator, tetapi yang tidak layak ditinggal, karena semua masyarakat Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mengakses komunikasi,” ujar Rudianta.
Menkominfo menambahkan, untuk sementara BTS tersebut kualitas jaringannya baru sebatas 2G, atau hanya bisa untuk telepon dan pesan singkat (SMS).
“Paling tidak sekarang, masyarakat sudah bisa untuk menelpon dulu, dan SMS, sambil menunggu peningkatan hingga ke 3G maupun 4G,” tutur Rudianta.
Ia berharap, pelayanan jaringan di daerah terluar ini dapat berjalan sepanjang tahun.
“Jaringan yang dihasilkan BTS ini merupakan hasil dari hubungan langsung ke satelit, bukan menggunakan `fiber optic`,” ungkap Rudianta. (Aju)