Oleh: Toga Tambunan*
SERU banget atraksi sirkus terbuka Budiman Sujatmiko (BS) mengguncang opini di medan persilatan menjelang pemilu yang makin bergejolak bertarung. Selaku aktor sirkus politik yang piawai dan berani BS menampilkan nyata kualitas maya akal budi nasionalisnya melebihi probilitas aktuaria petugas partai.
Perbatasan maya teritorialnya semangat kali akal budi di zaman 27 Juli 1996 dengan kawasan semangat kali akal budi era wangi dollar kian nyungsep sekarang ini, diruntuhkannya habis seketika 18 Juli 2023 lalu saat sowan temui Prabowo Subianto (PS).
Apalagi fotonya bersalaman saat awal jumpa itu nampak tubuh BS nggak tegak melainkan merendah. Maka para kameradnya menterjemahkan gesturnya itu citrakan posisi infereriornya terhadap PS komandan geng mawar pasukan kopassus pemburu mereka tempo hari itu yang tetap congklang. Adegan itu bagi para kameradnya merupakan penistaan bahkan dikatakan menghianati perjuangan aktivis 27 Juli 1996. Hampir semua kamradnya yang dulu dia pimpin di PRD angkatan dulu, merasakan teramat pedih menahan sakit ditikam tingkahnya itu.
Tuduhan penikam teramat sakit itu ditambah Hendardi dengan menyebut BS seorang tuna etika.
Saat diruntuhkannya tembok maya pembatasinya berteman dengan PS tanggal 18 Juli 2023 lalu, namanya menyeruak top memenuhi perbincangan di semua lini media dan pertemuan pemain politik
Berbeda Pius Liustrilanang paska ditemukan masih hidup, yang sebelumnya hilang diciduk Kopassus saat komandannya PS, tidak lama berselang justru masuk ke pangkuan PS, cq Gerindra, dan saat itu tidak amat heboh. Padahal ketika itu, 1990, psykhologis massa anti rezim orba militeris otoriter Soeharto (RomoS ) masih pekat kental, yang semestinya muncul aksi linier memaki-maki.
Demikian pula terhadap Desmond yang masuk Gerindra juga.
Andi Arief bergabung dengan SBY juga.tanpa protes kamradnya. Sedang di masa romoS keberadaan SBY adalah Ketua Fraksi ABRI di MPR, Kassospol ABRI yang kemudian Kaster ABRI yang turut mengkordinasi Kopassus dalam konteks penculikan aktivis 1996-1998.
Kenapa migrasi aktivis tiga orang itu ke partai diketuai para jendral purnawiran yang berperan menculik aktivis 1996-1998, tidak seheboh ketika BS hanya sowan PS sekitar satu jam?
Kehebohan itu beralasan di momentum tahun politik, tidak tepat. Karena yang migrasi disebut diatas, terkait juga momentum politik.
Rupanya aura BS tetap cemerlang. Kehebohan itu indikasi yang memastikannya kenyataan tak terbantah, namanya tetap berkibar.
Tidak kumaksud membela BS terhadap kemarahan para kamrradnya. Tindakannya itu semestinya mengajak kita mengkaji posisinya selaku anggota PDIP, yang perannya petugas partai merujuk budaya doktrin Megawati Soekarnoputri, sang ketum PDIP.
Doktrin petugas partai sudah selayaknya terhadap insan anggota partai. Tapi kontra kreatif jika romantisme petugas partai doang. Anggota partai itu posisi tertentu saja bagi bersangkutan diantara kedudukan integritasnya lain tak kalah penting dan wajib dihormati.
Keanggotaan dalam partai memungkinkan bersangkutan dengan inisiatif sendiri rela mengabdikan kreativitasnya demi memuliakan partai, selain ditugaskan. Jika merekayasa anggota jadi robot, partai itu nanti pasti kelimpungan dan bubar sendiri.
Doktrin romantisme budaya petugas partai tok pasti penyebab kontra kreasi potensi prestasi puncak anggota. Jika dituntut mentalitas sebatas tugas partai belaka merekayasa anggota tersebut, jadi sejenis robot atau romantisme begitu memutasi kodrat potensi kreatif anugerah Allah untuk bersangkutan.
Teramat terpuji, jika BS sowan PS itu, kreasi inisiatif mandiri kepribadiannya seutuhnya dirinya yang bersosialisasi aktif di masyarakat bangsanya, Indonesia, yang wajib menjawab problema pembangunan kemajuan negaranya, NKRI dan dunia. Bukan menjalankan tugas partai. Kalau tindakannya itu diterima Megawati menjadi kebijakaan PDIP syukur juga, tapi perlu insyafkan Beathor dan Panda Nababan.
Karakter utuh kearifan pribadi kombinasi tuntutan partai tersebut, dapat dipastikan menjadi ciri dan dipraktekkan Joko Widodo, yang pihak reaksiner mencapnya plonga plongo bebek lumpuh atas segala keajaiban kebijakannya memutus rantai fee bbm, ambil kembali proyek Masela, devistasi Freeport 51%, beragam infrastrukur hingga membangun kereta api cepat pertama di Asia Tenggara, termasuk tindakan berani patriotisme smelterisasi & hilirisasi. Masyarakat sudah tahu membaca, karakter Joko Widodo hanya menerima dan melaksanakan masukan luar seturut hasil seleksi akalbudinya, bukan asal turut atau menolak tugas dari PDIP.
Pendirian BS mungkin parallel nasionalismenya dan jalur realisasinya dengan Joko Widodo dalam konteks anggota partai.
Perihal lainnya adalah tentang perubahan zaman yang menyangkut berbagai dimensi seakan mencari emas dilautan dalam yang menjadi tantangan bangsa Indonesia. Zaman emas diseberang jembatan kemerdekaan yang disebut Bung Karno belum tercapai, dengan dalil dan metode perjuangan terdahulu.
Mancanegara juga berubah kwalitatif dan kuantitatif. Misalnya Tiongkok diawali tahun 1970 melanjutkan pembangunan negaranya dinyatakan penyempurnaan bendaranya kini berbintang empat yang tadinya berbintang tiga saja. Dalam tempo 50 tahun saja, sanggup membuat matahari buatan, melampaui kekinian kedigjayaan AS yang dicapai sekitar 500 tahun. Teori Francis Fukuyama ternyata pepesan kosong.
Pergeseran cuaca yang berjalin dengan planet angkasa terlihat anomali pada teleskop jika menggunakan lensa investasi lama.
Kontak antagonis di masa lampau metemorfose aksen baru yang tak terverifikasi dengan rumusan lama. Tiongkok dijejali investasi imperialis Barat musuh bubuyutannya. Justru dengan instrumentasi begitu Tiongkok melicit mempecundangi imperialis Barat musuh bubuyutannya.
Menggagas idealisme model baru, wajib mewaspadai pihak terkait. Idealisme model baru Mikhail Gorbachev, ternyata diakali pihak imperialisme. Maka gagasan idealisme model baru harus isi komplit, dan wajib dijunjung sumber daya manusia, seperti Tiongkok.
Idealisme asli akan terjungjung hanya dalam pragmatisme berdampak terlihat anomali. Paradigma mentrapkan idealisme model lama pasti buntu, karena tuntutan perlu kehadiran idealisme model baru.
BS dapat dikatakan menyadari kepahitan matematika masa lalu, perintangi kecepatan jika meningkatkan voltase percepatan laju berjalan, maju meraih realisme masa datang. Dia ogah diganduli kepahitan itu meski memang jadi label kegagahan diantara keluarga atau materi sejarah ke tetangga.
Nampaknya analisa kebutuhan akan idealisme model baru itulah berbincang keras dalam akal budi Budiman Soedjatmiko, apa pun itu agar dia sendiri sedia menguraikannya jika kerinduan suara batinnya yang Nasionalis mengabdi NKRI.
Bekasi, 24 Juli 2023
*Penulis Toga Tambunan, pengamat politik