JAKARTA – Pasar keuangan Indonesia tetap diserbu investor asing di tengah memanasnya kondisi politik dalam negeri.
Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 19-22 Agustus 2024.
Merujuk data tersebut, investor asing tercatat beli neto Rp 15,91 triliun terdiri dari beli neto Rp 11,45 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp 0,33 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan beli neto Rp 4,13 triliun di saham.
Jumlah net buy asing pada pekan lalu adalah yang terbesar sejak pekan terakhir Juni 2024 (24-27 Juni 2024).
Asing juga terus mencatat beli neto dalam sembilan pekan terakhir dengan total net foreign buy sebesar Rp 73,7 triliun.
Secara keseluruhan, berdasarkan data setelmen dari awal tahun sampai dengan 22 Agustus 2024, investor asing mencatatkan beli neto Rp 6,39 triliun di pasar SBN, beli neto Rp185,29 triliun di SRBI dan beli neto Rp 6,4 triliun di pasar saham.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, derasnya dana asing di Indonesia sejalan dengan arah pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed). Melalui risalah Federal Open Market Committee (FOMC) yang terbit pekan lalu, The Fed menegaskankan sinyal pemangkasan suku bunga pada September mendatang.
Kebijakan ini membuat investor yang semula menanamkan modal di AS berbondong-bondong ke Emerging Markets, termasuk Indonesia.
Investor asing bahkan tidak terusik dengan huru-hara panasnya politik dalam negeri. Seperti diketahui, suhu politik Indonesia memanas pekan lalu setelah Badan Legislatif Dewan Perwakilan rakyat (DPR) menggela rapat untuk merevisi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemilihan kepala daerah (pilkada).
Rapat di DPR ini memicu kemarahan masyarakat hingga menimbulkan gelombang demo massal di berbagai kota, termasuk di Jakarta pada Kamis (22/8/2024).
Aksi protes berlangsung panas hingga akhirnya DPR batal mensahkan revisi Randangan Uncang-Undang (RUU) Pilkada dan akhirnya tetap mensepakati Pilkada berjalan sesuai aturan MK.
MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25% perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20% kursi DPRD.
Selain itu, perubahan ini sesuai putusan MK soal pemenuhan syarat minimum usia calon kepala daerah yang dihitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). (Enrico N. Abdiell)