Oleh: Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi
Saya sebagai salah satu perumus Reformasi TNI sungguh sangat sedih, membaca penyataan Pangdam V / Brawijaya. Dalam sistem demokrasi, TNI adalah pagarnya negara. Jati diri TNI adalah menjaga tegaknya NKRI dari ancaman apapun baik dari luar maupun dari dalam. Di era globalisasi kepentingan luar dan dalam berbaur sehingga sering tidak hitam putih.
Namun TNI harus tetap bisa dengan jeli memihak kepada kedaulatan rakyat. Dalam rangka mengamankan tegaknya negara dan menjaga kedaulatan rakyat TNI perlu mengawasai agar tugas kelembagaan lain masih tetap konsisten untuk menjalankan amanah kedaulatan rakyat sesuai fungsinya. Adalah tidak pada tempatnya kalau TNI terlibat hiruk pikuk politik praktis, dengan sekedar komentar sekalipun!
Sejatinya,– hidup mati TNI hanya untuk rakyat! TNI hanya boleh berpihak kepada amanat penderitaan Rakyat! Ketika bangsa ini terus carut marut, kewajiban TNI haruslah mengembalikan arah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kepada kepentingan rakyat. Bukan malah sebaliknya terhanyut dalam suasana hiruk pikuk politik bahkan ikut didalamnya secara langsung maupun tidak langsung.
Karenanya TNI harus memberi arah kepada elit sipil negeri ini untuk segera mengakhiri kondisi yangamburadul ini. TNI harus bisa memberi arah kepada elit sipil negeri ini bagaimana membatasi dan memanfaatkan globalisasi demi kesejahteraan rakyat. TNI harus bisa memberi kejelasan bagaimana negeri ini diselamatkan akibat sejumlah belenggu yang mencengkeram negeri ini.
TNI tidak boleh ragu untuk memberi solusi terhadap sistem kenegaraan yang amburadul. Saat ini belenggu sistem oligarkhi dan monopoli begitu kuat dalam melanggengkan kekuasaan. Sehingga demokrasi hanya jadi alat oleh kelompok tertentu untuk melanggengkan penguasaan sumber daya nasional. Demokrasi transaksional telah melahirkan “brandal politik” dan “bandit ekonomi” yang merongrong kedaulatan rakyat. Celakanya dengan menunggangi proses demokrasi secara sah dan legal !
TNI harus terdepan untuk menyatakan siap menata ulang sistem kenegaraan dan sistim hukum yang berlaku mengabdi pada kepentingan rakyat. Agar rakyat kedepan mendapat jaminan kesetaraan perlakuan dan kepastian hukum.
Semua itu harus segera disampaikan pada kedua calon presiden yang akan datang. Kalau diingatkan tidak digubris maka dalam kerangka demokrasi untuk kedaulatan rakyat dan demi menyelamatkan eksistensi negara dan kedaulatan rakyat maka dengan dukungan rakyat, TNI wajib melakukan kudeta!
Kudeta bukan untuk menguasai pemerintahan menjadi rezim militer kembali seperti Orde Baru. Kudeta bertujuan untuk menertibkan tata negara yang sudah amburadul akibat salah urus. Sudah waktunya meluruskan demokrasi yang sudah menyimpang dari tujuan awalnya yakni kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.
Di negara lain kudeta juga hal yang biasa dilalukan sepanjang didukung rakyat. Ibarat tubuh manusia, TNI itu adalah darah putih yang lokasinya tidak diketahui. Ketika darah merah gagal menghadapi ancaman maka TNI sebagai darah putih harus berperan untuk menyelamatkan nyawa republik.
Aib Hutang
TNI harus berani menitip pesan kepada kedua calon presiden untuk menempatkan hutang sebagai aib. Jangan mewariskan hutang kepada anak cucu. Karena TNI tidak boleh atas nama negara menjadi penjaga rezim yang membuat bangsa ini hina karena hutang!
Thailand dan Malaysia bisa melunasi hutang dalam 6 bulan dan mengusir IMF/WB dan kroni-kroninya. Mata uang dirampingkan menjadi sepertiga US Dolar. Infrastruktur dibangun diseluruh negeri sampai ke pelosok-pelosok. Apa modal Thailand melakukan itu semua? Apakah dengan durian monthong? Thailand bisa melakukan dengan caranya tersendiri. Indonesia seharusnya jauh lebih bisa karena lebih kaya. Bukan halusinasi karena ada contoh sukses negara tetangga yang tidak lebih kaya dari NKRI.
Melawan Korupsi
Adalah omong kosong, kalau komitmen perang melawan korupsi tanpa program aksi. Kalau capres tidak mau janji untuk bikin Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang (Perppu) dan pemisahan jabatan politik dan jabatan karir, maka TNI bisa menawarkan diri siap diperintah Panglima Tertinggi TNI untuk menumpas koruptor sebagai musuh negara. TNI tidak perlu membunuh koruptor tetapi gunakan TNI untuk membuka kedok mereka.
TNI juga bisa terdepan menumpas mafia dan premanisme yang menunggangi Demokrasi. Dalam realitanya, praktek mafia dan premanisme sudah merajalela. Justru karena kekuatan uang dan lemahnya kepemimpinan yang selama ini menyebabkan demokrasi diperalat untuk kepentingan pihak yang bisa membayar. Menjadi demokrasi “wani piro”.
Seharusnya TNI juga perlu titip pesan untuk kelak capres terpilih keluarkan perintah pada TNI untuk membasmi preman dan mafia agar rakyat bisa hidup bebas, lepas, dan merdeka. Tidak sulit buat TNI untuk memancing mafia dan preman muncul di permukaan, karena mencari musuh yang sembunyi saja bisa. Tugas ini tidak perlu dengan membunuh mereka.
Sampaikan pesan kepada para capres bahwa TNI bukan anti perusahaan besar yang menguasai hutan, kebun, dan Tambang. TNI sama sekali tidak anti pasar modern. Tetapi presiden mendatang harus mau melindungi rakyat dalam hal penguasaan tata ruang dan tata uang agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran Rakyat.
Alihkan APBN yang dikorup dan pelicin ijin-ijin oleh segelintir pejabat untuk menaikkan gaji PNS, TNI dan Polri. Dengan demikian rakyat dan mereka hidupnya mempunyai kepastian masa depan. Cara-cara tersebut sesungguhnya terwadahi dalam Undang-undang TNI tentang tugas Operasi Militer Bukan Perang. TNI sama sekali tidak perlu menggunakan senjata dan apalagi dengan membunuh siapapun tanpa proses hukum.
Janganlah negeri yang sakit parah ini dibiarkan hanya demi demokrasi. Sepanjang tugas-tugas tersebut untuk rakyat, terukur, dan non-violence,– mengapa TNI masih diam?
Bila capres terpilih serius, hanya dengan enam bulan cukup setelah itu mesin demokrasi dikembalikan penuh kepada sipil, dengan sepenuhnya dalam tata kehidupan yang berazaskan supremasi sipil. TNI selanjutnya hanya mengawal demokrasi. TNI adalah bagian dan alat demokrasi maka gunakan TNI untuk menyelamatkan negara.
Kondisi ini perlu disiapkan, untuk mengantisipasi kalau saja perbedaan kalah menang dalam Pilpres 9 Juli 2014 tidak signifikan alias tipis. Kemungkinan akan ada pihak-pihak yang secara sengaja hendak membakar “rumput yang sudah kering”.
*Penulis adalah salah satu Deklarator Gerakan Renaissance Indonesia. Perintis Gerakan Reformasi TNI. MantanAsisten Teritorial Kepala Staf TNI AD.