Jumat, 31 Oktober 2025

Kilang LNG Masela: Jangan Sampai Rakyat Tanimbar Jadi Aborigin

JAKARTA- Polemik penempatan Kilang LNG (Liquid Natural Gas) Masela di pemerintah Jakarta antara Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli dengan Menteri ESDM, Sudirman Said seharusnya juga menghitung kepentingan Masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) khususnya Kepulauan Tanimbar. Perlu diketahui bahwa kekayaan alam rakyat Kepulauan Tanimbar 7 (tujuh) kali dari negara Brunei Darussalam. Hal ini disampaikan oleh analis pertahanan dari Indonesia Institute For Maritime Studies, DR. Connie Rahakunduni Bakrie dalam Forum Publik bertemakan ‘Blok Masela: Menuju Keputusan yang Konstitusional dan Bermartabat’ yang diadakan oleh Indonesian Resources Studies (Iress) dan Komisi VII DPR-RI di gedung MPR-RI, Jakarta, Rabu (2/3).

“Jangan sampai kilang LNG Masela dibangun di darat, penduduk di Tanimbar jadi ‘Aborigin’ dan merusak lingkungan hidup. Karena kilang LNG didarat membutuhkan lahan milik adat setempat secara ekslusif seluas 600-800 hektar yang tertutup bagi masyarakat. Seperti di Arun (Aceh-red) dan Bontang (Kalimantan Timur-red), hanya pekerja kilang LNG yang bisa tinggal dan masuk dalam kompleks,” ujarnya.

Sebagai Ketua Task Force Pembangunan MTB (Maluku Tenggara Barat), Connie Rahakundini juga membandingkan antara kilang terapung dan kilang darat yang saat ini sedang menjadi polemik di dalam pemerintahan Joko Widodo. Kilang terapung di atas sebuah mothership (kapal induk) seluas 40-50 Hektar, membutuhkan modal 14,8 Milyar Dollar dengan kapasitas produksi 7,5 MTPA, bisa mulai dibangun 2019 dengan jangka waktu produksi 2024-2048 (24 tahun).

Sementara itu kilang darat membutuhkan lahan seluas 600-800 Hektar, membutuhkan modal 19,3 Milyar Dollar dengan kapasitas produksi 7,5 MTPA, baru bisa mulai dibangun 2021 dengan jangka waktu produksi 2026-2048 (22 tahun).

Kilang terapung akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 126,3 Milyar Dollar. Penerimaan pemerintah sebesar 51,8 Milyar Dollar ditambah ekstra 9,5 Milyar Dollar. Ekstra 9,5 Milyar Dollar (Rp 117 Triliun) bisa dipakai Indonesia Timur untuk membangun pembangkit listrik 6.300 Megawat, membangun 89 proyek jalan raya trans Maluku dan membangun 9 proyek pelabuhan. Penyerapan tenaga kerja tahun 2019 = 106.600. Total penyerapan tenaga kerja dari tahun 2024 –2048 sebesar 657.000.

Kilang darat akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 122 Milyar Dollar dengan penerimaan pemerintah sebesar 42.3 Milyar Dollar. Penyerapan tenaga kerja tahun 2021 = 143.900. Total penyerapan tenaga kerja dari tahun 2026 –2048 sebesar 851.100.

Skenario dan Dampak
Menurut Connie Rahakundini, jika skenario kilang terapung yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pemerintah maka pembangunan kilang terapung bisa segera berjalan pada 2019 sehingga akan menyelamatkan satu-satunya proyek migas di Indonesia yang masih berjalan dan memulihkan kepercayaan investor pada hulu migas Indonesia.

“Ini akan memberikan dampak positif pada penanaman modal dalam negeri, tol laut, industri maritim dan peningkatan produksi gas nasional sehingga dampaknya memacu pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat Tanimbar dan Indonesia Timur,” jelasnya.

Sementara itu jika Presiden Joko Widodo memilih skenario kilang darat maka menurutnya akan terjadi penundaan pembangunan kilang darat sampai 2021 sehingga menjadi tidak ekonomis dan terjadi lay off karyawan yang pada pertengahan tahun 2016 akan mencapai 65%. Akibatnya investor hengkang, kepercayaan investasi merosot karena wan-komitmen dan pasokan gas merosot.

“Indonesia akan hilang dalam persaingan global. Meresahkan masyarakat. Politik lokal semakin tajam. Dampaknya, bisa jadi MTB melepaskan diri dari Indonesia,” jelasnya.

Hal ini dibenarkan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Daerah Tanimbar Johanis Malindir yang meminta Presiden Joko Widodo segera memutuskan skema pengembangan blok Masela yang saat ini dikerjakan oleh perusahaan Jepang, Inpex Corporation.

“Kami sebagai masyarakat Tanimbar tidak peduli soal teknis. Hanya yang menjadi sorotan, apakah pemerintah mau memperhatikan kami yang merupakan putra-putri daerah Maluku. Jangan sampai karena masalah ini, kami memilih untuk memisahkan diri karena jarak ke Darwin (Australia) hanya 45 menit ketimbang ke Ambon yang sampai 1 jam 45 menit,” ancam Johanis.

Connie Rahakundini juga mengingatkan, akibat polemik Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli dengan Menteri ESDM, Sudirman Said di Jakarta, meningkatkan tensi politik di Kepulauan Tanimbar karena kenaikan harga tanah oleh calo tanah yang mengganggu ketenteraman masyarakat adat setempat.

“Kalau toh Presiden memilih di darat, maka tanah tidak boleh dijual-beli tetapi hanya boleh sewa pakai dengan jangka waktu tertentu. Supaya rakyat Tanimbar tidak benar-benar kehilangan tanah adat seperti Aborigin. Presiden harus pastikan itu! kalau tidak maka tanah dipulau itu akan habis dibeli orang luar. Dua hektar dibeli dari rakyat seharga Rp 2 milyar kemudian bisa disewakan perbulan 4 milyar. Penduduk asli kalah sama pendatang, jadi aborigin diluar pagar kompleks industri,” tegasnya. (Web Warouw)

 

 

 

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru