JAKARTA – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan menyebut, utang perusahaan Siti Hardianti Rukmana atau Tutut Soeharto terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mencapai Rp700 miliar.
Utang tersebut berasal dari tiga perusahaan yang terafiliasi dengan Tutut, yaitu PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan PT Citra Bhakti Margatama Persada.
“Saya tidak ingat detailnya, karena juga ada dolar AS, tapi kalau rupiah totalnya sekitar Rp700 miliar,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban saat media briefing di Jakarta, Selasa (20/6).
Rionald mengatakan Satuan Tugas (Satgas) BLBI telah memanggil ketiga perusahaan yang terlibat dalam utang Tutut terkait BLBI. Namun, ketiga perusahaan hanya mengirimkan kuasa hukum. Oleh karena itu, belum ada kesepakatan terkait pemulihan aset negara hingga saat ini.
“Dalam kita melakukan penagihan, masing-masing pihak biasanya memberikan argumen mengapa menurut mereka itu bukan menjadi tanggung jawab. Tapi, yang datang ke pemanggilan kuasa hukum,” ujar Rionald.
Sementara itu, BLBI tidak bisa melakukan penyitaan untuk memulihkan aset negara karena tidak ada aset yang dijamin oleh ketiga perusahaan Tutut.
Untuk itu, Satgas BLBI sedang menelusuri harta kekayaan lain yang terkait.
“Kami terus melakukan penelusuran. Sebagaimana debitur lain yang harta kekayaan lainnya kami lihat, kami juga akan lihat harta kekayaan Tutut, karena waktu kami tidak banyak,” jelas Rionald.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Jusuf Hamka menagih utang pemerintah sebesar Rp800 miliar kepada perusahaannya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) yang bermula dari deposito sebesar Rp78 miliar di Bank Yakin Makmur (Yama) yang dilikuidasi pemerintah pada saat krisis moneter 1998.
Kementerian Keuangan belum membayarkan kewajibannya ke PT CMNP karena menimbang utang Tutut Soeharto selaku obligor BLBI.
Tutut tercatat sebagai Komisaris Utama PT CMNP (1987-1999) dan pemegang saham pengendali Bank Yama. (Enrico N. Abdielli)