JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto menilai, pernyataan Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto tentang lembaga Pengadilan merupakan tempat diwujudkannya keadilan yang membawa harapan bagi pencari keadilan. Hal ini disampaikan Hasto saat membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
“Eksepsi saya ini sengaja dimulai dengan mengutip pidato Prof Sunarto. Ketika pertama kali membaca pernyataan tersebut, kami merasakan betapa mulia peran hakim dan lembaga peradilan bagi terwujudnya cita-cita keadilan dan sekaligus cita-cita nasional,” kata Hasto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Hasto lantas memuji pemikiran Ketua MA yang menegaskan lembaga Pengadilan merupakan tempat mulia yang dapat diharapkan bagi semua pencari keadilan. Pernyataan Sunarto itu disampaikan saat pengukuhan dirinya sebagai guru besar di Universitas Airlangga pada tanggal 10 Juni 2024 yang lalu.
“Tidak berlebihan jika dari lubuk hati terdalam kami katakan bahwa pemikiran Prof Sunarto tersebut menjadi ‘nur’ atau cahaya yang membangun harapan di tengah kriminalisasi hukum yang saya alami hingga duduk di kursi terdakwa ini,” kata Hasto.
Sekjen PDI-P itu pun meyakini Pengadilan merupakan lembaga yang dapat mewujudkan keadilan. Ia juga percaya sepenuhnya bahwa di lembaga peradilan inilah keadilan yang sejati dapat diwujudkan.
“Harapan ini kami yakini karena di dalam menjalankan tugasnya lembaga ini bersifat merdeka, independen, dan mengambil keputusan berdasarkan keadilan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” ucapnya.
Hasto bilang, Sunarto menyampaikan bahwa hukum tanpa keadilan seperti seperangkat peraturan yang kering tanpa roh.
“Beliau juga menegaskan bahwa seorang hakim harus bertindak sebagai pembelajar sepanjang hayat, peneliti, dan filsuf agar mampu melihat keadilan yang sejati,” kata Hasto.
“Keadilan tersebut di luar batas formalitas hukum, serta memperhatikan dampak sosial, budaya, dan kemanusiaan,” ucapnya.
Sekjen PDI-P ini menuturkan bahwa pada saat hakim mengambil keputusan, keadilan juga akan sulit terwujud apabila hakim hanya menjadi mesin yang hanya memproses hukum.
Pasalnya, menurut Ketua MA, kata Hasto, hakim harus bisa merasakan denyut keadilan yang hidup di setiap bagian jiwanya.
Sunarto, lanjut Hasto, juga menegaskan bahwa keputusan seorang hakim tidak hanya melihat aspek formal dan materiil semata, namun juga melakukan dialektika dengan melihat aspek kemanusiaan, dan latar belakang atau suasana kebatinan dari setiap peristiwa hukum.
“Betapa luar biasa pemikiran yang sangat filosofis dari Prof Sunarto. Saya percaya bahwa Majelis Hakim yang Mulia memiliki pandangan dan sikap yang sama dengan Prof Sunarto. Tiada keraguan dari saya bahwa di ruang sidang ini akan menjadi tempat keadilan ditegakkan,” ucapnya.
Pendukung Hasto Pakai Rompi Oranye
Sidang kasus dugaan suap pengurusan penggantian antarwaktu anggota (PAW) DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, kembali digelar. Pendukung Hasto memakai rompi oranye bak tahanan bertulisan ‘Hasto tahanan politik’.
Di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025), pukul 08.50 WIB, sidang Hasto dengan agenda membacakan nota keberatan atau eksepsi belum dimulai. Namun, para pendukung Hasto sudah memasuki ruang persidangan.
Mereka mengenakan rompi berwarna oranye bertulisan #Hastotahananpolitik. Ada sekitar 17 orang yang memakai rompi tersebut, di mana salah satunya ialah Ketua PDIP Solo Fx Rudy.
Sejumlah pengacara Hasto juga telah tiba di persidangan. Di antaranya Maqdir Ismail, Arman Hanis, Ronny Talapessy, Alvon Kurnia Palma, Johanes Tobing hingga Febri Diansyah.
Ada juga unjuk rasa di depan Pengadilan Tipikor Jakarta. Mereka juga menyuarakan jika Hasto merupakan tahanan politik.
KPK mendakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020.
“Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buronan.
“Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350.00 atau setara Rp600.000.000 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022,” kata jaksa, Jumat (14/3).
Hasto Bukan Bung Karno
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, menjelang ditangkap dan ditahan KPK biasanya Sekjen PDIP Hasto senang mengutip-ngutip pernyataan Bung Karno. Bahkan Hasto berupaya memberi kesan dirinya sama dengan Bung Karno saat melawan pengadilan kolonial Belanda di masa penjajahan dulu.
Hasto dan partainya PDIP berusaha membangun narasi bahwa semua tuduhan KPK terhadapnya adalah adalah kriminalisasi yang dilakukan oleh Presiden RI ke 7 Jokowi. Padahal presiden sudah berganti.
Yang tidak bisa dibantah dan menjadi rahasia umum adalah keterlibatannya melindungi buronan Harun Masiku sampai saat ini. Jadi tidak sulit untuk membedakan antara perlawanan Hasto dengan perjuangan Bung Karno. Anehnya para “Soekarnois” di dalam PDIP diam membebek. (Web Warouw)