Minggu, 20 Juli 2025

KORBAN 168 PEREMPUAN..! Pemerkosaan Massal ’98 Dipastikan Masuk di Penulisan Ulang Sejarah RI 

JAKARTA – Editor umum penulisan ulang sejarah Indonesia, Profesor Singgih Tri Sulistiyono, memastikan peristiwa pemerkosaan massal etnis Tionghoa pada 1998 masuk dalam penulisan sejarah yang sedang dikerjakan saat ini.

“Insyaallah ditulis. Tak perlu terjadi kekhawatiran,” kata Singgih dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (18/6/2025).

Topik sejarah pemerkosaan massal pada era pengujung Orde Baru dan fajar reformasi itu menjadi pembicaraan yang hangat akhir-akhir ini usai Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyangkal peristiwa itu.

Di sisi lain, proyek penulisan ulang sejarah nasional sedang dikerjakan. Proyek ini dipimpin oleh kementerian Fadli Zon. Singgih merasa ada tendensi persepsi publik di tengah isu ini.

“Kemarin agak dipelintir-pelintir seolah-olah kita akan menghilangkan (topik) itu. Itu tidak benar,” ujar Singgih.

Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) ini mengatakan peristiwa 1998 itu sebagai satu peristiwa dari sejarah Indonesia yang panjang, maka tentu itu perlu dicatat meski tidak akan banyak termuat di buku yang sedang dia kerjakan.

“Hanya saja, itu kita kaitkan dalam konteks perjalanan kita sebagai sebuah bangsa. Kalau ada yang mau mendalami sendiri mengenai sejarah pelanggaran HAM pada masa transisi menuju reformasi ya silakan, tapi kalau detail sekali ya jadi berapa ribu halaman itu,” ujarnya.

Kata Fadli Zon Dalam wawancara bersama IDN Times, Fadli Zon mengeklaim peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998 tidak ada buktinya. Fadli Zon menyangkal peristiwa pemerkosaan pada Mei 1998 itu terjadi secara massal.

“Istilah ‘massal’ juga telah menjadi pokok perdebatan di kalangan akademik dan masyarakat selama lebih dari dua dekade, sehingga sensitivitas seputar terminologi tersebut harus dikelola dengan bijak dan empatik,” ucap Fadli dalam keterangan tertulis, Senin (13/6/2025) lalu.

Politikus Partai Gerindra ini juga menyebut bahwa laporan media maupun dokumen resmi negara belum pernah membuktikan secara kuat bahwa kekerasan seksual terjadi secara massal.

“Liputan investigatif sebuah majalah terkemuka tak dapat mengungkap fakta-fakta kuat soal ‘massal’ ini. Bahkan, laporan tim gabungan pencari fakta (TGPF) ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid, baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian, atau pelaku,” kata dia.

Namun demikian, Fadli membantah bahwa dirinya menafikan keberadaan korban kekerasan seksual dalam kerusuhan tersebut.

Fadli juga menegaskan bahwa dirinya mengecam semua bentuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.

Korban Ada 168 Orang

Kepada Bergelora.comdi Jakarta dilaporkan, anggota Komnas Perempuan Dahlia Madani menanggapi pernyataan elite politik yang menyebut tidak ada niat jahat terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi 1998.

Dahlia justru menyebut ada sekitar 168 orang yang menjadi korban dalam peristiwa itu. Komnas Perempuan mendasarkan dari informasi fakta yang dikeluarkan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) itu melaporkan jumlah total korban perkosaan dan mengungkapkan seksual pada 3 Juli 98 itu ada sekitar 168 orang, 152 di Jakarta sekitarnya dan 16 di Solo, Medan, Palembang, dan Surabaya,” kata Dahlia dalam tayangan Primetime News , Metro TV , Selasa, 17 Juni 2025.

Dahlia mengungkap, dari 168 korban, hanya ada 52 kasus yang dilaporkan. Kasus yang dilaporkan meliputi kasus perencanaan , permerkosaan dengan paksaan, dan penyerangan seksual.

“TGPF mendengarkan kesaksian dari korban, dari dokter yang merawat korban perkosaan, psikiater, psikolog, pendamping, konselor, dan keluarga korban yang melaporkan dan diwawancarai oleh tim TGPF,” ujarnya.

Korban-korban tersebut, kata Dahlia, bukan hanya ada di Jakarta. Namun, ada pula di beberapa tempat yang menjadi daerah investigasi TGPF.  (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru