Senin, 23 Juni 2025

KURANG KERAS TEKANANNYA..! 39 Tahun Indonesia Ratifikasi CEDAW, Tapi Perempuan Masih Sulit Memperoleh Keadilan

JAKARTA- Organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Sipil untuk UU PPRT, Asosiasi LBH APIK Indonesia, CEDAW Working Group Indonesia, LBH Masyarakat
serta berbagai organisasi lainnya mendesak DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga (UU PPRT) sebagai bagian dari komitmen menghapus diskriminasi terhadap posisi pekerja rumah tangga dan jaminan kesetaraan di muka hukum.

Dibawah ini pernyataan dan tuntutan lengkap yang diterima Bergelora.com di Jakarta Jumat (28/7):

Pada Hari Senin 24 Juli yang lalu, Putusan atas kasus SK, seorang Pekerja Rumah Tangga
yang mengalami penganiayaan, penyiksaan, eksploitasi, dan kekerasan seksual disampaikan
majelis hakim PN Jakarta Selatan dengan pidana yang dijatuhkan di antara para terpidana
paling tinggi 4 tahun, dengan total restitusi sebesar 275.042.000 rupiah.

Dari sekian penderitaan yang telah dialami oleh Korban dan dampaknya jangka panjang ke depan, Putusan tersebut sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan sama sekali. Putusan tersebut telah menunjukkan perspektif dan sikap aparat penegak hukum yang masih belum tuntas memperhatikan pengalaman, diskriminasi dan ketimpangan relasi sosial yang dialami oleh perempuan yang telah dimandatkan PERMA No. 3 tahun 2017 tentang Penanganan
Perkara Perempuan berhadapan dengan Hukum.

Termasuk dalam kasus ini adalah
perempuan pekerja rumah tangga yang menghadapi relasi kuasa timpang sehingga pemberi
kerja bersikap sewenang-wenang serta tidak menghormati harkat dan martabat pekerja rumah tangga.

Perspektif dan sikap aparat penegak hukum tersebut juga mencerminkan bahwa setelah 39
tahun CEDAW diratifikasi melalui Undang-undang No. 7 tahun 1984, masih terdapat berbagai
diskriminasi terhadap perempuan yang belum dihapuskan, yang dalam hal ini adalah diskriminasi dalam proses peradilan.

Pasal 2 CEDAW secara jelas memandatkan bahwa negara harus melakukan upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya, diantaranya pada huruf (c) untuk menegakkan perlindungan hukum terhadap hakhak perempuan atas dasar yang sama dengan kaum laki-laki dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan-badan pemerintah lainnya, perlindungan
kaum perempuan yang efektif terhadap setiap tindakan diskriminasi, dan huruf (d) yaitu tidak melakukan suatu tindakan atau praktik diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk menjamin
bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan kewajiban tersebut.

Dalam kasus yang dihadapi SK dan juga yang dialami pekerja rumah tangga lainnya, aparat penegak hukum juga belum memperhatikan mandat CEDAW Pasal 14, yaitu negara wajib memperhatikan masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh perempuan di daerah pedesaan dan peranan yang dimainkan perempuan pedesaan demi kelangsungan hidup keluarga
mereka di bidang ekonomi, termasuk pekerjaan mereka pada sektor ekonomi bukan
penghasil uang, dan wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menjamin penerapan ketentuan-ketentuan. Para pekerja rumah tangga mayoritas perempuan yang berasal dari pedesaan atau kelompok miskin kota telah mengalami diskriminasi ganda sepanjang hidupnya, tidak hanya pada aspek akses sumberdaya ekonomi yang timpang
namun juga diskriminasi gender.
Berbagai kasus lain yang kami cermati menunjukkan bahwa masih banyak perspektif dan sikap aparat penegak hukum yang belum mencerminkan dilaksanakannya mandat CEDAW untuk menjadikan pengalaman ketidakadilan struktural baik berbasis gender maupun berbagai bentuk relasi sosial lainnya yang dialami oleh perempuan berhadapan dengan
hukum yang berpengaruh pada situasi dan posisinya dalam suatu perkara.

Dalam kasus anak AG, misalnya, hakim masih mengabaikan posisi AG sebagai perempuan anak dalam
mempertimbangkan Putusan sehingga menempatkannya pada Lapas anak sehingga sama
sekali tidak mencerminkan pemahaman terhadap kepentingan terbaik bagi anak juga tidak
memperhatikan situasi perempuan anak yang rentan mengalami kekerasan dalam Lapas anak.

Begitu pula mengabaikan kekerasan seksual yang dialami AG dari aspek adanya faktor relasi kuasa antara orang dewasa dengan perempuan anak yang jelas-jelas sesuai dengan
hukum di Indonesia merupakan tindak pidana kekerasan seksual dan melanggar Undang-undang Perlindungan Anak, dimana adanya kerentanan anak menjadi korban eksploitasi orang dewasa sehingga tindakan hubungan seksual orang dewasa terhadap anak adalah
pidana yang tidak perlu dibuktikan adanya persetujuan atau tidak (statutory rape).

Kasus-kasus di atas adalah kasus yang telah menjadi perhatian publik, belum termasuk berbagai
kasus yang tidak terpublikasi di media massa yang tidak dikawal oleh masyarakat yang minim
dukungan untuk memperoleh proses hukum yang adil dan non diskriminatif.

Bahwa jaminan kesetaraan sebagai warga negara, termasuk di muka hukum, bebas dari kekerasan dan ketidakadilan, telah dijamin dalam UUD 1945 serta berbagai peraturan
perundang-undangan lain setelah ratifikasi CEDAW antara lain UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 12 tahun 2005 tentang ratifikasi hak sipil dan politik.

Berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat memperkuat akses keadilan bagi perempuan berhadapan
dengan hukum memang telah diterbitkan yang tak lepas dari dorongan masyarakat sipil baik
dalam bentuk Undang-undang seperti UU PKDRT, UU TPPO, UU Perlindungan Anak, UU
Penyandang Disabilitas, dan terakhir UU TPKS, selain itu peraturan perundangan diantaranya Perkapolri No. 10 tahun 2007 mengenai Unit PPA dan PERMA No. 3 tahun 2017 mengenai
penanganan perkara perempuan berhadapan dengan hukum.

Meskipun begitu, masih terdapat peraturan perundang-undangan yang kontraproduktif, seolah netral, namun melemahkan bahkan dapat digunakan untuk mengkriminalkan
perempuan korban kekerasan yang sedang memperjuangkan keadilan, diantaranya Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) mengenai transmisi elektronik bermuatan kesusilaan dan mengenai pencemaran nama baik, Pasal 2 KUHP mengenai hukum yang hidup, Pasal 411 KUHP baru pada unsur perluasan perzinaan, juga perspektif diskriminatif yang seringkali timbul dari dampak pembakuan peran gender dalam Pasal 34 UU Perkawinan.

Dari kajian dari berbagai kasus dan juga pengalaman para pendamping perempuan berhadapan dengan hukum yang telah kami cermati, proses penegakan hukum masih
seringkali mengabaikan pengalaman ketidakadilan gender perempuan beserta aspek
interseksionalitasnya, sehingga masih perlu upaya lebih massif oleh negara untuk melakukan
penguatan sebagai wujud dimandatkan oleh CEDAW.

Oleh karena itu, kami organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Sipil untuk UU PPRT, Asosiasi LBH APIK Indonesia, CEDAW Working Group Indonesia, LBH Masyarakat serta berbagai organisasi yang tergabung dalam penyataan ini, menyampaikan tuntutan sebagai berikut :

  1. Mendesak DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja
    Rumah Tangga (UU PPRT) sebagai bagian dari komitmen menghapus diskriminasi
    terhadap posisi pekerja rumah tangga dan jaminan kesetaraan di muka hukum.
  2. Pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh mengenai pelaksanaan CEDAW dalam
    bidang penegakan hukum serta menyusun peraturan dan strategi percepatan
    implementasi CEDAW dengan melibatkan unsur masyarakat sipil, terutama pendamping
    perempuan berhadapan dengan hukum, dalam rangka memastikan pengalaman
    ketidakadilan gender yang dialami perempuan dengan berbagai ragam identitasnya
    diakomodasi;
  3. Pemerintah melakukan upaya revisi dan atau penghapusan terhadap peraturan
    perundang-undangan yang berpotensi melemahkan perempuan korban, diantaranya Pasal 27 ayat (1) dan (3) UU ITE, termasuk potensi dari dampak peraturan perundangundangan yang diskriminatif, atau seolah netral namun berdampak dan atau berpotensi
    diskriminatif baik nasional maupun daerah, seperti Pasal 2 dan 411 KUHP.
  4. Pemerintah mewajibkan semua penegak dan aparat hukum, memiliki kualifikasi
    pengetahuan dan keterampilan/ implementasi CEDAW, dan peraturan turunannya dan menerapkannya dalam proses penegakan hukum pada perempuan berhadapan dengan hukum baik sebagai saksi, korban, maupun pelaku. Negara menyiapkan instrumen
  5. pendidikan/pelatihan kepada semua aparat penegak hukum yang harus memastikan
  6. memasukkan mandat-mandat CEDAW;
  7. Dalam kaitan dengan kasus kekerasan seksual, Pemerintah harus memastikan mandat
    CEDAW secara jelas dan eksplisit diatur dalam substansi PP dan Perpres UU TPKS,
    terlebih lagi dalam Peraturan turunan mengenai Penanganan, Restitusi, Layanan Terpadu dan Pendidikan dan Pelatihan bagi Aparat Penegak Hukum.

Organisasi/Lembaga yang menyatakan:

  1. JALA Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)
  2. Asosiasi LBH APIK Indonesia
  3. CEDAW Working Group Indonesia
  4. Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA)
  5. LBH Masyarakat (LBHM)
  6. Rumpun Gema Perempuan (RGP)
  7. Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia(YAPESDI)
  8. Institute Sarinah
  9. Kalyanamitra
  10. LBH APIK Semarang
  11. LBH APIK Jakarta
  12. LBH APIK Sulsel
  13. LBH APIK NTT
  14. LBH APIK NTB
  15. LBH APIK Medan
  16. LBH APIK Jawa Barat
  17. LBH APIK Kalimantan Timur
  18. LBH APIK Yogyakarta
  19. LBH APIK Banten
  20. LBH APIK Kota Batu Malang
  21. LBH APIK Bali
  22. LBH APIK Aceh
  23. Lembaga Partisipasi Perempuan (LP2)
  24. Indonesia women centre (IWC)
  25. Yayasan Hari Ibu (YHI)
  26. Yayasan JOUDI
  27. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)
  28. Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRCKJHAM)
  29. Kidung
  30. Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (YAPESDI)
  31. Lembaga Bantuan Hukum ( LBH )APIK Semarang
  32. Operata DIY (Warungboto)
  33. Suluh Perempuan
  34. Rumpun Gema perempuan
  35. Bale Nine Lombok Timur
  36. Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)
  37. PAWG Indonesia
  38. ASPPUK
  39. Perempuan Mahardhika
  40. YAYASAN SUKMA
  41. Sikola Mombine-Sulteng
  42. Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER -Jakarta
  43. Jaringan Akademisi GERAK Perempuan
  44. Institute for Women’s Empowerment (IWE)
  45. Bhakti Hati Persada (BHATIDA) Indonesia.
  46. KAPAL Perempuan
  47. Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia ( KABAR BUMI)
  48. Mitra ImaDei
  49. WCC Dian Mutiara Malang
  50. Lingkar Studi Advokat
  51. Forum Tamansari Bersatu
  52. Safety
  53. Jaringan Buruh Migran (JBM)
  54. Jalastoria
  55. Gerakan Penggiat Sulawesi Tenggara (GPS )
  56. MALEO Sulteng
  57. Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan ( KPKP ) Sulawesi Tengah
  58. Komunitas Hanaf-NTT
  59. Alpen Sultra
  60. Komunitas Perempuan Muda Kendari
  61. Metamorfosis Menuju Inklusi
  62. Aliansi Perempuan Merangin(APM)
  63. HUMANUM
  64. FAMM Indonesia
  65. Kelas Muda
  66. Sekolah Gender
  67. Sapuan Blitar
  68. Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI)
  69. Koalisi Perempuan Indonesia ( KPI )
  70. Kalyanamitra
  71. Rahima
  72. Perkumpulan INA TUNI,Maluku
  73. Leaders Institute Gorontalo
  74. Cita Madani Institute (CMI)
  75. Yayasan Karampuang Mamuju, Sulawesi Barat
  76. Grup Aksi Amnesty Amawa Wikreti
  77. Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB Indonesia )
  78. Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI)
  79. Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia(GERGATIN)
  80. Perkumpulan Jiwa Sehat(PJS)
  81. Komunitas Peduli Perempuan dan Anak ( KPPA Sulteng
  82. Yayasan Cahaya Perempuan WCC – Bengkulu
  83. Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP)
  84. Yayasan Yogasmara
  85. PESADA – SUMUT
  86. Perkumpulan OHANA
  87. IDP Purworejo
  88. PPD Klaten
  89. Pemberdayaan Tuli Buta (PERMATA)
  90. Sikola Mombine – SM Sulawesi Tengah
  91. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari- YBLL Bali
  92. Commitment for Change consulting ( KoUP ) – Jakarta
  93. SP Kinasih
  94. Partnership for Governance Reform ( Kemitraan)
  95. Lembaga Bantuan Hukum Semarang ( LBH Semarang)
  96. Jaringan Advokasi Tambang – JATAM Sulteng
  97. Yayasan Pendidikan Rakyat ( YPR )Sulteng
  98. Yayasan Tanah Merdeka ( YTM) Sulteng
  99. Yayasan SHEEP Indonesia, D.I Yogyakarta
  100. Yayasan Yekti Angudi Piadeging Hukum Indonesia ( YAPHI) Jawa Tengah
  101. KOPRI PMII Komisariat Tarbiyah Cabang Surabaya Selatan (Rls)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru