Minggu, 27 April 2025

MAFIA KUASAI PERTAMINA..! Ini Peran 7 Tersangka Kasus Korupsi Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

“Setelah memeriksa saksi, ahli, serta bukti dokumen yang sah, tim penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dikutip dari Kompas.com, Selasa (25/2/2025).

Para tersangka diduga membeli Pertalite untuk “diblending” menjadi Pertamax. Hasil blending tersebut kemudian dijual dengan harga Pertamax dan menyebabkan kerugian hingga Rp 193,7 miliar.

Akal-akalan Bos Pertamina Patra Niaga dalam Korupsi Pertamina: Beli Pertalite Dioplos Jadi Pertamax Kerugian ini berasal dari berbagai komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

Lantas, apa saja peran dari para tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut?

Daftar Tersangka Di Kasus Korupsi Pertamina

Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina diketahui termasuk di antara pejabat yang ditetapkan Kejagung sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang itu.

Untuk lebih lengkapnya, berikut tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023:

1. Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Bersama SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang bersama SDS dan AP Bersama SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum RS “menyulap” BBM Pertalite menjadi Pertamax

2. SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Bersama RS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang Bersama RS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum

3. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Bersama RS dan SDS Melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang Bersama RS dan SDS memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum

4. YF selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping Melakukan mark up kontrak pengiriman pada saat impor minyak mentah dan produk kilang melalui PT Pertamina International Shipping.

5. MKAN selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Akibatnya mark up kontrak pengiriman yang dilakukan tersangka YF, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN.

6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Bersama GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi

7. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Bersama DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi GRJ dan DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi GRJ dan DW juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang

Penjelasan Peran Tersangka Di Kasus Korupsi Pertamina

Dilansir dari Antara, Selasa, Kejagung telah mengungkapkan peran dari para tersangka dalam kasus korupsi di PT Pertamina tersebut. Kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. Aturan tersebut membuat pemenuhan kebutuhan minyak mentah di dalam negeri mesti dipasok dari dalam negeri, begitu pula dengan kontraktornya yang harus berasal dari dalam negeri.

Akan tetapi, penyidikan Kejagung menemukan bahwa tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang. Hal itu membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. Adapun pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.

Saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, kata Qohar, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.

Maka, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri. Di sisi lain, kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipenuhi dengan cara impor.

Menurut Qohar, terdapat perbedaan harga yang sangat tinggi antara minyak mentah impor dan yang diproduksi dalam negeri.

“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ujar Qohar.

Selanjutnya, dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina, dengan broker.

Para tersangka diduga mengincar keuntungan lewat tindakan pelanggaran hukum ini.

“Tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” ucapnya.

Selain itu, tersangka DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi. Tak hanya itu, mereka juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang. RS kemudian “menyulap” BBM Pertalite menjadi Pertamax.

Adapun RS melakukan pembayaran produk kilang untuk Pertamax (RON 92), padahal yang dibeli adalah Pertalite (RON 90) atau lebih rendah. Pertalite tersebut kemudian dicampur di Depo untuk menjadi RON 92.

Kejagung menegaskan bahwa praktek ini tidak diperbolehkan. Pada saat impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan adanya mark up kontrak pengiriman yang dilakukan tersangka YF melalui PT Pertamina International Shipping.

Akibatnya kecurangan tersebut, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN.

Selain itu, akibat kecurangan tersebut, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi.

Kemudian, HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 193,7 triliun. Namun, jumlah ini adalah nilai perkiraan sementara dari penyidik.

Kejagung menyebut, nilai kerugian yang pasti sedang dalam proses penghitungan bersama para ahli.

Sosok Riza Chalid Saudagar Migas

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, rumah pengusaha minyak dan gas Muhammad Riza Chalid digeledah oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Selasa, 25 Februari 2025. Penggeledahan ini buntut dari ditetapkannya anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.

“Bocoran ada kami geledah di rumah Muhammad Riza Chalid,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Jakarta Selatan, Selasa, 25 Oktober 2025.

Adapun Kejagung menggeledah dua rumah milik Riza Chalid yang terletak di Jalan Jenggala 2 Kebayoran Baru dan di Plaza Asia Lantai 20 Jalan Jenderal Sudirman.

Lantas, siapa sebenarnya sosok Riza Chalid, ayah dari Kerry Adrianto, tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah tersebut?

Muhammad Riza Chalid adalah pengusaha kelas kakap di bidang minyak dan gas asal Indonesia yang mendapatkan julukan Saudagar Minyak atau The Gasoline Godfather. Dia merupakan anak dari pasangan Siti Hindun dan Chalid Rachmat.

Sebagai pengusaha minyak, Riza terafiliasi dengan sejumlah perusahaan. Di antaranya adalah Global Resources Energy dan Gold Manor.

Kedua perusahaan tersebut pernah menjadi perantara Pertamina Energy Trading Limited (Pertal) untuk membeli minyak campuran yang diberi nama Zatapi pada 2008 lalu.

Pernah terungkap Riza bersama Schiller Marganda Napitupulu dan Irawan Prakoso terlibat dalam patgulipat impor 600 ribu barel minyak mentah Zatapi. Namun, satu transaksi pembelian minyak mentah itu menyebabkan Pertamina tekor Rp 65 miliar.

Meski begitu, polemik kasus impor minyak Zatapi tersebut pada akhirnya dihentikan oleh Bareskrim Polri karena dinilai tidak merugikan negara. Sejak itu nama Riza Chalid tak pernah tersentuh.

Nama Riza Chalid tidak hanya dikenal sebagai pengusaha, tetapi sempat terseret dalam skandal “Papa Minta Saham” bersama eks Ketua DPR RI Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Sjamsoedin.

Skandal Papa Minta Saham mencuat setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kala itu, Sudirman Said melaporkan Setya Novanto alias Setnov ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Setnov disebut meminta jatah 11 persen saham Freeport dengan mencatut nama mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). 

Sudirman Said mengadukan Setnov karena mencatut nama Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam lobi saham PTFI. Lobi yang dimaksud adalah pertemuan Setnov dengan Maroef Sjamsoedin dan Riza Chalid di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 8 Juni 2015.

Dalam pertemuan itu, Maroef merekam pembicaraan Setnov dengan Riza, yang intinya mereka dapat membantu memperpanjang kontrak Freeport. Ada juga permintaan saham ke Freeport untuk proyek pembangkit listrik di Papua.

Kejaksaan Agung kemudian mengangkat skandal Papa Minta Saham sebagai bentuk permufakatan jahat untuk menjatuhkan sanksi kepada Setnov. Namun, upaya tersebut akhirnya disetop. 

Pada 2018, kasus Papa Minta Saham kembali menuai sorotan setelah Riza Chalid tampak hadir dalam acara kuliah umum Jokowi di Akademi Bela Negara Partai NasDem.

Pasalnya, pada awal Januari 2016, Kejagung mengaku kesulitan menghadirkan Riza Chalid untuk dimintai keterangan. 

Namun pada akhirnya Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan skandal Papa Minta Saham yang diduga melibatkan Riza Chalid sudah tidak diteruskan. Oleh karena itu, pihaknya tidak lagi memburu taipan minyak tersebut. (Web Warouw)

(Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru