Sabtu, 19 April 2025

Mindset Elit Politik Tunduk Lewat Perang Urat Syaraf

JAKARTA- Ketundukan setiap pemerintahan di Indonesia pada kehendak kepentingan asing merupakan hasil neocortical warfare(perang urat syaraf). Perang yang sudah berlangsung lama ini sudah berhasil  merubah dan menundukkan pola pikir mindset setiap elit politik dan sebagian besar masyarakat Indonesia. Demikian Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Sri-Edi Swasono kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (27/2).

 

“Perang urat syaraf telah menundukkan pola-pikir dalam otak kita. Ini adalah perang untuk menundukkan kemudian mendiktemindset otak kita,” jelas anggota Presidium Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) ini.

Sri-Edi Swasono menjelaskan bahwa semuanya diawali dengan apa yang disebut oleh Thomas Hobbes sebagai bellum omnium contra omnes yaitu ‘sebuah perang antar semua melawan semuanya’ yang  dikembangkan dan lanjutkan oleh kapitalisme yang tumbuh menjadi imperialisme dengan neocortical warfare-nya.

“Ini semua yang membuat pemimpin bangsa ini ndeprok  terhadap asing yang brutish and greedy (kasar dan rakus-red),” tegasnya.

Thomas Hobbes adalah seorang filsuf Inggris pada abad 16 yang sangat mempengaruhi  politik ekspansionis kerajaan Inggris. Dalam buku karangan Thomas Hobbes berjudul Leviathan ia menyebutkan bahwa pertama-tama keadaan manusia tanpa perang adalah bahwa semua manusia memiliki hak-hak yang sama.

Dalam karyanya yang lain yang berjudul Libertas, ia menyebutkan bahwa keadaan alami manusia, sebelum masuk ke dalam masyarakat, muncullah perang pada umumnya dan tidak sesederhana itu, namun perang antar semua manusia melawan semua sesamanya.

Thomas Hobbes melanjutkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk meraih apa yang menurutnya baik dan tidak ada manusia yang menginginkan perang antar segala melawan semuanya sebab keadaan manusia yang pada dasarnya menginginkan apa yang menurutnya baik.

Persatuan Nasional

Menanggapi Sri-Edi Swasono, Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD), Agus Jabo Priyono mengatakan bahwa imperialisme adalah konsekwensi dari kapitalisme yang tidak hanya ingin menguasai ekonomi tapi juga politik, tidak hanya lokal tapi seluruh dunia.  Amerika adalah imperialisme modern menggantikan Inggris yang sebelumnya menguasai dunia.

“Untuk itu Soekarno sudah pernah menegaskan pentingnya  sebuah persatuan nasional untuk menghadang ancaman dari imperialisme. Persatuan nasional adalah sebuah front yang bersandar pada kekuatan rakyat di semua sektor masyarakat,” jelasnya kepada Bergelora.com.

Tapi hal inilah menurutnya yang membuat Presiden Soekarno harus digulingkan oleh kepentingan imperialisme dengan menggunakan kudeta militer berdarah pada tahun 1965. Karena politik persatuan nasional itulah yang paling ditakuti oleh imperialisme Amerika.

“Kejatuhan Soekarno adalah kemenangan imperialisme dan kekalahan Soekarno dan seluruh rakyat Indonesia. Sampai hari ini. Untuk menghadapi imperialisme, ya bangun dan lanjutkan lagi politik persatuan nasional yang sempat dibangun Soekarno. Tanpa itu ya gak akan bisa,” tegasnya ketika ditanya situasi saat ini.

Ia juga menjelaskan bahwa pada waktu pemerintahan Soekarno, politik persatuan nasional untuk menghadapi imperialisme dipelopori dan dilaksanakan oleh pemerintah dan negara yang dipimpin Presiden Soekarno kemudian didukung oleh seluruh kekuatan politik dan rakyat Indonesia.

“Kalau seperti sekarang, setiap pemerintahan justru sebaliknya, tunduk takluk pada kehendak imperialisme. Namun rakyat tetap harus berupaya membangun persatuan nasional, karena sebagai korban dari politik pemerintah yang takluk pada kepentingan imperialisme ,” paparnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru