Rabu, 21 Mei 2025

MALU AH…! Hendardi: KPK Bukan Milik Nenek Moyang Novel Baswedan

Hendardi: KPK Bukan Milik Nenek Moyang Novel Baswedan
JAKARTA – Ketua Badan Pengurus Setara Institut, Dr Hendardi, mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan milik nenek moyang mantan penyidik Novel Baswedan dan komplotannya.
“KPK itu, lembaga negara yang ditugaskan memberantas korupsi. Karyawan, penyidik dan komisioner harus tunduk kepada undang-undang,” kata Hendardi dalam Kanal Anak Bangsa Televisi, Kamis, 6 Juni 2021.

Hendardi mengatakan, Pemerintah Republik Indonesia, serta Ketua dan Komisioner KPK, tidak mungkin harus tunduk kepada kemauan seorang bernama Novel Baswedan.

Novel Baswedan dan komplotannya berjumlah 51 orang (karena 24 orang wajib mengikuti pendidikan Bela Negara), setelah tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), 18 Maret – 9 April 2021, sehingga tidak bisa diterima menjadi Aparatur Sipil Negara sebagaimana digariskan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK, memang harus dikeluarkan dari KPK.

“Mana bisa Novel Baswedan dan komplotannya harus bertahan di KPK seumur hidup. KPK itu bukan milik Novel Baswedan. Presiden Indonesia saja hanya boleh menjabat maksimal selama 10 tahun, yaitu dua periode berturut-turut. Masak Novel Baswedan harus memaksakan diri seumur hidup bertahan di KPK,” kata Hendardi.

Tentang tudingan pelemahan karena membuang penyidik berintegritas, Hendardi, mengatakan, itu, tidak benar. Indonesia berpenduduk 267 juta jiwa, dan banyak sekali orang-orang berintegritas siap masuk di KPK.

KPK tidak tergantung dengan Novel Baswedan. Novel Baswedan hanya salah satu mantan penyidik di KPK. Orang berintegritas tidak identik dengan Novel Baswedan dan komplotannya.

Menurut Hendardi, mantan anggota Panitia Seleksi Komisioner KPK tahun 2019, semakin Novel Baswedan dan sejumlah pihak mempermasalahkan ketidak lulusan 75 karyawan dan penyidik dari 1.351 orang yang mengikuti TWK, semakin membuka mata semua orang bahwa mereka punya kepentingan.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, TWK diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Analisa Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, Dinas Intelijen dan Dinas Psikologi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

Tujuan TWK, menguji integritas, kompetensi, moralitas dan loyalitas karyawan dan penydidik KPK terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beridiologi Pancasila, di dalam pemberantasan korupsi.

Diungkapkan Hendardi, TWK sudah dimulai ketika seleksi calon anggota Komisioner KPK tahun 2019.

Karena itu, Ketua KPK periode 2019 – 2023, Komisirais Jenderal Polisi Firli Bahuri dan 4 anggota komisioner lainnya, sudah terlebih dahulu lulus TWK.

Dari 1.351 karyawan yang ikut TWK, hanya 75 orang yang tidak lulus. Dari 75 orang yang tidak lulus, itu, sebanyak 24 orang diperintahkan mengikuti pendidikan bela negara, dan 51 orang lagi memang dinyatakan tidak bissa diterima lagi di KPK.

“Karena dari 51 orang yang tidak bisa diterima lagi di KPK, karena tidak lulus TWK untuk menjadi ASN, ada nama Novel Baswedan, akhirnya dilakukan politisasi dan dramatisasi, seakan-akan mereka adalah korban,” ujar Hendardi.

Dikatakan Hendardi, inti masalah sebetulnya Novel Baswedan dan komplotannya tidak rela keluar dari KPK, karena merasa nyaman selama ini. (Aju)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru