JAKARTA- Rencana perusahaan tambang emas Amerika Freeport McMorran melaporkan Pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional harus disambut oleh pemerintahan Joko Widodo dan seluruh rakyat Indonesia dengan menggalang persatuan nasional seluruh rakyat Indonesia untuk menghadapinya. Hal ini diserukan oleh Aksi Merebut Freeport yang mulai digalang oleh Gerakan Nasional Pasal (GNP) 33 UUD 45.
“Tidak ada kedaulatan bangsa tanpa tunduknya Freeport terhadap pemerintah Republik Indonesia, Laksanakan Pasal 33 UUD 1945. Wujudkan kedaulatan nasional dengan melawan segela bentuk ancaman Freeport.” tegas Alif Kamal dari (GNP) 33 UUD 45 kepada Bergelora.com di Jakarta menjelang aksi.
Ia menjelaskan, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2017 yang berisikan kewajiban divestasi saham 51%, pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri, dan perubahan kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Namun, Freeport menolak kebijakan tersebut dengan alasan kontrak karya yang ditandatangani pada tahun 1991 mereka hanya berkewajiban untuk melakukan divestasi saham 30%. Freeport juga tidak bersedia untuk menerima perubahan KK menjadi IUPK dan membangun smelter karena tidak ada kepastian jangka panjang investasi dan fiskal perusahaan tersebut.
Freeport mengancam untuk menggugat Pemerintah Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional. PTFI menilai bahwa pemerintah telah melanggar kontrak dengan menerbitkan PP 1/2017 dan memberikan waktu kepada pemerintah Indonesia untuk mencapai kesepakatan selama 120 hari (4 bulan).
Hal ini jelas menunjukkan bahwa Freeport tidak tunduk terhadap perundangan yang berlaku di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut kami akan menggalang kekuatan rakyat untuk menghadapi Freeport McMorran
Aksi akan dilakukan di beberapa daerah salah satunya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jalan Medan Merdeka Selatan No.18 Jakarta Pusat di hari ini Senin (13/3).
“Wujudkan kemandirian nasional dengan tidak memperpanjang kontrak karya/izin usaha Freeport. Wujudkan demokrasi ekonomi dengan melibatkan rakyat dalam pengelolaan kekayaan tambang nasional,” Hendri Kurniawan sebagai juru bicara aksi.
Ganti Rugi
Reaksi juga muncul di Sulawesi Tengah terhadap Freeport yang telah lancang mengangkangi aturan Republik Indonesia dengan menolak ketentuan tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2017. Untuk itu, Gerakan Cipayung Plus Sulawesi Tengah menuntut agar PT. Freeport segera menyelesaikan permasalahan perampasan lahan terhadap suku Amungme, masyarakat asli papua yang sampai saat ini belum melakukan ganti rugi.
“PT. Freeport harus bertanggungjawab atas tercemarnya sungai Aghawagon, Ajkwa dan Otomona akibat pembuangan limbah (tailing) yang sudah mencapai 1,187 miliar ton,” tegas Mirza, S.Kom dari Gerakan Cipayung Plus Sulawesi Tengah kepada Bergelora.com secara terpisah.
Mirza, S.Kom menjelaskan upaya Freeport menjegal peraturan pemerintah Republik Indonesia berbentuk ancaman gugatan ke pengadilan arbitrase internasional dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan masal, bahkan ancaman konflik sosial di tanah papua.
“Belum lama ini pula PT. Freeport menggunakan kekuatan pekerja (Ppapua) untuk menekan pemerintah dengan dalih bahwa ekonomi Papua akan lumpuh tanpa Freeport,” ujarnya.
Jika ditilik kembali sejak tahun 1967 sampai saat ini sudah selama hampir setengah abad kedatangan Freeport, Indonesia nyaris tidak mendapat penerimaan yang semestinya dari bisnis di papua tersebut. Justru hanya mewariskan kerugian ekonomi, sosial dan ekologis bagi bangsa indonesia saat ini, terutama bagi rakyat Papua.
“Pemerintah Pusat juga harus segera mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM di papua termasuk pemecatan sepihak karyawan PT.Freeport,” tegasnya.
Kasus ini sebenarnya menurutnya merupakan salah satu tolak ukur untuk melihat konsistensi pemerintahan Jokowi dalam menegakkan trisakti, yakni negara harus berdaulat menentukan sikap politiknya, mandiri membangun ekonominya sesuai amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945 dan berkepribadian secara budaya.
“Dengan begitu cita cita proklamasi akan segera menemui titik terangnya. Dan pada situasi saat ini aspirasi paling ideal adalah nasionalisasi PT Freeport agar kembali kepangkuan ibu pertiwi,” ujarnya.
Gerakan Cipayung Plus Sulawesi Tengah adalah gabungan dari berbagai organisasi kemahasiswaan di sulawesi tengah yakni, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). (Web Warouw)