JAKARTA- Dua tahun lebih revolusi mental ketenagakerjaan bergulir, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI dibawah pimpinan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri terus bekerja keras mengurai benang kusut ketenagakerjaan. Dari sekian program perencanaan, pengembangan dan perbaikan, sektor tata kelola penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terus berjalan ke arah positif.
Di awak kepemimpinannya, Menaker Hanif melakukan terobosan dengan menutup penempatan TKI sektor Domestic Worker ke-19 negera Timur Tengah yang tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 260 Tahun 2015 Tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.
Hal ini sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang merasa prihatin dengan kondisi TKI di luar negeri khususnya yang bekerja pada pengguna perseorangan, setelah melakukan kunjungan kerja ke beberapa negara. Perlakuan yang tidak manusiawi yang dialami oleh TKI di luar negeri sangat mengusik rasa kebangsaan kita karena menyangkut martabat bangsa dan negara.
Selain itu, Pemerintah Indonesia melalui Kemnaker, Bank Indonesia Otoritas Jasa Keuangan, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia juga sudah melakukan upaya perlindungan keuangan TKI melalui kebijakan penggunaan transaksi non tunai untuk menjamin keamanan transaksi keuangan TKI.
Sinergi empat lembaga ini, termaktub dalam nota kesepahaman tentang peningkatan penggunaan transaksi non tunai, dan perluasan akses keuangan dalam rangka peningkatan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan aspek perlindungan, kesejahteraan, serta menghindari aksi pungli dan penipuan oknum tidak bertanggungjawab yang kerap merugikan TKI.
Menurut Menaker Hanif, penandatangan nota kesepahaman tersebut merupakan upaya penguatan koordinasi dan kerjasama yang lebih intensif antara pembuat kebijakan dan pelaksana penempatan dan perlindungan TKI dengan membuat kebijakan di bidang moneter, pengawasan pembiayaan, dan jasa keuangan di Indonesia. Sedangkan dalam konteks perbaikan mekanisme kontrol TKI, Kemnaker telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2015 Tentang Tata Cara Pemberian Elektronik Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri kepada Tenaga Kerja Indonesia. Kemnaker pun tidak segan untuk menindak tegas dan memberikan sanki pada Pelaksana Penemoatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) ‘nakal’ yang melanggar ketentuan aturan ketenagakerjaan.
Migrasi Aman
Kemnaker juga menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI/buruh migran melalui perbaikan berbagai regulasi. Sebab, migrasi merupakan hak setiap warga negara. Sedangkan negara wajib hadir dengan memberikan perlindungan bagi warga negaranya. Menurut Menaker, selama ini proses migrasi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor pendorong dan penarik. Faktor pendorong masyarakat Indonesia untuk menjadi TKI diantaranya adalah kemiskinan, keterbelakangan dan rendahnya tingkat pendidikan.
Sedangkan faktor penarik minat masyarakat untuk bekerja di luar negeri tersebut seperti gaji yang lebih tinggi dan keinginan kerja di luar negeri. Semua pihak harus memahami bahwa migrasi merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa dipungkiri. Namun, setiap proses migrasi harus sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku dan tidak boleh berbasis remitance.
Untuk itu, Pemerintah terus melakukan berbagai usaha untuk melindungi warganya yang bekerja di luar negeri melalui upaya-upaya peningkatan perlindungan yang terukur dan terkoordinasikan.
“Tapi, kita semua tahu bahwa pemerintah juga mempunyai keterbatasan. Oleh karena itu migrasi tidak boleh berbasis remitance. Karena kalau berbasis remitance, itu artinya seperti jual beli orang,” kata Menaker Hanif.
Dalam mewujudkan migrasi aman bagi para TKI yang bekerja di luar negeri, pemerintah berpandangan bahwa migrasi aman adalah berkurangnya TKI pada sektor infromal dan domestik di luar negeri dengan mengarahkan TKI untuk bekerja di sektor formal. Sektor formal harus lebih diutamakan mengingat sektor ini memiliki kepastian dalam hal perlindungan maupun kesejahteraan bagi TKI. Untuk merealisasikannya, kompetensi Calon TKI sebelum berangkat bekerja di luar negeri harus terlebih dahulu ditingkatkan agar dapat terserap oleh sektor formal.
Dalam rangka mempersiapkan skill TKI yang ingin bekerja keluar negeri tersebut, Pemerintah Indonesia pun membuka kerjasama investasi pelatihan kompetensi bagi negara-negara penempatan yang membutuhkan jasa TKI. Dengan adanya investasi pelatihan tersebut, diharapkan kompetensi yang dimiliki TKI sesuai dengan kebutuhan negara penempatan. Pemerintah terus mengupayakan agar TKI yang ditempatkan di luar negeri merupakan tenaga kerja profesional yang terlatih dan tersertifikasi.
Selain itu, pembenahan sistem tata kelola TKI juga terus dilakukan agar penempatan TKI di luar negeri lebih mendapatkan jaminan kepastian kerja yang layak, lebih memberikan perlindungan bagi TKI, dan mampu meningkatkan kesejahteraan TKI. Hal ini dilakukan untuk mempercepat terwujudnya kebijakan pemerintah RI dalam mengurangi TKI unskilled atau domestik. “Kita terus berupaya memperbanyak jumlah TKI yang skilled atau professional yang bekerja di luar negeri,” ujar Menaker. Oleh karena itu, pemerintah harus meningkatkan kualitas dan keterampilan kerja para calon TKI yang hendak bekerja keluar negeri dengan memberdayakan Balai Latihan Kerja (BLK) sehingga para TKI juga siap bekerja sesuai dengan jabatan dan profesi.
Pemberdayaan Kantung TKI
Disamping membuka kerjasama investasi pelatihan kompetensi, Kemnaker juga melakukan pemberdayaan khusus daerah yang menjadi basis perekrutan TKI atau yang lebih akrab disebut kantung TKI. Pemberdayaan ekonomi bagi calon TKI, TKI purna, dan keluarga TKI menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan yang baru di dalam negeri. Program pemberdayaan masyarakat di kantung-kantung TKI dilakukan melalui penguatan berbagai kegiatan dan program-program dengan mempertimbangkan potensi daerah asal TKI. Program-program tersebut meliputi padat karya atau produktif, teknologi tepat guna, kewirausahaan, pelatihan kerja dan pemberdayaan UKM. Pemberdayaan ini dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi para TKI.
Program edukasi keuangan dan pemanfaatan perbankan untuk usaha, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) TKI serta pelayanan remitansi, pemberdayaan sosial, dan pemberdayaan TKI bermasalah, juga menjadi program pemerintah di daerah-daerah kantung TKI. Program-program pemberdayaan TKI ini melibatkan lintas kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi, Bank Indonesia-OJK, Kemkop dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial, BNP2TKI, Dinas-dinas Tenaga Kerja dan stakeholder lainnya.
Kemnaker juga memberikan insentif pelatihan kewirausahaan di kantong TKI, agar nantinya mereka bisa bekerja secara mandiri dengan berbagai tingkat usaha. Sehingga, para pencari kerja sedapat mungkin tetap bekerja di dalam negeri dengan pendapatan yang lebih layak. Jenis pelatihan wirausaha meliputi berbagai budidaya, seperti budidaya ayam, sapi dan kambing, usaha konveksi, menjahit dan bordir. Selain itu, ada juga pelatihan tata rias pengantin, jasa boga, bengkel motor, sablon dan percetakan, pengelasan, serta konstruksi skala kecil.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, baru-baru ini , Menteri Hanif juga meresmikan dua desa percontohan program Desa Migran Produktif (Desmigratif) oleh Menteri Hanif, yakni Desa Kuripan, Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo-Jawa Tengah dan Desa Kenanga Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu-Jawa Barat. Program Desmigratif merupakan terobosan baru untuk memberdayakan, meningkatkan pelayanan dan perlindungan TKI di desa yang menjadi kantong-kantong TKI. Program tersebut dirancang untuk menekan jumlah TKI Non-Prosedural yang kerap menjadi korban tindak pidana perdagangan manusia (human trafficking), dimana masyarakat desa juga tak luput menjadi korban.
“Pemerintah Desa harus bisa memberi informasi tentang cara menjadi TKI sesuai dengan prosedur yang berlaku, karena selama ini warga dapat info tentang TKI dari calo-calo yang banyak beredar di desa,” imbaunya.
Program Desmigratif ini mengusung empat agenda utama meliputi, Pertama, membangun pusat layanan migrasi dimana setiap warga desa yang hendak berangkat ke luar negeri mendapatkan pelayanan di balai desa melalui peran dari pemerintah desa. Informasi yang didapatkan antara lain informasi pasar kerja, bimbingan kerja, informasi mengenai bekerja ke luar negeri dan lain-lain termasuk pengurusan dokumen awal. Kedua, kegiatan usaha produktif untuk membantu pasangan dari TKI yang bekerja di luar negeri agar mereka memiliki keterampilan dan kemauan untuk membangun usaha-usaha produktif. Kegiatan ini mencakup pelatihan untuk usaha produktif, pendampingan untuk usaha produktif, bantuan sarana produktif hingga pemasarannya.
Ketiga, pengayoman terhadap anak-anak TKI dalam bentuk community parenting dimana anak-anak TKI diasuh bersama-sama oleh masyarakat dalam suatu pusat belajar-mengajar. Dalam konteks ini, masyarakat yang tinggal di rumah diberikan pelatihan tentang bagaimana membesarkan atau merawat anak TKI secara baik agar dapat terus bersekolah dan mengembangkan kreatifitasnya. Keempat, penguatan usaha produktif untuk jangka panjang dalam bentuk koperasi usaha. Koperasi usaha produktif ini tentunya juga bisa menjadi inisiatif bersama dari masyarakat yang akan didukung oleh pemerintah.
Kepedulian dan pelayanan yang baik dalam proses perizinan bekerja ke luar negeri dari kepala desa akan mengeliminasi keberadaan calo yang merekrut TKI dengan berbagai cara untuk tujuan-tujuan yang tidak bertanggung jawab. Untuk mendukung upaya tersebut, Kemnaker bersama Kementerian Luar Negeri terus mengoptimalkan peran Atase Ketenagakerjaan (Atnaker) di 13 negara penempatan TKI. Atnaker bertugas memberikan pelayanan tenaga kerja di luar negeri seperti perlindungan, pendataan, pembinaan, advokasi, legalisasi perjanjian atau kontrak kerja dan pemantauan keberadaan TKI. (Joko/Web)