JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai berbagai kebijakan strategis pemerintah selama ini berhasil menopang resiliensi ekonomi nasional. Hal itu tergambar dari tingkat kemiskinan yang melanjutkan tren penurunan menjadi 9,03% atau 25,22 juta orang pada Maret 2024, turun 0,33% poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan tingkat kemiskinan Maret 2024 yang sebesar 9,03% merupakan tingkat kemiskinan yang terendah dalam satu dekade atau 10 tahun terakhir ini. Jika melihat kondisi Maret 2014, tingkat kemiskinan saat itu berada di level 11,25% atau 28,28 juta orang.
“Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir,” kata Febrio dalam keterangan tertulis, Selasa (2/7/2024).
Tingkat kemiskinan di perkotaan turun ke level 7,09%, sementara itu persentase penduduk miskin di perdesaan turun menjadi 11,79%. Penurunan kemiskinan terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan penurunan tertinggi terjadi di Bali dan Nusa Tenggara.
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (rasio gini) juga menurun dan berada di bawah level prapandemi menjadi sebesar 0,379 pada Maret 2024. Level tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir.
Menurut Febrio, penurunan angka kemiskinan pada Maret 2024 ditopang oleh solidnya aktivitas ekonomi domestik dan berbagai program bantuan sosial pemerintah, khususnya dalam merespons kenaikan inflasi pangan pada awal 2024.
“Penurunan tingkat kemiskinan ini memberikan harapan di tengah stagnasi perekonomian global. Pemerintah akan terus berkomitmen menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang selanjutnya dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat,” ujar Febrio.
Sejalan dengan itu, inflasi Juni 2024 tercatat 2,51% (yoy), turun signifikan dibandingkan Mei 2024 (2,84%) dengan didukung oleh terkendalinya harga pangan serta stabilnya inflasi inti. Secara bulan ke bulan, terjadi deflasi sebesar 0,08% seiring beberapa harga pangan yang terus melandai.
Inflasi pangan bergejolak (volatile food) menunjukkan tren yang terus melandai. Berbagai harga pangan terus mengalami penurunan (a.l. bawang merah, tomat, daging dan telur ayam ras, ikan segar, serta beberapa jenis sayuran). Tren ini seiring peningkatan stok yang didukung oleh pasokan dalam negeri dan distribusi yang memadai.
Harga beras juga terus menunjukkan tren positif, didukung program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta cadangan pangan yang kuat. Hal ini mendorong inflasi volatile food pada Juni 2024 terus melambat menjadi 5,96% (yoy), dari 8,14% (yoy) pada Mei 2024.
Pergerakan inflasi inti dan administered price mendukung terkendalinya inflasi umum pada kisaran sasaran. Inflasi inti hanya mengalami penurunan tipis sebesar 1,90% (yoy) dari 1,93% (yoy) pada Mei 2024. Kondisi inflasi inti masih menunjukkan daya beli masyarakat yang kuat meskipun tetap harus diwaspadai.
Sementara inflasi administered price sedikit meningkat menjadi 1,68% (yoy), dari 1,52% (yoy) pada Mei 2024. Hal ini dipengaruhi oleh faktor musiman yaitu peningkatan tarif angkutan udara di tengah musim liburan sekolah dan dinamika harga avtur.
Meskipun tren inflasi menunjukkan penurunan dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah mengaku terus bersiap dengan memperkuat kebijakan yang antisipatif menjaga produksi dalam negeri di tengah risiko perubahan iklim dan persiapan kebencanaan. Selain itu, pemerintah akan terus meningkatkan sinergi dan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk menciptakan bauran kebijakan yang tepat dalam merespons situasi.
“Pemerintah mengupayakan berbagai dukungan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga stabilitas perekonomian nasional ke depan,” tutup Febrio.
Daftar Provinsi dengan Orang Miskin Terbanyak, Didominasi di Jawa
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 9,03% atau sekitar 25,22 juta orang. Jumlah tersebut turun 0,33% poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi mengatakan jumlah penduduk miskin itu tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Hanya saja memang mayoritas masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera.
“Penurunan persentase kemiskinan terjadi di seluruh wilayah pulau. Penurunan tingkat kemiskinan terbesar terjadi di Bali dan Nusa Tenggara yaitu sebesar 0,57% poin dari 13,29% pada Maret 2023, menjadi 12,72% pada Maret 2024,” kata Imam dalam konferensi pers, Senin (1/7/2024).
Jika dilihat lebih rinci lagi, penduduk miskin di pulau Jawa mencapai 13,24 juta orang atau 52,49% dan Sumatera mencapai 5,55 juta orang atau 22,01%. Sisanya penduduk miskin berada di Bali dan Nusa Tenggara dengan jumlah 2,02 juta orang, Sulawesi 1,96 juta orang, Maluku dan Papua 1,51 juta orang, serta Kalimantan 940 ribu orang.
15 Provinsi dengan Jumlah Penduduk Miskin Terbanyak:
- Jawa Timur 3,98 juta penduduk miskin atau 9,79%
- Jawa Barat 3,85 juta penduduk miskin atau 7,46%
- Jawa Tengah 3,70 juta penduduk miskin atau 10,47%
- Sumatera Utara 1,23 juta penduduk miskin atau 7,99%
- Nusa Tenggara Timur 1,13 juta penduduk miskin atau 19,48%
- Sumatera Selatan 984,24 ribu penduduk miskin atau 10,97%
- Lampung 941,23 ribu penduduk miskin atau 10,69%
- Aceh 804,53 ribu penduduk miskin atau 14,23%
- Banten 791,61 ribu penduduk miskin atau 5,84%
- Sulawesi Selatan 736,48 ribu penduduk miskin atau 8,06%
- Nusa Tenggara Barat 709,01 ribu penduduk miskin atau 12,91%
- Riau 492,25 ribu penduduk miskin atau 6,67%
- DKI Jakarta 464,93 ribu penduduk miskin atau 4,30%
- DI Yogyakarta 445,55 ribu penduduk miskin atau 10,83%
- Sulawesi Tengah 379,76 ribu penduduk miskin atau 11,77%
Kategori Orang Miskin di RI Versi BPS
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 sebesar Rp 582.932 per kapita per bulan. Itu merupakan batas pengeluaran untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak.
Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi mengatakan terjadi kenaikan garis kemiskinan sebesar 5,90% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal itu dikarenakan pengaruh dari kenaikan harga komoditas pokok yang banyak dikonsumsi oleh orang miskin.
“Garis kemiskinan pada Maret 2024 sebesar Rp 582.932 atau naik 5,90% dibandingkan Maret 2023,” kata Imam dalam konferensi pers, Senin (1/7/2024) kemarin.
Jika dilihat lebih rinci lagi, garis kemiskinan di perkotaan mencapai Rp 601.871 per kapita per bulan. Batas tersebut lebih tinggi dibandingkan garis kemiskinan di perdesaan yang sebesar Rp 556.874 per kapita per bulan.
“Jika dilihat perubahannya, kenaikan garis kemiskinan perkotaan dari Maret 2023 ke Maret 2024 yaitu sebesar 5,72%, atau lebih rendah dari kenaikan garis kemiskinan perdesaan,” ucap Imam.
Secara rata-rata, garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2024 sebesar Rp 2.786.415 per bulan. Ini merupakan rata-rata minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya agar tidak dikategorikan miskin.
Penduduk dikategorikan miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan. Garis kemiskinan terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan makanan (GKBM).
Berdasarkan komponen pembentuknya, peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Peranan komoditas makanan mencapai 74,44%, sementara komoditas bukan makanan sebesar 25,56% terhadap garis kemiskinan.
Komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan yakni beras; rokok kretek filter; daging ayam ras; telur ayam ras; mie instan; gula pasir dan seterusnya. Sementara komoditas bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar adalah perumahan; bensin; listrik; pendidikan; perlengkapan mandi; perawatan kulit (muka, kuku dan rambut); sabun cuci; serta pakaian jadi perempuan dewasa. (Enrico N. Abdielli)