Selasa, 2 Desember 2025

MASIH BERLAKU NIH..! Tap MPR Mengganjal Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto

JAKARTA – Rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan untuk mantan presiden Soeharto terus bergulir. Rencananya gelar akan diberikan pada 10 November 2025 mendatang bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional.

Sejarawan/Profesor Riset Purnabakti BRIN Asvi Warman Adam mengatakan, pemberian gelar tersebut masih terganjal oleh Tap MPR terkait dengan pemerintahan yang bebas dari KKN.

Ia merujuk pada jawaban resmi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kepada Fraksi Golkar tertanggal 24 Oktober 2024, yang menegaskan bahwa TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN masih berlaku.

“Dalam surat tersebut dijelaskan, TAP MPR itu tidak bisa dicabut karena MPR saat ini tidak memiliki kewenangan untuk mencabut ketetapan yang masih berlaku. TAP itu tetap berlaku sampai tercapainya pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” jelas Asvi.

Asvi menegaskan, Soeharto dan yayasan-yayasan yang berada di bawah kendalinya masih memiliki tanggungan hukum yang belum sepenuhnya diselesaikan. Adapun tuntutan hukum secara perdata tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap sejumlah yayasan milik Soeharto, termasuk Yayasan Supersemar.

“Hasil persidangan, hingga tahap peninjauan kembali, memutuskan Yayasan Supersemar harus membayar kerugian negara. Namun hingga kini belum seluruhnya dibayarkan,” ungkap Asvi.

Asvi Warman Adam, menilai rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mendiang Presiden Soeharto berpotensi menutup jalan penyelesaian berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi selama masa Orde Baru.

Menurut Asvi, langkah pemerintah untuk mengusulkan gelar tersebut tidak hanya berisiko secara moral dan politik, tetapi juga bertentangan dengan semangat reformasi dan keadilan yang masih diperjuangkan hingga kini.

“Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto ini bisa menutup pintu bagi penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa Orde Baru dan sesudahnya,” ujar Asvi.

Mendapat Dukungan Dari Pemerintah

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menegaskan bahwa usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada sejumlah tokoh, termasuk mendiang Presiden Soeharto, telah melalui proses panjang dan ketat sesuai mekanisme resmi.

Gus Ipul menyebut, nama Soeharto termasuk di antara 40 tokoh nasional yang telah diusulkan Kementerian Sosial (Kemensos) kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Republik Indonesia untuk mendapat pertimbangan lebih lanjut.

“Jadi, ini juga sudah dibahas oleh tim secara sungguh-sungguh. Berulang-ulang mereka melakukan sidang, telah melalui proses itu,” kata Gus Ipul di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Gus Ipul menjelaskan, seluruh nama yang diusulkan termasuk Soeharto telah melalui tahapan verifikasi dan penilaian mendalam oleh tim lintas disiplin yang terdiri atas akademisi, tokoh agama, serta perwakilan daerah. Gus Ipul menegaskan, 40 nama yang diajukan ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan.

“Nah, semuanya nanti tergantung di Dewan Gelar. Tetapi yang kita lihat di sini adalah syarat-syarat formilnya telah mencukupi,” ujarnya.

Gus Ipul juga menekankan pentingnya menghargai setiap pandangan yang muncul, baik yang mendukung maupun menolak usulan tersebut.

“Dan kami semua menghargai segala perbedaan pendapat yang ada, baik yang ada di dalam tim sendiri maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat. Semua pendapat tentu dijadikan pertimbangan,” kata dia.

Menurut Gus Ipul, proses pertimbangan terhadap 40 nama tokoh itu tidak hanya dilakukan oleh Kemensos, melainkan juga dengan mendengarkan pandangan dari berbagai kalangan, termasuk ahli dan tokoh masyarakat.

“Tetapi apa yang kita lakukan ini semuanya telah melalui berbagai pertimbangan. Bukan saya sendiri, tapi ada tim, dan timnya juga dari berbagai kalangan akademisi ada, tokoh agama ada, dan juga perwakilan-perwakilan dari daerah juga ada,” ucapnya.

Senada, Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan GTK, Fadli Zon, mengonfirmasi bahwa seluruh nama tokoh yang diusulkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) telah memenuhi kriteria dasar untuk menerima gelar Pahlawan Nasional.

“Semua yang diusulkan dari Kementerian Sosial itu secara kriteria sudah memenuhi syarat semua, secara kriteria,” kata Fadli di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Dari total 40 nama yang diajukan, terdapat sejumlah tokoh besar seperti Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), aktivis buruh Marsinah, Jenderal (Purn) M. Jusuf dari Sulawesi Selatan, serta Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta.

Fadli menjelaskan bahwa daftar nama tersebut akan diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mendapat keputusan akhir.

“Kurang lebih, karena ini dalam rangka Hari Pahlawan,” tutur politikus Partai Gerindra itu.

Lebih lanjut, Fadli menegaskan bahwa penentuan calon pahlawan nasional telah melalui proses panjang dan berlapis.

Sebanyak 40 nama yang diusulkan Kemensos berasal dari usulan masyarakat di berbagai daerah, mulai dari tingkat kabupaten/kota.

“Setelah itu, nama-nama tersebut dibahas di tingkat provinsi, kemudian diproses di Kementerian Sosial sebelum diajukan ke Dewan GTK,” ujar Fadli.

Ia menambahkan, proses penetapan juga melibatkan diskusi publik dan seminar akademik untuk menilai kiprah dan kontribusi para tokoh sebelum nama mereka diserahkan kepada Presiden.

“Ada diskusi dengan publik, dengan akademisi, ada seminar-seminarnya, baru kemudian ke TP2GP, tim peneliti yang ada di Kementerian Sosial, baru dikirimkan kepada Dewan GTK,” tegas dia.

Prespektif hukum tata negara Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai bahwa rencana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto, berpotensi menjadi langkah mundur bagi sistem ketatanegaraan Indonesia.

Perempuan yang juga merupakan Ketua Constitutional and Administrative Law Society (CALS) itu mengaku juga ikut menandatangani petisi penolakan bersama sejumlah akademisi dan pegiat hukum.

Ia menjelaskan, dari perspektif hukum tata negara, wacana pemberian gelar kepada Soeharto merupakan “alarm” yang menandakan potensi kembalinya sistem pemerintahan menuju arah lama.

“Bagi kami yang belajar hukum tata negara, ini semacam alarm sebenarnya. Kami menyebutnya semacam pathway untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar yang lama, Undang-Undang Dasar Naskah Awal yang dibuat pada Juli 1945,” katanya.

Menurut Bivitri, seluruh proses amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada periode 1999–2002 justru dilatarbelakangi oleh pengalaman masa pemerintahan Soeharto, terutama terkait penyalahgunaan kekuasaan yang tidak dibatasi.

“Bagaimana misalnya yang pertama-tama masuk dalam amandemen UUD 45 adalah pembatasan masa jabatan dari tak terhingga menjadi dua kali, itu kan belajarnya dari Soeharto,” jelasnya.

Bivitri memperingatkan, jika legitimasi perubahan UUD 1945 dianggap hilang karena Soeharto diberi status pahlawan nasional, maka hal itu akan menjadi “jalan mulus tanpa kerikil” untuk kembali pada sistem lama yang otoriter.

“Bayangkan kalau balik ke UUD 45 Naskah Awal, maka kita tidak punya lagi Mahkamah Konstitusi, kita tidak punya lagi pasal-pasal HAM dalam Pasal 28, kita gak ada pembatasan kekuasaan masa jabatan presiden menjadi dua kali. Soeharto tujuh kali jadi presiden di bawah UUD itu,” ujarnya.

Bivitri juga menyoroti aspek legalitas yang kerap dijadikan alasan oleh pihak pendukung pemberian gelar tersebut.

Menurutnya, secara hukum hal itu tidak memiliki dasar yang sah karena TAP MPR tidak dapat lagi diterbitkan setelah 2002.

“Kalau misalnya dikatakan dari aspek legalitas sudah legal, salah. Karena TAP MPR sejak 2002 tidak boleh lagi keluar. Jadi kalau dikatakan ada perubahan pada TAP MPR yang mengatur tentang pengadilan Soeharto, gak mungkin keluar setelah 2002,” tegasnya.

Bivitri menegaskan, klaim bahwa proses ini sudah memiliki legalitas yang kuat tidak benar secara hukum.

“Jadi kalau dikatakan ini legalitasnya sudah terjamin segala macam, secara hukum, salah. Nah itu aja yang saya mau tekankan karena sudah mau ditutup oleh Mas Stanley. Jadi terima kasih,” pungkasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru