JAKARTA- Thomas Amelius Soumokil atau Tommy Soumokil meninggalan dunia di Belanda pada Selasa (25/7/2023), sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Tommy meninggal dalam usia 71 tahun dan meninggalkan ibunya yang juga sudah sepuh, Josina Soumokil-Taniwel. Demikian informasi yang diperoleh redaksi dari negeri Belanda, Selasa (25/7/2023).
Tommy merupakan putera bungsu Tokoh Republik Maluku Selatan (RMS) yang juga Ahli Hukum Dr. Chris Soumokil. Selama hidup, Tommy mencari makam ayahnya yang dieksekusi pemerintah Indonesia di Kepulauan Seribu, Pulau Ubi Besar pada 12 April 1966. Namun, sampai akhir hayatnya, Tommy tidak pernah menemukan makam atau nisan ayahnya.
Tommy Amelius Soumokil kelahirkan 12 Agustus 1952 di Negeri Niniari Gunung, Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Pada masa perang gerilya, Tommy mengikuti.pendidikandasar di Pegunungan Nusa Ina secara berpindah pindah. Onysimus Sahalessy berperan sebagai guru, dan pada waktu tenang Dr. Christian Steven Soumokil berperan sebagai guruh bahasa Inggris dan Bahasa Belanda untuk Tommy dan kawan-kawan yang sudah usia sekolah.
Tommy ingin melanjutkan pendidikan di Swiss, tetapi rencana tidak terlaksana karena Tommy ditabrak dan mengalami cacat. Sejak remaja sampai dengan akhir hayatnya Tommy dan Ibunya selalu mencari makam ayahnya Chris Soumokil tapi tidak pernah ditemukannya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, setelah Chris Soumokil dieksekusi, Tommy dan Ibunya meninggalkan Indonesia dan menetap di Belanda. Tommy sampai akhir hayatnya masih menyimpan kenang-kenangan pemberian ayahnya berupa mainan dari bia (kerang) yang disertai secarik nota tertanggal 12 April 1966 yang bertuliskan “Letnan Rompies tolong sampaikan/berikan barang ini untuk anak saya, untuk yang penghabiskan kali dari saya (Bapak). Barang ini supaya disimpan baik2 karena Bapak sebentar lagi akan menjadi seperti barang ini. Simpanlah baik2 walau barang ini tidak ada harganya”.
Pada tahun 2018, sebuah lembaga hak asasi manusia “Recht op Vrijheid” membuat petisi online di aplikasi change.org. Dalam petisi itu disertai deskripsi, Janda Christiaan Steven Robbert Soumokil, Josina Soumokil-Taniwel dan putranya Thomas Soumokil telah menghabiskan waktu puluhan tahun untuk mencari tempat di mana suami/ayahnja dikuburkan, tanpa hasil apa pun.
Dalam suratnya 27 Juni 2018 kepada presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), ia segera memanggilnya untuk mengumumkan tempat di mana suaminya dimakamkan.
Pada tahun 1949, dalam Konferensi Meja Bundar di Amsterdam, transfer kedaulatan terjadi dari Hindia Belanda ke Republik Indonesia Serikat (RIS).
Karena tidak mematuhi Perjanjian Meja Bundar, Christiaan Robert Steven Soumokil memproklamasikan Republik Maluku Selatan pada tanggal 25 April 1950 di kota Ambon.
Segera setelah itu pasukan Indonesia memblokir perairan Maluku Selatan dan menyerbu Pulau Ambon. Setelah jatuhnya kota Ambon Christiaan Robbert Steven Soumokil dan pasukannya (APRMS) pindah ke Pulau Seram.
Di hutan pulau Seram, Soumokil berperang melawan Indonesia untuk kedaulatan Republik Maluku Selatan. Setelah 13 tahun berjunang dia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati dalam persidangan.
Sebuah persidangan pertunjukan karena sebelumnya sudah jelas bahwa dia harus mendapatkan hukuman mati. Sebuah persidangan pertunjukan karena tidak ada kemungkinan untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi. Sebuah persidangan pertunjukan karena berlangsung di balik pintu tertutup.
Pada 12 April 1966 Christiaan Steven Robbert Soumokil secara rahasia ditembak mati oleh Regu Penembak Mati Tentara Republik Indonesia (TNI).
Informasi yang diperoleh, pemakaman Tommy akan disertai dengan iring-iringan pendukungnya di Negeri Belanda, yang masih eksis hingga saat ini.
Dalam sebuah percakapan dengan redaksi beberapa waktu, Tommy mengungkapkan keinginannya untuk menemukan makam ayahnya. Dia berjanji akan terus mencari makam ayahnya. Selain itu, Tommy tetap menginginkan rakyat Maluku memperoleh kesejahteraan di atas kekayaan alamnya. (Daniel)