JAKARTA- Rasa takut pada Taliban telah membuat salah satu pengacara perempuan Afghanistan Bibi Chaman Hafizi memilih untuk melarikan diri dari tanah kelahirannya. Pilihan itu diambil Hafizi ketika ia mendengar para militan pergi dari pintu ke pintu, memburu orang-orang yang bekerja untuk pemerintah.
Seperti puluhan perempuan lainnya yang bekerja di bidang hukum, Hafizi, yang menangani kasus-kasus untuk Counter Narcotics Justice Centre, diusir dari Afghanistan oleh orang-orang yang mereka penjara, yang kini sudah dibebaskan oleh para pemberontak.
“Ketika Taliban datang, kami merasa takut,” kisahnya kepada Reuters, di sebuah apartemen di ibu kota Yunani.
Hafizi melarikan diri selama tujuh minggu bersama suaminya yang berprofesi sebagai jurnalis dan dua anak mereka, berpindah-pindah antara empat kota sebelum dievakuasi ke Yunani bersama 25 hakim dan pengacara perempuan serta keluarga mereka.
Sekarang mereka terjebak dalam limbo, tanpa pekerjaan dan hanya memiliki sedikit barang, dan menghadapi birokrasi berbulan-bulan sebelum mencapai tujuan akhir mereka di tempat lain di Eropa.
“Perempuan yang bekerja dalam mengejar keadilan sekarang justru terjebak di rumah mereka,” katanya.
Wanita Afghanistan membuat langkah besar dalam dua dekade sejak Taliban memerintah negara itu dari 1996-2001, bergabung dengan benteng yang sebelumnya semua laki-laki seperti peradilan, media dan politik.
Sejak kembali berkuasa pada Agustus, Taliban berjanji untuk melindungi hak-hak perempuan sesuai dengan hukum Islam dan mengumumkan “amnesti” umum untuk semua mantan pekerja negara.
Tetapi para pendukung khawatir akan terjadi kemunduran ketika perempuan tidak diizinkan bekerja dan anak perempuan dilarang sekolah.
“Saya akan meminta masyarakat internasional untuk tidak mengakui Taliban,” kata Hafizi. Menambahkan bahwa kelompok itu tidak pernah menepati janjinya, apa yang dikatakan berbeda dengan yang dilakukan.
Sementara Suhail Shaheen, anggota kantor politik Taliban di Doha, membantah laporan hakim dan pengacara perempuan yang melarikan diri.
“Mereka mencoba untuk bermukim kembali di negara-negara Barat, menggunakan dalih ini,” kata Shaheen. Menekankan bahwa Taliban akan memberikan amnesti dan berkomitmen untuk itu.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Afghanistan memiliki sekitar 500 pengacara wanita terdaftar dan sekitar 250 hakim wanita, yang melakukan pekerjaan berbahaya bahkan sebelum Taliban mengambil alih kekuasaan.
Selama berbulan-bulan Hafizi mengkhawatirkan hidupnya, mengambil rute yang berbeda untuk bekerja setiap hari setelah dua hakim wanita Mahkamah Agung dibunuh oleh pria bersenjata tak dikenal pada bulan Januari. (Web Warouw)