KENDARI- Proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh KPK dalam waktu kurang dari setahun yang berujung pada penetapan Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggaram Nur Alam sebagai tersangka korupsi pasca penggeledahan di Kantor Gubernur, diapresiasi masyarakat Sulawesi Tenggara. LBH Buton Raya, AMST dan Pospera sebagai pihak yang berada di garda terdepan dalam memperjuangkan kasus ini, secara khusus menyampaikan terima kasih dan dukungan penuh agar kasus ini benar-benar diusut hingga tuntas sampai ke akar-akarnya. Demikian Direktur Eksekutif LBH Buton Raya Dedi Ferianto dalam pers rilis yang menyebar di media sosial sejak Selasa (23/8) malam.
“Sebagai bentuk rasa syukur atas ditetapkanya Nur Alam sebagai Tersangka, malam ini kami melakukan pembakaran lilin secara serentak di Sulawesi Tenggara,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa, sejak 18 Juni 2012, LBH Buton Raya memulai kampanye agar Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera melakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, Nur Alam terkait penerbitan IUP PT. Anugrah Harisma Barakah dengan Nomor: 435 Tahun 2010 tertanggal 26 Juli 2010.
Penerbitan IUP di atas lahan seluas 3.084 Hektar yang berlokasi di Pulau Kabaena itu, terang saja langsung menimbulkan masalah. Karena diterbitkan di atas lahan konsensi PT. Prima Nusa Sentosa. PT. Prima Nusa Sentosa pada saat itu mengajukan keberatan hukum atas penerbitan IUP atas nama PT. AHB melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Meskipun pada akhirnya sengketa TUN tersebut dimenangkan oleh PT. AHB.
Persoalan ini menarik minat Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan setelah PPATK pada akhir tahun 2012 menyampaikan informasi tentang adanya aliran dana (rekening gendut) kepada sembilan Kepala Daerah di Indonesia, salah satunya Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam yang ditengarai terkait erat dengan pat-gulipat pertambangan di Sulawesi Tenggara – salah satunya PT. AHB. Namun, penyelidikan oleh Kejaksaan Agung yang sempat memberikan harapan agar kasus ini bisa di bawa ke ranah Peradilan, berakhir ‘sempurna’ – menguap.
Tak pelak, penyelidikan yang berakhir pada tahun 2015 di tangan Kejaksaan Agung itu sontak membuat organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Tenggara, kembali merapatkan barisan. Aksi Demonstrasi, Kampanye Media, Hingga Laporan Resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi ditempuh akibat hilangnya kepercayaan kepada Institusi Kejaksaan Agung. LBH Buton Raya, Aliansi Mahasiswa Sulawesi Tenggara (AMST), dan Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA). Aksi Demonstrasi ini tidak saja dilakukan di Kendari, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, tetapi hingga di Ibu Kota Jakarta, di depan Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia, KPK RI hingga Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.
:Teror, ancaman, hingga bentrok fisik, sudah menjadi ‘makanan’ para aktivis AMST, POSPERA, dan LBH Buton Raya selama proses advokasi kasus ini. Tidak sedikit dari para aktivis itu yang memilih ‘minggir’ sejenak, akibat kuatnya tekanan,” jelasnya.
Di Bulan November 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai langkah penyelidikan Rekening Gendut Nur Alam dengan memeriksa para mantan Bupati yang wilayahnya beririsan dengan lokasi penambangan milik PT. AHB. Para Mantan Bupati terperiksa ini masing-masing; Mantan Bupati Buton, L.M. Sjafei Kahar, Mantan Bupati Bombana, Atikurrahman, dan lainnya.
“Turunnya KPK tentu memberikan harapan baru – kasus rekening gendut itu telah menemukan lawan yang sepadan – sebuah institusi penegak hukum yang lahir dari kandungan reformasi,” ujarnya. (La Ode Muli)