Secara gamblang dan terus terang M. Ridho Ficardo (MRF) yang menjadi calon petahana Gubernur Lampung barusan ini mencoba menggalang dukungan dengan menyerukan kebencian pada etnis ‘mata sipit’,–seperti yang disebutkannya dalam kampanye beberapa waktu lalu. Kebencian berbau SARA dalam pilkada ini sengaja dihembukan untuk menutup skandal perselingkuhan dirinay dengan Sinta Melyati yang sudah menjadi terbuka dimata publik kembali. Sampai saat ini belum ditindak lanjuti oleh penyelenggara Pilkada Lampung ataupun aparat Negara sendiri. Nizwar Affandi, Alumni FISIP Unila dan FISIP Universitas Indonesia menyoroti Pilkada Lampung 2018 dalam berbagai media sosial dengan judul ‘Amnesia Dalam Pilkada’,– dan dimuat Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Nizwar Affandi
DUA malam yang lalu sebelum tidur saya membaca pesan-pesan yang masuk ke dalam gawai selama tiga jam terakhir. Seperti biasa 2/3 pesan yang masuk adalah broadcast berulang dari teman-teman yang menjadi tim atau sekedar simpatisan paslon Pilgub Lampung 2018.
Dari ratusan pesan, hanya satu yang menarik perhatian saya. Sebuah pesan berisi file rekaman suara sambutan calon petahana di sebuah kegiatan buka puasa bersama. Tidak panjang isinya tetapi penuh kejutan. Kejutan pertama tentu materinya dan yang kedua cara menyampaikannya.
Di bagian akhir orasinya M. Ridho Ficardo (MRF) (calon petahana Gubernur Lampung) bicara tentang “kedaulatan pembangunan bukan di tangan mata sipit” dan meminta audiens merekam kemudian meng-upload pernyataannya itu ke situs YouTube.
Bagi saya orasi itu full of surprise, saya kaget mendengar MRF bicara tentang mata sipit karena saya sedikit mengetahui riwayat hubungan dirinya dengan mereka yang (mungkin) ia maksud sebagai golongan mata sipit.
Saya juga kaget karena MRF yang saya kenal lebih dari satu dasawarsa seingat saya bukanlah tipe orang yang konfrontatif (siap berkonflik secara terbuka). Ia selalu menggunakan cara lain dan orang lain ketika menghadapi lawan. Bisa jadi benar kata sebuah adagium populer, bahwa kekuasaan bisa mengubah seseorang.
Sependek ingatan saya baik dari cerita yang pernah saya dengar maupun saya saksikan selama kami dulu bersahabat (bisa juga dibaca diriwayat hidupnya), MRF lahir dan melalui masa kecilnya di areal industri gula dan perkebunan tebu. Pun ketika saya mengenalnya setelah dewasa, ia masih menjadi bagian tidak terpisahkan dari lingkungan itu. Bahkan sampai tiga tahun yang lalu ketika ia sudah menjadi Gubernur Lampung.
Seingat saya, dulu sejak tahun 2005/2006 ia menjadi direktur utama PT Mulia Kasih Sejati (MKS), sebuah perusahaan yang menjadi pemegang HGU ex Register 47, perusahaan yang terafiliasi dengan Sugar Group Company (SGC). Bapak MRF menjadi salah satu direksi di sana.
Jikalau mata sipit yang dimaksud MRF dalam orasi itu konotasinya pada masyarakat etnis Tionghoa, maka dapat kita fahami bahwa hampir sepanjang hidupnya M. Ridho Ficardo selalu berada dalam lingkungan mata sipit dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan itu.
Khusus terkait posisi MRF di MKS, teman-teman DPRD Provinsi Lampung periode 2004-2009 yang pernah menjadi anggota Pansus Register 47 tentu masih mengingatnya. Karena pernah beberapa kali bertemu dalam RDP. Yandri Nazir dari Fraksi Demokrat yang pernah menjadi Ketua Pansusnya tentu bisa bercerita lebih banyak.
HGU ex Register 47 setahu saya adalah HGU pertama yang dimiliki oleh SGC setelah beralih kepemilikan dari Salim Group melalui BPPN. HGU areal lainnya hanya tinggal meneruskan kepemilikan Salim yang sudah berlangsung sejak tahun 70, 80 sampai 90-an.
Front Lampung Menggugat mestinya tidak sulit menggali informasi tentang ini karena salah satu penggagasnya (Hermawan) merupakan pengurus Partai Demokrat. Begitu juga dengan Pansus SGC DPRD Tuba, Ketua Pansus (Novi Marjani) tentu tidaklah sulit bertanya kepada calon gubernur yang diusung oleh Partai Gerindra. Paling tidak ada yang menjelaskan kepada saudara-saudara kita yang dulu hidup dan memiliki tanah di ex Register 47, menjelaskan hubungan antara HGU PT MKS dengan posisi cagub petahana yang dulu direktur utama PT MKS.
Karena itu bagi saya pernyataan tentang mata sipit yang dilontarkan MRF mengandung misteri. Apakah yang sesungguhnya terjadi selama 4 tahun ini? Apa benar selama ini Ridho sebagai gubernur tidak berdaulat? Intervensi apa yang sudah dilakukan oleh mata sipit kepada dirinya yang mengancam dan mengganggu pembangunan Lampung?
Sekali lagi Hak Untuk Tahu (Rights to Know) 8,1 juta rakyat dan 5,8 juta pemilih di Lampung harus dipenuhi. Hidup rakyat sudah sulit, janganlah ditambah dengan halunisasi cerita seram seolah-olah Lampung akan ditelan raksasa jahat yang bermata sipit.
Sejak masa kolonial (bahkan mungkin jauh sebelumnya), rakyat Lampung sudah terbiasa hidup rukun dan damai bersama saudara-saudara dari etnis Tionghoa. Janganlah harmoni itu dirusak hanya karena syahwat kekuasaan. Imer Darius, teman-teman pengurus Partai Demokrat Lampung dan teman-teman yang pernah menjadi pegawai dan tinggal di kantor PT MKS tentu juga bisa menjelaskan kepada publik, jangan hanya menulis kata intervensi dan penjajahan sebatas di dinding Facebook dan status akun media sosial saja. Agar teman-teman terhindar dari wabah amnesia (hilang ingatan), maka seperti dalam sebuah lagu, terangkanlah..
Pagi tadi saya mendapat kiriman link di YouTube berisi video Pidato Kapolda Lampung tentang materi kampanye mengandung unsur SARA. Beliau berjanji akan menindak tegas jika itu terjadi. Terkait contoh kasus orasi mata sipitnya MRF, saya tidak begitu mengetahui dengan persis aturan mainnya, apakah Gakkumdu Bawaslu dan Kepolisian dapat berinisiatif atau harus menunggu laporan pengaduan dari masyarakat? Apapun itu,– inilah kesempatan yang paling baik untuk menguji komitmen Kapolda terhadap kampanye berunsur SARA.
Permintaan MRF agar audiens merekam dan meng-upload pernyataannya ke YouTube bagi saya dengan telanjang menunjukkan kegusaran dan kemarahannya terhadap video testimoni Sinta Melyati yang hampir sepekan ini dapat diakses di YouTube. Karena saya bukan psikolog, bisa jadi pendapat ini keliru. Saya berharap keberanian yang sudah ditunjukkan MRF dalam isu mata sipit dapat ia teruskan juga dalam isu Sinta agar sekali lagi Rights to Know the Truth 8,1 juta rakyat Lampung dapat terpenuhi.
Demokrasi sesungguhnya bukan sekedar hasil akhir deretan angka perolehan suara, sejatinya dalam proses demokrasi secara massal jutaan rakyat belajar tentang tata cara memilih pemimpin. Karena itu informasi yang lengkap dan terang benderang dari postur politik seorang calon pemimpin menjadi hak absolut setiap orang pemilih yang harus dipastikan terpenuhi melalui komitmen kerja penyelenggara, partai politik, aparatur negara dan media massa.
Allah sudah memberitahu dalam firman-Nya bahwa pemimpin adalah cerminan rakyat yang akan dipimpinnya. Masih ada 20 hari bagi kita semua untuk berikhtiar meningkatkan kualitas ketaqwaan, memperbaiki adab dan jalinan muamalat. Agar bayangan pemimpin yang dipantulkan cermin menjadi lebih baik. Semoga Allah berkenan memberi pemimpin baru yang siddiq, tabligh, amanah dan fathonah sebagai wujud kerahmanan-Nya kepada rakyat Lampung dan tidak menghukum dengan memberi pemimpin yang munafik, khianat dan dzalim sebagai wujud kemurkaan-Nya atas rendahnya ketaqwaan dan buruknya adab masyarakat Lampung. Aamiin Ya Malikul Mulk..