JAKARTA – Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Presiden Rusia, Vladimir Putin menawari kerja sama untuk menggarap proyek nuklir di Indonesia.
Proyek nuklir tersebut nantinya akan dikembangan di berbagai bidang.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, tawaran proyek nuklir layak untuk diterima.
Alasan tawaran tersebut layak untuk diterima karena Rusia memiliki pengalaman, kompetensi, dan keandalan teknologi untuk mengembangkan PLTN di Indonesia.
“Berdasarkan pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak diterima,” ucapnya kepada pers, Rabu (6/7/2022).
Fahmy kemudian membeberkan berbagai pencapaian teknologi nuklir yang dimiliki oleh negara berjuluk Negara Beruang Merah itu.
Pencapain tersebut dapat menjadi alasan Presiden Jokowi menerima tawaran kerja sama proyek nuklir dari Presiden Putin.
Kepada Bergelora.com si Jakarta dilaporkan, diketahui, saat ini Rusia memiliki teknologi nuklir yang maju di bawah pengawasan perusahaan negara bernama Rosatom.
Termasuk dalam bidang pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Ada beberapa keunggulan dari PLTN yang dikelola Rusia dibangdingkan dengan tenaga lainnya.
Dikatakannya, PLTN termasuk energi bersih yang dihasilkan dari uranium melalui proses dari reaktor nuklir sebagai bahan utama untuk menghasilkan listrik.
Sehingga, dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan (EBT) pembangkit listrik di Indonesia
“Ini dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan (EBT) pembangkit listrik di Indonesia,” kata Fahmy.
Adanya PLTN juga dapat memudahkan langkah Indonesia untuk mencapai zero carbon pada 2060.
Ia juga menilai, PLTN dapat menjawab permasalahan pembangkit listrik tenaga surya maupun angin.
Oleh karena itu, Fahmy mendorong pemerintah Indonesia untuk serius menanggapi tawaran dari Presiden Putin
“Sudah saatnya bagi Indonesia untuk secara serius dan terus-menerus mengembangkan PLTN dengan mempertimbangkan tawaran kerja sama ini”, ujarnya. (Enrico N. Abdielli)