Oleh: Bagas Ardiansyah *
NAMANYA dikenal sebagai aktivis anti Orde Baru yang militan. Pernah mendirikan partai politik yang sangat progresif dizamannya, yaitu Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Sepak terjang dan kepeloporan partai anak muda ini sangat merisaukan penguasa rezim Orde baru yang akhirnya tumbang melalui gerakan “people power” yang dipelopori mahasiswa dan gerakan Rakyat yang “dipimpin” PRD.
Nama yang dimaksud dalam tulisan di atas adalah Budiman Sudjatmiko, seorang aktivis pergerakan anti orde baru, jebolan fakultas ekonomi UGM yang tidak sempat menyelesaikan studinya karena sibuk berpolitik dan berorganisasi.
Nama Budiman Sudjatmiko timbul tenggelam seiring dengan dinamika politik tanah air. Pernah membidani Repdem, salah satu sayap kepemudaan PDIP. Dikenal pula sebagai fasilitatilor dan mentor politik organisasi atau perkumpulan para kepala desa.
Ikhtiar budiman dan organisasi para kades, sampai sejauh ini dianggap berhasil karena telah menggolkan beberapa tuntutan para kepala desa sampai lahirnya UU desa yang baru.
Yang cukup mengejutkan publik dalam beberapa hari terakhir adalah bahwa pria yang akrab dipanggil iko ini telah melakukan pertemuan politik “akrobatik” dengan salah satu Capres potensial yaitu Prabowo Subianto. Sambutan yang hangat dan terkesan dipersiapkan oleh tim Prabowo ke Budiman di rumah Kertanegara memantik perhatian publik.
Pentolan aktivis Demokrasi ini disambut dengan penuh kehangatan dan rasa hormat layaknya menyambut seorang tokoh politik besar.
Pertanyaannya apakah pertemuan seorang patriot dan si pejuang demokrasi ini cuma sekedar pertemuan (diskusi) biasa atau mengarah pada suatu usaha untuk membangun komitmen politik yang lebih kongkrit untuk menghadapi agenda politik 2024 ?
Tulisan ini menangkap pesan politik dibalik pertemuan Prabowo dan Budiman di kartanegara.
Langkah catur yang dilakukan Prabowo dan Budiman ini telah memancing banyak spekulasi. Banyak pula pihak yang merasa kebakaran jenggot. Beberapa pihak yang merasa “terancam” dengan langkah politis kedua tokoh ini adalah para relawan pendukung ganjar, para elit PDIP dan para pendukung cawapres yang digadang gadang berpotensi mendampingi capres Prabowo.
Bagi para pendukung Ganjar, kehadiran Budiman di Kartanegara tentu sangat merisaukan,–di tengah turun naiknya elektabilitas Ganjar karena sering blunder dan jadi bulan-bulanan netizan.
Kemunculan nama Budiman dianggap sebagai ancaman, baik sebagai kompetitor (opsi lain) dihadapan Megawati jika PDIP akan mengevaluasi pencapresan Ganjar atau sebagai kekuatan yang bisa membelah dukungan kelompok nasionalis yang bernaung di PDIP jika menjadi cawapres Prabowo.
Budiman itu bagaimanapun dianggap lebih intelektual, lebih ideologis dan memiliki watak kerakyatan dibandingkan Ganjar. Integritasnya terhadap nation, dan pemahaman dan keberpihakan terhadap isu-isu kerakyatan lebih bersinar dibandingkan Ganjar. Jadi wajar kalau Budiman dianggap ancaman yang serius bagi pencapresan Ganjar.
Dihadapan elit PDIP, Budiman dianggap “orang baru” yang terlalu berani dan langkah politiknya dinilai sudah offside. Pertemuannya dengan Prabowo dianggap pengkhiatan terhadap keputusan partai.
Kelompok lain yang merasa terganggu dengan langkah kedua tokoh politik ini adalah para pendukung cawapres yang berpotensi mendampingi Prabowo, seperti Erik Thohir dan Cak Imin yang sudah ngotot ingin menjadi cawapres sang jenderal.
Bagi Prabowo, kalau Budiman menjadi cawapresnya bukan pilihan yang buruk dan cukup rasional. Pertama karena Budiman akan menjadi mitra kerja yang bisa diandalkan. Kedua, akan mengubur isu tentang pelanggaran HAM di masa lalu dan isu kasus penculikan aktivis yang melibatkan nama Prabowo dimasa lalu. Ketiga kehadiran Budiman akan menyatukan barisan kekuatan nasionalis dibelakang Prabowo.
Saat ini Budiman sudah menjelma menjadi seorang aktivis yang matang dan penuh perhitungan. Bukan lagi seorang aktivis berideologi kiri dan nasionalis yang memandang persoalan politik dan kekuasaan dengan kacamata kuda.
Pertemuan Kertanegara telah mengantarkan Budiman naik kelas, menjadi tokoh politik nasional yang kharismatik dan level ketokohannya sudah melampaui figur-figur politik lainnya yang sudah memiliki nama besar dipanggung politik nasional.
*Penulis, Bagas Ardiansyah, Mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) Jawa Tengah