Kamis, 13 November 2025

Menanti Kelanjutan Trade War Setelah G-20

Pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden RRC Xi Jinping beberapa waktu lalu. (Ist)

Bagaimana kelanjutan dari Trade War Trump, segera akan terlihat dalam pertemuan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden republik Rakyat China (RRC) dalam G-20 Summit. Ivan Sharon, pengamat perang dagang AS-China, yang tinggal di Washington DC, Amerika Serikat mengirim tulisannya khusus untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Ivan Sharon

Dalam waktu dekat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden republik Rakyat China (RRC) akan bertemuan dalam G-20 Summit. Banyak pihak menduga-duga kelanjutan dari perang dagang (Trade War) yang sedang berlangsung. Media massa mulai menyoroti berbagai kemungkinan.

https://www.scmp.com/economy/china-economy/article/3015225/xi-jinping-and-donald-trump-broaden-agenda-beyond-us-china

Pertemuan Xi dan Trump di Osaka dalam G 20 akan membahas prinsip-prinsip fundamental hubungan kedua negara, bukan hanya perang dagang.

Xi akan memberikan crash course pada Trump tentang perspektif China. Kalau Trump ada masalah tentang itu, kemungkinan perundingan gagal.

Kedua pihak bertemu dengan agenda berbeda. Trump yang mendesak pertemuan ingin cepat-cepat mengakhiri perang dagang, karena musim kampanye sudah dimulai di Amerika.

Sedangkan Xi tidak terlalu berfokus pada perang dagang, tetapi ingin membahas tentang isu-isu fundamental hubungan kedua negara.

China kelihatannya sudah capek dengan sikap politisi Amerika,  yang menggunakan isu China dalam setiap kampanye, walau kalau bertemu langsung terlihat akrab.

Tetapi sikap Amerika itu bukan masalah Trump sebenarnya. Trump hanya menggunakan pandangan Amerika tentang China yang sudah ada untuk kepentingannya.

Deal atau tidak deal, perang dagang ini sudah merubah ekonomi China secara mendasar.  Semua tiba-tiba  hal yang tadinya dicoba dipertahankan oleh China, terlihat tidak lagi penting. Misalnya investasi asing dalam bidang manufactur, sekarang China tidak begitu peduli mereka keluar dari China.

China juga menarik diri dari usaha mendapat status sebagai “market economy” oleh WTO. Karena perang dagang ini menunjukkan WTO tidak lagi penting dan bergigi, setiap negara bisa seenaknya pasang tarif, WTO diam-diam saja.

Kenyataan di masa depan adalah, masing-masing negara melindungi diri sendiri.

China melepaskan diri dari asumsi netralitas. Ini mulai dilakukan dalam hubungan Canada – China. Ditegaskan Canada membantu Amerika menyikut China, maka Canada akan dianggap musuh. China kemudian membatalkan banyak import dari Canada, dan Canada tidak bisa apa-apa juga.

Saat ini hubungan China dan Canada ada di titik nadir, masing-masing tidak punya duta besar di negara lain. Duta besar Canada untuk China dipecat Ottawa karena membela Beijing. Sedangkan duta besar China untuk Canada ditarik menjadi duta besar di Perancis. Canada tidak lagi dianggap penting.

China akan memfokuskan perkembangan ekonomi domestik, membesarkan pasar domestik. Karena selama ini menjadi pusat supply chain global ternyata bikin masalah juga. Sudah tentu China sukar lepas dari posisi tersebut, hanya saja China tidak akan ngotot mempertahankannya lagi.

Sebagai pusat supply chain global, angka import eksport China gemuk sekali. China membeli banyak komponen-komponen dan material, dan menjualnya sebagai produk jadi. Sering dengan laba yang minim sekali. IPhone dibikin di China tapi untung bagi China sedikit sekali, tapi masalah yang ditimbulkan besar.

Keuntungan setiap iPhone disedot banyak oleh Apple di Amerika, perusahaan chip di Amerika dan negara-negara lain. Jadi untung sebagai tukang assembly itu sedikit, tapi angka perdagangan membengkak membuat antipati bagi pihak lain.

Begitulah masalah negara yang jadi tukang jahit.

Deal atau tidak, akan terjadi restrukturisasi industri dan ekonomi di China. Perang dagang ini adalah “moment of truth” bagi mereka, memperlihatkan titik-titik kelemahan.

Selanjutnya mereka akan bekerja memperkuat titik-titik lemah tersebut, dan tidak lagi menganggap penting pencapaian yang lain.

Karena itulah bagi China saat ini, deal atau tidak, bukan hal yang benar-benar penting. Bagi Trump, deal dengan China itu seperti Oxigen, tanpa itu dia akan sukar berkampanye pilpres.

Bagi China, jika ada deal, itu memberikannya waktu lebih kendor untuk restrukturisasi. Sangat bagus, tetapi bukan paling penting…!!

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru