Oleh: Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto*
Terdengar kabar bahwa pemerintah akan membuat Rancangan Undang-undang Bakamla untuk keamanan laut dan menempatkan Kapal Bakamla sebagai aktor utama. Telah kita ketahui bahwa “kedaulatan” Indonesia dilaut itu hanya sampai wilayah perairan sejauh 12 mil. Dengan demikian seluruh kapal kecuali KRI, Bea cukai dan KPLP yang akan “menegakan hukum” dilaut hanya dapat beroperasi sejauh 12 m, tidak bisa bisa masuk sampai Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Di ZEE berlaku hukum Internasional yaitu pelayaran damai. Sehingga secara internasional seluruh negara didunia wajib menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran di ZEE. Di Indonesia, Â untuk menjamin Keamanan dan keselamatan pelayaran diatur oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menugaskan kapal KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai) bertindak sebagai Kapal Negara (KN) untuk menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran mulai dari wilayah perairan Indoneia sampai dengan ZEE.Â
Di ZEE Â Indonesia memiliki hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya laut. Artikel 73 Â UNCLOS memberikan kewenangan bagi negara pantai untuk mengambil tindakan hukum bila terjadi pelanggaran hukum di ZEE. Artikel 73 ini kemudian diadopsi oleh Pasal 276, 277, 278 dan 279 dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Article 111 UNCLOS secara tegas mengatur bahwa penegak hukum di ZEE adalah Kapal Negara dan KRI. Itulah sebabnya tugas Kapal Negara Negara diseluruh dunia kemudiaan bertambah dengan menertibkan dan mengamankan ekplorasi dan ekploitasi sumber daya di ZEE.Â
Jadi tugas Kapal Negara diseluruh dunia yang utama adalah menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran serta menegakan hukum negara pantai apabila terjadi pelanggaran hukum atas hak berdaulat negara pantai. Di Indonesia yg ditugaskan sebagai Kapal Negara adalah Kapal KPLP.
Tugas KPLP ini diatur pada Pasal 276, 277, 278 dan 279 dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang diadopsi dari Artikel 73 UNCLOS. Itulah sebabnya penegakkan hukum di ZEE yang dilakukan oleh aktor selain  Kapal KPLP sebagai Kapal Negara dan Kapal Perang KRI akan mendapat perlawanan.  Insiden Coast Guard China sebagai buktinya.
Insiden kapal ikan seperti itu sudah pernah tiga kali terjadi. Ini untuk kali kedua dengan Coast  Guad China dan sekali dengan Coast Guard Malaysia. Tapi belum pernah ada kasus yang sama terjadi dengan kapal KRI dan kapal KPLP.
Insiden ini tidak akan terjadi apabila hukum laut internasional  ikut dipertimbangkan ketika membuat Undang-undang Perikanan. Saat ini Undang-undang Perikanan bertabrakan dengan hukum laut Internasional ketika menugaskan Kapal Pengawas Perikananan sampai ke ZEE.
Padahal KPLP yang juga memiliki kewenangan yang sama sperti Kapal Pengawas Perikanan sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008. Menjadi aneh mengapa Kapal KPLP tidak dimanfaatkan? Semoga insiden Coast Guard China menjadi renungan kita bersama untuk membuat kita semakin bijak dalam membuat aturan perundangan yang menyangkut penegakkan hukum dilaut. Jalesveva Jayamahe ! Dilaut Kita Berjaya !
* Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) 2011-2013
Â
Â