Rabu, 19 Maret 2025

MENGERIKAN…! Terbongkar: Intel Inggris Serukan Pembunuhan Massal Anggota & Simpatisan PKI pada 1965

JAKARTA – Intelijen Inggris diam-diam menyebarkan propaganda hitam untuk mempengaruhi sejumlah pejabat militer Indonesia dalam peristiwa pembunuhan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisannya pada 1965. Demikian yang diungkap dokumen dari Kementerian Luar Negeri Inggris baru-baru ini.

Diperkirakan sedikitnya 500.000 orang–ada yang menyebut hingga tiga juta orang–tewas dibunuh antara 1965-1966 di Indonesia.

Dilansir dari laman the Guardian, Minggu (17/10), dokumen yang baru dirilis ke publik oleh Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris itu memperlihatkan bagaimana intelijen mereka diam-diam menyebarkan propaganda anti-komunis, termasuk ke para jenderal di Indonesia, untuk menghabisi PKI. Upaya itu memicu peristiwa pembunuhan massal paling brutal dalam catatan sejarah selepas Perang Dunia di abad ke-20. Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) menyebut peristiwa itu sebagai pembantaian terbesar di abad ke-20.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pejabat intelijen Inggris menyerukan agar anggota PKI dan semua organisasi pendukungnya dihabisi. Mereka menyebut Indonesia bisa berada dalam keadaan bahaya “selama para pemimpin komunis masih dalam persembunyian dan bawahan mereka dibiarkan tidak dihukum.”

Inggris melancarkan propaganda ini sebagai balasan atas sikap Presiden Sukarno yang memusuhi negara koloni Inggris, yaitu Malaysia sejak 1963. Pada 1965 intelijen khusus dari Departemen Penelitian Informasi (IRD) Kantor Kementerian Luar Negeri dikirim ke Singapura untuk memproduksi propaganda hitam guna melemahkan pemerintahan Sukarno. Pada saat itu PKI mendapat dukungan dari Sukarno dan gerakan perlawanan Barat.

Sebuah tim kecil intelijen Inggris membuat selebaran yang seolah-olah dibuat oleh warga Indonesia dan menyasar sejumlah tokoh berpengaruh, termasuk jenderal Angkatan Darat. Mereka juga membuat stasiun radio hitam yang menyiarkan siarannya ke Indonesia dikelola oleh orang Malaysia.

Di pertengahan 1965, operasi itu berlangsung dengan gencar tapi upaya kudeta oleh sejumlah jenderal kiri dan diam-diam oleh PKI hingga akhirnya tujuh jenderal dibunuh, membuat rencana itu bisa memberikan dampak besar.

Upaya kudeta digagalkan oleh Jenderal Suharto yang kemudian menjadi presiden dan mengambil alih kekuasaan dari Sukarno dan menghancurkan PKI, partai komunis terbesar di dunia non-komunis.

Propagandis Inggris menyerukan “PKI dan semua organisasinya dihancurkan selamanya” dan mengatakan “tindakan yang setengah-setengah hanya akan berujung pada kehancuran”.

Setelah 1 Oktober, peristiwa pembantaian anggota PKI dan simpatisannya menyebar ke seluruh Indonesia.

Berhasil Dalam Waktu Singkat

Diplomat Inggris di Indonesia kala itu tampaknya mengetahui peristiwa pembantaian tersebut. Markas intelijen Inggris (GCHQ) menyadap aliran komunikasi pemerintah Indonesia dan stasiun pemantauan Chai Keng di Singapura membuat Inggris bisa melacak perkembangan bagaimana militer Indonesia menekan PKI.

Menurut Dr Duncan Campbell, jurnalis investigasi dan pakar GCHQ, Inggris memiliki teknologi yang bisa membuat penyadap bisa mengetahui “lokasi komandan militer Indonesia dan pasukannya yang menerima perintah atasan untuk membunuh anggota PKI.”

Sebuah surat kepada duta besar Inggris di Jakarta dari seorang “koordinator perang politik” di Kantor Kementerian Luar Negeri bernama Norman Reddaway yang tiba di Singapura seusai upaya kudeta PKI, mengungkap bagaimana kebijakan itu dilakukan “untuk menutupi peristiwa pembantaian dan memanas-manasi para jenderal” agar mereka bisa melakukan tugasnya lebih baik dari orang-orang lama.

Tari Lang, remaja di Indonesia yang ibunya adalah Carmel Budiarjo dan ayahnya yang pernah dipenjara militer, mengatakan dokumen ini sangat mengerikan dan pemerintah Inggris bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi kala itu.

“Saya marah karena pemerintah Indonesia dan pemerintah Inggris melakukan ini. Inggris tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan kekerasan yang terjadi kemudian.”

Reddaway menilai kejatuhan Sukarno menjadi salah satu kemenangan propaganda terbesar Inggris dalam sejarah. Dalam suratnya bertahun-tahun kemudian dia menulis “upaya menjatuhkan Sukarno itu berhasil dalam waktu singkat.” Upaya menghadapi Konfrontasi Sukarno terhadap Inggris membuat negara itu menghabiskan dana 250 juta Euro dalam setahun. Tapi kemudian semua itu terbayar dengan biaya seminimal mungkin hanya dalam waktu enam bulan berkat kemampuan IRD.

Profesor Scott Lucas menyebut dokumen yang baru dirilis itu memperlihatkan bagaimana IRD dan propaganda hitamnya masih terus berlangsung di kebijakan luar negeri Inggris di luar negeri hingga kini.

“Ini adalah cara paling murah untuk operasi terselubung Inggris meski operasi itu tidak bisa diakui secara terbuka.” (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru