JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, aturan penyadapan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bakal mereduksi tugas penyelidik KPK. Pasalnya, dalam draf revisi KUHAP, disebutkan bahwa penyadapan baru dimulai saat tahap penyidikan dan harus melalui izin pengadilan daerah setempat, tidak selaras dengan tugas dan fungsi KPK yang melakukan penyadapan sejak tahap penyelidikan.
“Artinya kan ada reduksi kewenangan dari penyelidik ya, karena penyelidik dalam RUU KUHAP itu hanya berwenang untuk mencari peristiwa tindak pidananya. Sedangkan penyelidik di KPK bahkan sampai untuk mencari sekurang-kurangnya dua alat bukti,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (14/7/2025).
Budi juga menyampaikan bahwa KPK memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan penyelidik.
Dia menjelaskan, penyelidik di KPK tidak hanya bertugas untuk menemukan peristiwa tindak pidana, melainkan juga sampai menemukan sedikitnya dua alat bukti.
“Sedangkan dalam pembahasan di RUU Hukum Acara Pidana, penyelidik hanya untuk mencari peristiwa tindak pidana,” ujar Budi.
Berdasarkan hal tersebut, KPK akan menyampaikan masukan yang telah dibahas di internal kepada pemerintah.
“Oleh karena itu, KPK akan menyampaikan masukan-masukan yang saat ini masih berproses dibahas di internal nantinya kepada pemerintah,” ucap Budi.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebagai informasi, RUU KUHAP adalah salah satu prioritas legislasi DPR pada masa sidang ini, dan telah ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025. DPR menargetkan pembahasan rampung sebelum 2026 seiring dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Web Warouw)